Air adalah salah satu nikmat Allah yang sangat agung. Ia menjadi sumber
kehidupan manuisa, hewan, dan tumbuhan. Semuanya tidak bisa lepas dari
air. sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya': 30)
Allah telah menyediakan nikmat ini untuk makhlauk-makhluk-Nya di bumi. Sumbernya ada yang keluar dari tanah, turun dari langit (hujan), atau mengalir di sungai dan lautan.
Air Hujan salah satu nikmat yang banyak Allah sebutkan dalam Al-Qur'an. Memiliki Manfaat dan fungsi sangat banyak, tidak diketahui detailnya kecuali oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Allah mengabarkan, Dia menghidupkan bumi yang mati dan kering melalui guyuran hujan. Airnya menghidupkan bumi & menghijaukannya.
وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ
“Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan.” (QS. Al-Baqarah: 164)
Sebagian orang tatkala memperhatikan hujan, ada yang sampai gelisah. Apalagi jika turunnya hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, mungkin ada meeting, janji atau yang lainnya. Sehingga yang terjadi adalah mengeluh dan mengeluh. Padahal jika kita merenung dan memahami hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, waktu hujan turun adalah saat mustajabnya do’a, artinya do’a semakin mudah terkabulkan.
Dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2540),
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ،
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ يَعْقُوبَ الزَّمْعِيُّ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ
سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «ثِنْتَانِ لَا تُرَدَّانِ، أَوْ قَلَّمَا تُرَدَّانِ
الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ، وَعِنْدَ الْبَأْسِ حِينَ يُلْحِمُ
بَعْضُهُمْ بَعْضًا»، قَالَ مُوسَى، وَحَدَّثَنِي رِزْقُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «وَوَقْتُ الْمَطَرِ»
Al Hasan bin Ali menuturkan kepadaku, Ibnu Abi Maryam menuturkan kepadaku, Musa bin Ya’qub Az Zam’i menuturkan kepadaku, dari Sahl bin Sa’d ia berkata, Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam bersabda: “dua waktu yang doa ketika itu tidak tertolak, atau sangat sedikit sekali tertolaknya, yaitu: ketika adzan dan ketika perang saat kedua pasukan bertemu“.
Musa (bin Ya’qub Az Zam’i) mengatakan: Rizq bin Sa’id bin Abdirrahman menuturkan kepadaku, dari Abu Hazim, dari Sahl bin Sa’d, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: “dan ketika turun hujan“.
Hadits ini dan ziyadah-nya, juga dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalamSunan Al Kubra (6459),
Derajat hadits
Mengenai hadits di atas, ringkasnya, hadits ini shahih dengan jalan-jalannya yang lain. Sebagaimana dishahihkan oleh Al Mundziri (At Targhib wat Tarhib, 2/262), Ibnu Hajar (Futuhat Rabbaniyyah, 2/137), An Nawawi (Al Adzkar, 57), Al Albani (Shahih Abi Daud, 2540), dan yang lainnya.
Namun yang menjadi bahasan kita adalah ziyadah (tambahan) bagi hadits ini, yaitu lafadz: “dan ketika turun hujan“.
Riwayat 1
Sanad dari ziyadah ini memiliki dua masalah:
1- Terdapat perawi Musa bin Ya’qub Az Zam’i. Para ulama berselisih kuat mengenai status beliau.
Yahya bin Ma’in mengatakan: “tsiqah”
Ali Al Madini mengatakan: “dha’iful hadits, munkarul hadits“
Adz Dzahabi mengatakan: “terdapat kelemahan”
Ibnu Hajar mengatakan: “shaduq, lemah hafalannya”
Ad Daruquthni mengatakan: “tidak dijadikan hujjah”
An Nasa’i mengatakan: “ia tidak qawiy“
2- Terdapat perawi Rizq bin Sa’id bin Abdirrahman, ia perawi yang majhul. Ibnu Hajar mengatakan: “ia majhul“.
: ورزق هذامجهول كما في (التقريب) فلا تغتر بقول الشوكاني في (تحفة
الذاكرين) بعد أن ذكر الحديث بهذه الزيادة عند أبي داود: (وأخرجه أيضا
الطبراني في (الكبير) وابن مردويه والحاكم وهو حديث صحيح)
“Rizq ini majhul, sebagaimana dijelaskan dalam At Taqrib. Maka jangan terkecoh oleh perkataan Asy Syaukani dalam Tuhfah Adz Dzakirin, setelah menyebutkan hadits ini dengan ziyadah-nya dari Abu Daud, ia mengatakan:dikeluarkan pula oleh Ath Thabrani dalam Al Kabir dan Ibnu Mardawih dan Al Hakim, dan sahanadnya shahih” (Ats Tsamar Al Musthathab, 1/139).
Namun terdapat mutaba’ah bagi Rizq bin Sa’id bin Abdirrahman dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya (6/343), dari jalan Abdullah bin Quraisy Ash Shan’ani:
ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ قُرَيْشٍ الصَّنْعَانِيُّ، ثَنَا أَبُو مَطَرٍ –
وَاسْمُهُ مَنِيعٌ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ
سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: ” تَحَرَّوُا الدُّعَاءَ فِي الْفَيَافِي وَثَلَاثَةٌ لَا
يَرُدُّ دُعَاؤُهُمْ: عِنْدَ النِّدَاءِ، وَعِنْدَ الصَّفِّ فِي سَبِيلِ
اللهِ، وَعِنْدَ نُزُولِ الْقَطْرِ “
“Abdullah bin Quraisy Ash Shan’ani menuturkan kepadaku, Abu Mathar (namanya Mani’) dari Malik bin Anas dari Abu Hazim, dari Sahl bin Sa’d, ia berkata, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘carilah ijabah doa di gurun-gurun, dan tiga waktu yang doa tidak tertolak ketika itu: ketika adzan, ketika berada di barisan perang fii sabiilillah, ketika turun hujan‘”.
Dalam riwayat ini Rizq bin Sa’id bin Abdirrahman di-mutaba’ah oleh Imam Malik bin Anas yang dimasukkan oleh Imam Al Bukhari dalam sanad yang paling shahih (yaitu Malik, dari Nafi’, dari Ibnu Umar).
Maka yang tersisa masalah Musa bin Ya’qub Az Zam’i. Sehingga riwayat ini lemah, namun ringan lemahnya.
Riwayat ke 2
Dan terdapat jalan untuk ziyadah tersebut, yang dikeluarkan oleh Imam Asy Syafi’i dalam Al Umm (1/289):
أَخْبَرَنِي مَنْ لَا أَتَّهِمُ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ
عُمَرَ مِنْ مَكْحُولٍ عَنْ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ – قَالَ «اُطْلُبُوا إجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ الْتِقَاءِ
الْجُيُوشِ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ وَنُزُولِ الْغَيْثِ»
“orang yang tidak muttaham telah mengabarkan kepadaku, Abdul Aziz bin Umar menuturkan kepadaku, dari Makhul, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘carilah ijabah doa ketika bertemunya kedua pasukan dalam perang, dan ketika shalat ditegakkan dan ketika turunnya hujan‘”.
Sanad riwayat ini juga lemah, karena memiliki 2 masalah:
1- Terdapat perawi yang mubham, yaitu Syaikh-nya Asy Syafi’i yang meriwayatkan hadits ini kepada beliau. Dan Asy Syafi’i pun tidak menegaskan Syaikh-nya tsiqah ataukah tidak. Hanya disebutkan “orang yang tidak muttaham“.
2- Sanad ini mursal, karena Makhul adalah tabi’in, tidak berjumpa dengan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Namun riwayat ini menjadi tersambung (muttashil) jika disandingkan dengan riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya (19512),
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ، نا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عُمَرَ،
حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، عَنْ مَكْحُولٍ، عَنْ
بَعْضِ، أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ
الدُّعَاءَ كَانَ يُسْتَحَبُّ عِنْدَ نُزُولِ الْقَطْرِ وَإِقَامَةِ
الصَّلَاةِ وَالْتِقَاءِ الصَّفَّيْنِ
“Muhammad bin Bisyr menuturkan kepadaku, Abdul Aziz bin Umar menuturkan kepadaku, Yazid bin Yazid bin Jabir menuturkan kepadaku, dari Makhul, dari sebagian sahabat Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam bahwa doa dianjurkan ketika turun hujan, dan ketika shalat ditegakkan, ketika bertemunya kedua pasukan dalam perang, dan ketika turunnya hujan‘”.
Adapun Abdul Aziz bin Umar, ia diperselisihkan statusnya.
Ibnu Hajar mengatakan: “ia shaduq dan sering salah”.
Adz Dzahabi mengatakan: “ia termasuk para ulama yang tsiqah“
Imam Ahmad mengatakan: “ia bukan termasuk orang yang hafalannya kuat dan cermat”
Yahya bin Ma’in menganggapnya tsiqah
Maka wallahu a’lam yang tepat Abdul Aziz bin Umar statusnya tsiqah. Andai pun dianggap ia termasuk perawi yang “ia shaduq dan sering salah”, riwayat ini bisa dijadikan i’tibar.
Riwayat ke 3
Terdapat jalan lain, dari sahabat Abu Umamah radhiallahu’anhu. Dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Atsar (7239-7240), dari jalan Muhammad bin Ibrahim Al Busyanji:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْبُوشَنْجِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا
الْهَيْثَمُ بْنُ خَارِجَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ،
عَنْ عُفَيْرِ بْنِ مَعْدَانَ قَالَ: حَدَّثَنَا سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ،
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: ” تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَيُسْتَجَابُ الدُّعَاءُ فِي
أَرْبَعَةِ مَوَاطِنَ: عِنْدَ الْتِقَاءِ الصُّفُوفِ، وَعِنْدَ نُزُولِ
الْغَيْثِ، وَعِنْدَ إِقَامَةِ الصَّلَاةَ، وَعِنْدَ رُؤْيَةِ الْكَعْبَةِ “
“Muhammad bin Ibrahim Al Busyanji menuturkan kepadaku, Al Haitsam bin Kharijah menuturkan kepadaku, Al Walid bin Muslim menuturkan kepadaku, dari ‘Ufair bin Ma’dan ia berkata, Sulaim bin Amir menuturkan kepadaku, dari Abu Umamah, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: ‘pintu-pintu langit dibuka dan doa diijabah pada empat waktu: ketika bertemunya pasukan (ketika perang), ketika turun hujan, ketika shalat ditegakkan dan ketika melihat Ka’bah‘”.
Riwayat ini lemah karena memiliki 2 masalah:
1- Terdapat ‘an’anah dari Al Walid bin Muslim yang merupakan mudallis.
2- Terdapat Ufair bin Ma’dan yang statusnya munkarul hadits.
Imam Ahmad mengatakan: “dha’if, munkarul hadits”
Yahya bin Ma’in mengatakan: “laysa bi syai’in“
Ibnu Abi Hatim mengatakan: “dha’iful hadits, ia banyak meriwayatkan riwayat yang palsu dari Sulaim bin Amir dari Abu Umamah dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, jangan disibukkan dengan periwayatan darinya”
Abu Daud mengatakan: “ia seorang Syaikh yang shalih, namun dhaiful hadits”
Ibnu ‘Adi mengatakan: “keumuman riwayatnya tidak mahfuzh“
Maka riwayat ini lemah dan tidak bisa menjadi i’tibar.
Riwayat ke 4
Terdapat jalan lain dari Abdullah Ibnu Umar radhiallahu’anhuma. Dikeluarkan oleh Ath Thabrani dalam Ad Du’a (490),
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سَيَّارٍ الْوَاسِطِيُّ، ثنا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ،
أَنْبَأَ حَفْصُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ رُفَيْعٍ،
عَنْ سَالِمٍ، عَنْ أَبِيهِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ
لِخَمْسٍ: لِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، وَلِلِقَاءِ الزَّحْفِ، وَلِنُزُولِ
الْقَطْرِ، وَلِدَعْوَةِ الْمَظْلُومِ، وَلِلْأَذَانِ “
“Sa’id bin Sayyar Al Wasithi menuturkan kepadaku, Amr bin Aun menuturkan kepadaku, Hafsh bin Sulaiman mengabarkan kepadaku, dari Abdul Aziz bin Rufai’, dari Salim (bin Abdullah bin Umar), dari ayahnya ia berkata, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘pintu-pintu langit dibuka oleh 5 hal: bacaan Al Qur’an, bertemunya dua pasukan, turunnya hujan, doanya orang yang terzalimi, dan adzan’“.
Riwayat ini bermasalah pada Hafsh bin Sulaiman, ahli qira’ah namun ia statusnya matrukul hadits.
Imam Ahmad mengatakan: “matrukul hadits“
Yahya bin Ma’in mengatakan: “tidak tsiqah”
Al Bukhari mengatakan: “para ulama meninggalkan haditsnya”
Abu Hatim mengatakan: “ia matruk dan tidak dipercayai haditsnya”
Ibnu ‘Adi mengatakan: “keumuman haditsnya tidak mahfuzh“
Adz Dzahabi mengatakan: “matrukul hadits walaupun ia imam dalam qira’ah”
Ibnu Hajar mengatakan: “haditsnya lemah, namun ia tsabat dalam qira’ah”
Sehingga riwayat ini juga tidak bisa menjadi i’tibar.
Dengan melihat jalan-jalan yang ada, dari empat jalan yang ada hanya dua jalan yang bisa dijadikan i’tibar. Dan dari kedua jalan ini keseluruhannya, bisa saling menguatkan satu dengan yang lainnya sehingga terangkat derajatnya menjadi hasan. Maka dapat kita simpulkan bahwa ziyadah pada hadits di atas hasan sanadnya, insya Allah.
Berdo’a Setelah Turun Hujan: ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih
Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ
بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا.
فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ
“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), makadialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.” (HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71).
Mengapa Do'a Mustajab Saat Hujan?
Didalam Tafsir Ath-Thabari, ada sebuah riwayat yang menyebutkan:
ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺍﻟﻄﺒﺮﻱ | ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻋﺸﺮ :ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﻟﻘﺎﺳﻢ ، ﻗﺎﻝ : ﺛﻨﺎ ﺍﻟﺤﺴﻴﻦ ، ﻗﺎﻝ :
ﺛﻨﺎ ﻫﺸﻴﻢ ،ﻗﺎﻝ : ﺃﺧﺒﺮﻧﺎ ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺑﻦ ﺳﺎﻟﻢ ﻋﻦ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﺑﻦ ﻋﺘﻴﺒﺔ ،ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ : ﻭﻣﺎ
ﻧﻨﺰﻟﻪ ﺇﻻ ﺑﻘﺪﺭ ﻣﻌﻠﻮﻡ. ﻗﺎﻝ : ﻣﺎ ﻣﻦ ﻋﺎﻡﺑﺄﻛﺜﺮ ﻣﻄﺮﺍ ﻣﻦ ﻋﺎﻡ ﻭﻻ ﺃﻗﻞ ، ﻭﻟﻜﻨﻪ
ﻳﻤﻄﺮ ﻗﻮﻡ ،ﻭﻳﺤﺮﻡ ﺁﺧﺮﻭﻥ ، ﻭﺭﺑﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﺤﺮ ، ﻗﺎﻝ : ﻭﺑﻠﻐﻨﺎ ﺃﻧﻪﻳﻨﺰﻝ ﻣﻊ
ﺍﻟﻤﻄﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻼﺋﻜﺔ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﻋﺪﺩ ﻭﻟﺪ ﺇﺑﻠﻴﺲ ﻭﻭﻟﺪ ﺁﺩﻡ ﻳﺤﺼﻮﻥ ﻛﻞ ﻗﻄﺮﺓ ﺣﻴﺚ ﺗﻘﻊ
ﻭﻣﺎ ﺗﻨﺒﺖ .
Telah menceritakan pada kami al-Qasim, Ia berkata : Telah menceritakan pada kami al-Husain, Ia berkata : Telah menceritakan pada kami Hasyim, Ia berkata : Telah mengkhabarkan pada kami Isma'il bin Salim dari al-Hakam bin'Utaibah dalam firman Allah : “Dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu”.
Dia berkata ; Tidaklah satu tahun lebih banyak hujannya dan tidak lebih sedikit,akan tetapi satu qaum diberi hujan, sedang yang lain tidak, dan terkadang hujan turun dilaut.
Dia berkata : Telah sampai pada kami bahwasanya turun bersama tetes hujan, Malaikat yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah anak Iblis dan anak Adam. Mereka menjaga setiap tetes ditempat ia jatuh, dan apa yang ia tumbuhkan".
Oleh karena itu, bila hujan telah turun maka bersyukurlah kepada Allah seraya berdo'a dengan perasaan senang kepada Allah SWT, mengharap kepada Allah agar hajat-hajat kita dikabulkan oleh Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar