Rabu, 26 Februari 2020

Mengobati Penyakit Kerinduan


Tak bisa disangkal manusia akan selalu bersentuhan dengan cinta. Sementara kecintaan memberikan buah kerinduan. Orang yang mencinta akan rindu kepada orang yang dicintainya.
Kerinduan kepada kekasih, seringkali membekaskan duka. Ingin bertemu dan berdekatan dengan sang kekasih. Air mata tak jarang menetes karena terbakar oleh kerinduan di hati. Sebagian orang bahkan sampai menjadi gila karena rindunya pada orang yang dicintainya.
Kerinduan (Al'isq), adalah sebuah kesengsaraan. Penyakit yang membekaskan kelemahan di hati. Lantas apakah obat untuk mengatasi penyakit yang menggerogoti jiwa ini???
Allah mengisahkan penyakit ini dalam Al Qur’an tentang dua tipe manusia. Pertama, wanita dan kedua, kaum homoseks yang cinta kepada mardan (anak laki-laki yang rupawan). 
Allah mengisahkan bagaimana penyakit ini telah menyerang istri Al Aziz (gubernur Mesir) yang mencintai Nabi Yusuf, dan menimpa kaum Luth. Allah mengisahkan kedatangan para malaikat ke negeri Luth.
وَجَاءَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ يَسْتَبْشِرُونَ(67)قَالَ إِنَّ هَؤُلَاءِ ضَيْفِي فَلَا تَفْضَحُونِ(68)وَاتَّقُوا اللَّهَ وَلَا تُخْزُونِ(69)قَالُوا أَوَلَمْ نَنْهَكَ عَنِ الْعَالَمِينَ(70)قَالَ هَؤُلَاءِ بَنَاتِي إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ(71)لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ(72)
Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena) kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata, "Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina." Mereka berkata, "Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?" Luth berkata, "Inilah puteri-puteri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)." (Allah berfirman), "Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)." [Al Hijr : 67-72]
Cinta yang mendalam melahirkan kerinduan pada diri seseorang. Rindu adalah salah satu penyakit hati, sebuah “rasa” sakit yang sangat berbeda dengan penyakit-penyakit lainnya, baik cara pengobatannya maupun penyebabnya. Paramedis tidak akan sanggup mengobati penyakit asmara ini, karena asmara adalah penyakit dari dimensi lain dan hanya hinggap di hati insan-insan yang diharu biru oleh asmara. Allah Azza wa Jalla menandaskan dua tipen manusia dalam hal penyakit asmara (cinta) ini yaitu, pegiat asmara dari kalangan komunitas perempuan dan pecinta dari para pemuda tampan. 
Gejolak rindu akan terobati bila sang perindu bertemu dengan kekasih hatinya. Seorang perindu sejati akan rela berkorban apa saja demi sang pujaan hati. Banyak wacana tafsir dan interpretasi dari para cerdik cendikia perihal kerinduan ini, dimana satu sama lain saling mengklaim kebenaran tafsirnya. Dalam hal ini kami Ibnu-Qayyim al-Jauziyah- berkeyakinan bahwa merupakan Sunnatullah yang disematkan kepada setiap mahluk-Nya yaitu rasa saling tertarik dan hasrat ingin memiliki sesuatu yang dicintainya, berikut rasa ingin membangun kebersamaan dan keserasian antar sesama insan dan mahluk lainnya. 
Pertalian itu biasanya didasari oleh semangat kesamaan, kecocokan dan kesetaraan, baik yang berdimensi jenis (unsur), habitat maupun stereotip kehidupan. Misalnya pria yang normal tentu akan tertarik dengan dengan wanita yang cantik, begitu juga yang terjadi dengan habitat hewan. Sebaliknya, rasa tidak tertarik dipicu oleh tidak adanya kesamaan, kecocokan, dan tidak adanya keserasian. 
Itulah sebab utama dari pupusnya nilai-nilai cinta pada diri setiap mahluk-Nya. Bila kita mau menafakuru kejadian alam, maka putaran sinar galaksi pada tata surya ini terjadi sejalan dengan unsur keseimbangan antara poros atas dan poros bawah, satu sama lain tidak bertabrakan karena unsur tersebut. Demikian pula jika kita mencermati fenomena alam, maka kita akan melihat air mengalir ke dataran yang lebih rendah, api menjalar ke angkasa, dan manusia memiliki rasa cinta kepada sesuatu yang disukainya. Semua itu mengalir sejalan dengan Sunnatullah (putaran kehidupan). 
Ada banyak ragam asmara (wacana cinta) dalam kehidupan manusia, namun cinta yang paling utama dan termulia adalah cinta hanya kepada , demi dan untuk Allah Swt. Yaitu mencintai segenap apa yang dicintai oleh Allah Swt, dan senantiasa menumbuhkan dan meningkatkan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dalam hati dengan ikhlas dan sepenuh jiwa. Di antara wacana cinta, ada cinta yang berdasarkan kesamaan pandangan hidup, ideologi, dan jalan kehidupan. Kesamaan agama, mahzab, visi dan misi, kedekatan dan kekerabatan, kepentingan bisnis, ketertarikan akan kecantikan dan ketampanan. 
Demikian pula ada cinta yang berdasarkankesamaan visi dan misi untuk menggapai kepentingan pragmatis, baik berdimensi jabatan, keuntungan materi, posisi, kebutuhan akan pengetahuan dan pengalaman, serta obsesi yang hendak dicapai. 
Wacana cinta (ragam asmara) seperti tersebut diatas disebut cinta pragmatis, sebab lahirnya cinta hanya karena kepentingan dan gapaian tertentu. Cinta seperti itu akan pudar sejalan dengan terpenuhinya kepentingan pragmatis sang pecinta. Adapula cinta yang tidak berdasarkan kepentingan pragmatisme, namun lahir dari hasrat yang kuat untuk mencintai, yaitu sebuah jalinan cinta yang suci dan bersih dari “noda” pamrih, dan sebuah cinta yang fitri antara sang pecinta dan kekasihnya. Gelora cinta seperti itulah yang lahir dari ruh-ruh suci, sehingga cinta abadi tidak akan pudar oleh mega godaan dan rintangan yang menghalanginya. Pada diri sang pecinta (perindu) seperti itu maka tidak ada sedikitpun ruang dalam syakilah hatinya kecuali sang pujaan hati, sehingga sang pegiat asmara diharu-biru cintanya dan tidak jarang didera oleh cintanya yang tak bertepi. 
Jika cinta lahir dari jalinan dua hati dan ruh, lantas bagaimana dengan cinta yang timbul dari satu arah? Sedangkan realita membuktikan bahwa banyak Ritus" cinta yang lahir justru hanya dari satu pihak, dan cinta yang lahir dari dua arah justru banyak berpijak pada nafsu dan keinginan yang pragmatis, menyikapi realita tersebut maka yang harus diingat adalah bahwa nuansa percintaan itu tidak akan lepas dari tiga hal : 
Alasan bercinta. Kebanyakan orang sering terjebak pada gelora cinta yang semu dan sama sekali tidak memahami hakikat cinta itu sendiri. Hal yang paling esensial dalam bercinta adalah memahami “kesejatiannya” bukan tampilan lahirnya, ketulusan, kejujuran dan kesucian- dalam bercinta lebih utama ketimbang kepura-puraan, kehipikritan, dan tampilan-tampilan yang menipu.
kendala yang merintangi percintaan. Hal itu baik yang terkait dengan etika dan estetika serta perilaku sang pecinta. Rendahnya moralitas dan keburukan laku si pecinta akan membuat sang kekasih luntur cintanya, atau bahkan memutuskan cintanya. 
kendala (aib) yang lahir dari dari sang kekasih itu sendiri. Dengan kekurangan (aiban) itu, maka akhirnya sang pecinta menjadi tidak simpatik dan cintanya akan luntur.
Seorang pecinta sejati akan menerima dengan penuh ketulusan atas segala kekurangan kekasihnya, bersedia mengorbankan segalanya demi sang kekasih, dan tanpa ada pamrih yang terselubung. Pengorbanan dan pengabdiannya penuh dengan ketulusan dan dilakukan oleh kedua belah pihak yang salng mencintai. Itulah sejatinya yang disebut dengan cinta yang hakiki. 
Akan tetapi, semudah itukah mewujudkan cinta yang sejati? Sejarah memaparkan bahwa jika tidak ada rasa angkuh atau sombong, serta nafsu untuk berkuasa dan dimuliakan yang bergolak di dada para kafir, niscaya Rasulullah Saw akan menjadi insan yang paling mereka cintai melebihi cinta mereka terhadap diri, keluarga, dan hartanya. Selama rasa angkuh dan sombong serta nafsu ingin berkuasa dan dihormati masih bersemayam di dada umat Muhammad Saw, niscaya mereka masih lebih mencintai diri mereka sendiri ketimbang mencintai Rasul-Nya. 
Para ahli hikmah menandaskan bahwa gelora asmara adalah penyakit, seperti hal-hal penyakit lainnya yang menggerogoti hati manusia, sehingga asmara bisa diobati. Ada banyak terapi (petunjuk) pengobatan guna mengatasi penyakit asmara ini. Jika sang pecinta itu orang yang tekun mentradisikan nilai-nilai ajaran agama, maka ada terapi syari’at yang diajarkan oleh Rasulullah Saw untuk menyudahi “geliat” asmara, keliaran rindu, dan cintanya. 
Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan taqdirnya, maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ *
Hai sekalian pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka hendaklah dia menikah. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina).
Hadis ini memberikan dua solusi, utama, dan pengganti. 
Solusi pertama adalah menikah. Jika solusi ini dapat dilakukan, maka tidak boleh mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ*
Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan.
Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firmanNya.
,
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. [An Nisa : 28].
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa kodrat manusia adalah lemah, terutama lemah dalam mendidik nafsu syahwatnya. Mencegah hawa nafsu syahwat bukanlah pekerjaan ringan. namun merupakan pekerjaan yang super-super berat. Karena Allah Swt meringankan beban para hamba-Nya dengan menghalalkan bagi para lelaki untuk memperistri satu,dua,tiga, dan empat dari wanita-wanita yang sesuai dengan pilihan mereka. Bahkan untuk meringankan beban itu, Allah juga memperbolehkan menikahi para hamba sahaya, dan para janda. Jika hal tersebut memang demi solusi kerapuhan dalam menahan hawa nafsu syahwatnya, maka harus dilakukan sesuai ajaran syariat secara benar. 
Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikan terhadap hambaNya. Dan Allah mengetahui kelemahan manusia dalam menahan syahwatnya, sehingga memperbolehkan menikahi para wanita yang baik-baik dua, tiga ataupun empat. Sebagaimana Allah memperbolehkan mendatangi budak-budak wanita mereka. Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak wanita jika mereka membutuhkannya sebagai peredam syahwat. Demikianlah keringanan dan rahmatNya terhadap makluk yang lemah ini.. 
Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan akibat tertutupnya peluang menuju orang yang dikasihinya karena ketentuan syar’i dan takdir, maka penyakit ini bisa semakin ganas. Adapun terapinya harus dengan meyakinkan pada dirinya, bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil terjadi. Lebih baik baginya untuk segera melupakannya. Jiwa yang telah memutus harapan untuk mendapatkan sesuatu, niscaya akan tenang dan tidak lagi mengingatnya. Jika ternyata belum terlupakan, dapat mempengaruhi keadaan jiwanya hingga semakin menyimpang jauh. 
Dalam kondisi seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain. Yaitu dengan mengajak akalnya berfikir, bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang mustahil dijangkaunya itu ibarat perbuatan gila. Ibarat pungguk merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya termasuk ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?
Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya terhalang karena larangan syariat, maka terapinya yaitu dengan mengangap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan keselamatan ialah dengan menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia harus merasa bahwa pintu ke arah yang diingininya tertutup, dan mustahil tercapai.
Para ahli hikmah menandaskan bahwa terapi secara syariat adalah trapi primer, sedangkan trapi non-syariat adalah trapi skunder. hal yang paling esensial dalam trapi skunder adalah dengan trapi psikologis. Jika seseorang tidak mampu mengobati dirinya dengan trapi syariat (puasa dan nikah), maka ia dapat menyembuhkan penyakit asmara (rindu) dan cintanya dengan trapi psikologis. 
Berdoa
karena doa bisa merubah takdir. Merendahkan diri kepada Allah, secara tulus menyerahkan diri kepada-Nya, ikhlas, dan memohon kepada-Nya dengan segala kerendahan agar disembuhkan dari penyakit.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selam tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: 
[1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, 
[2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan 
[3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allahu akbar (Allah Maha besar).”
Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara. Oleh karena itu, perbanyaklah do’a.
Banyak berpikir dan berdzikir
Berpikir dan merenungi bahwa ini adalah penyakit. Berdzikir agar menguatkan hati dan menenangkan jiwa
Allah berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” [Ar-Ra’du:28]
Menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat
Kita sudah tahu sebab mabuk cinta adalah karena kesibukan hati yang kosong. Hatinya akan dipenuhi bayang-bayang kekasihnya. Bayang-bayang itu akan memudar kemudian pecah bersama kesibukan ketaatan yang berujung dengan melupakannya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata:
وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ
 
“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil” [Al Jawabul Kaafi hal 156, Darul Ma’rifah, cetakan pertama, Asy-Syamilah].
Senantiasa menghadiri majelis ilmu, duduk bersama orang-orang zuhud dan mendengar kisah-kisah orang shalih.
Majelis ilmu adalah tempat me-recharge iman setelah baterainya habis termakan oleh buaian berbuah tak nyata. Kumpulan orang-orang yang sholih adalah tempat istirahatnya hati dari kesibukan menangkal fitnah dan makar dunia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya”. [HR. Muslim nomor 6793]
Menengok orang sakit, mengiringi jenazah, menziarahi kubur, melihat orang mati, berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya.
Kelezatan dunia yang semu bisa remuk redam dengan meningat kematian, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan, yakni kematian” (HR. Imam Empat kecuali Abu Daud)
Selalu konsisten menjaga sholat dengan sempurna, menjaga kewajiban-kewajiban sholat, baik berupa kekhusyukan dan kesempurnaannya secara lahir dan bathin.
Jika sholat kita memang benar, maka akn mencegah semuanya, Allah ‘Azza wa jalla berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar” [Al-Ankabut: 45]
Membayangkan akan ditinggal pergi orang yang dicintainya, bisa jadi ditinggal mati atau ditinggal pergi tanpa sebab atau ditinggal karena sudah jemu dan bosan.
Karena semua yang ada di dunia akan musnah, Allah ‘Azza wa jallaberfirman,
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” [Ar-Rahman: 26]
Merenungi akibat perbuatannya dan keadaan buruk para peminum khamr asmara
Hal ini bisa didapat dengan membaca dan menoleh kebelakang dengan berkaca kepada sejarah. orang-orang yang akan hina dunia dan akhirat karena cinta. Qobil yang membunuh habil, Abdurrahman bin Muljam yang membunuh Ali bin Abi Thalib radhiallhu ‘anhu, terbunuhnya unta nabi Shalih ‘alahi ssalam. Semua karena al-’isyq terhadap wanita
Bersabar, karena perjuangan melepas belenggu al-’isyq sangat menuntut kesabaran.
Jika bersabar dengan sebenar-benarnya akan mendapatkan pahala yang tak terkira, Allah ‘Azza wa jalla berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar sajalah yang akan dipenuhi ganjaran mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Yakin bahwa Allah akan memberi ganti lebih baik
Salah satu kekhawatiran adalah apakah ia bisa dapat yang seperti ini kelak. benih cinta ini yang sulit semai. Tebing asmara ini yang sudah susah payah didaki. Lika-liku kasih yang berat dilewati. Istana sayang yang dibangun  bersama. Apaka itu semua akan ditinggal dan roboh begitu saja?. Jawabannya adalah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Istana itu dibangun diatas pondasi kemaksiatan kepada Allah. Tampak megah dan tegar tapi hakikatnya lemah tak bertumpu bagai tiang penyangga yang bersandar kepada temboknya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad 5/363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar