Di antara kebiasaan sebagian kaum muslimin di dunia Islam, mereka
membaca surat Yasin untuk meringankan proses naza’ (sakaratul maut).
Sebagian menolak ini dan menganggapnya sebagai amalan bid’ah dhalalah.
Sebagian lain membolehkannya, bahkan menganjurkannya. Sama dengan hal
ini, yakni membacanya ketika sudah wafat baik dengan tujuan
meringankannya atau mengirim pahala bacaannya, baik di baca di sisi
mayit atau di kubur.
Sebenarnya, bagaimanakan masalah ini?
Hadits Yang Sering Dipermasalahkan Keshohihannya Mengenai Pembacaan Surat Yasin
Diantaranya adalah sebagai berikut:
عن معقل بن يسار رضي الله عنه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “قلب
القرآن ((يس))، لا يقرؤها رجل يريد الله والدار الآخرة: إلا غفر الله له،
اقرؤها على موتكم.”
Artinya: “Hati al Qur`aan adalah “Yaasin”, tidaklah membacanya seorang
lelaki yang menginginkan Allah dan kehidupan akhirat; kecuali Allah
Ta`aala akan memberikan ampunan baginya, bacakanlah “Yaasin” itu atas
orang yang meninggal diantara kalian.”
Takhrij Hadits :
Hadits ini dikeluarkan oleh: - Imam Abu Daud dalam Sunannya, Kitab Al
Janaiz Bab Qira’ah ‘Indal Mayyit, No. 3121 - Imam Ahmad dalam Musnadnya,
Jilid. 5, No. 19416 - Imam Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya, Kitab Al
Janaiz wa Maa Yata’alaqu biha Muqaddiman wa Mu’akhiran Fashl fi Al
Muhtadhar, No. 3002. - Imam Ibnu Majah dalam kitab Sunannya, Kitab Al
Janaiz Bab Maa Ja’a fimaa Yuqalu ‘Indal Maridh Idza Hadhara, No. 1448 -
Imam Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir, No. 16904 - Imam Al Baihaqi
dalam Syu’abul Iman, No. 2356
Kedudukan Hadits:
Dengan dimasukannya hadits ini dalam kitab Shahih-nya Imam Ibnu Hibban,
maka menurutnya hadits ini adalah shahih. Hal ini juga ditegaskan oleh
Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. (Bulughul Maram, Kitabul Janaiz, no.
437. Cet.1, Darul Kutub Al Islamiyah) Sementara, Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani mendhaifkan hadits ini. (lihat Irwa’ul Ghalil No.
688, Misykat Al Mashabih No. 1622, Dhaif Al Jami’ush Shaghir No. 1072,
Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3121, dan Shahih wa Dhaif Sunan Ibni
Majah No. 1448) Imam Ash Shan’ani menjelaskan, bahwa Imam Ibnul Al
Qaththan menyatakan adanya cacat pada hadits ini yakni idhthirab
(goncang), dan mauquf (hanya sampai sahabat nabi), dan terdapat rawi
(periwayat) yang majhul (tidak dikenal) yakni Abu Utsman dan ayahnya.
Sementara, Imam Ibnul ‘Arabi mengutip dari Imam Ad Daruquthni, yang
mengatakan bahwa hadits ini sanadnya mudhtharib (goncang), majhulul
matni (redaksinya tidak dikenal), dan tidak shahih satu pun hadits dalam
bab ini (tentang Yasin). (Subulus Salam, 3/63. Lihat juga Al Hafizh
Ibnu Hajar, Talkhish Al Habir, No. 734, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Imam
Asy Syaukani, Nailul Authar, 4/ 22. Maktabah Ad Da’wah Al Islamiyah)
Namun demikian, kelemahan hadits ini diperkuat oleh riwayat lainnya.
Imam Ahmad dalam Musnad-nya, mengatakan, telah berkata kepada kami Abul
Mughirah, telah berkata kepada kami Shafwan, katanya: “Dahulu para
masyayikh (guru) mengatakan jika dibacakan surat Yasin di sisi mayit,
maka itu akan meringankannya.” Pengarang Musnad Al Firdaus telah
menyandarkan riwayat ini, dari Abu Darda’ dan Abu Dzar, mereka
mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidaklah seorang mayit meninggal lalu dibacakan surat Yasin di sisinya,
melainkan Allah Ta’ala akan memudahkannya.” Lalu, Imam Ash Shan’ani
mengatakan, bahwa dua riwayat inilah yang menguatkan penshahihan yang
dilakukan Imam Ibnu Hibban, yang maknanya adalah menjelang kematian
(bukan dibaca sesudah wafat,), dan dua riwayat ini lebih jelas dibanding
riwayat yang dijadikan dalil olehnya. (Subulus Salam, Ibid. At Talkhish
Al Habir, Ibid. Nailul Authar, Ibid)
Sebagian kalangan mendhaifkan riwayat Imam Ahmad, dari Abul Mughirah,
dari Shafwan di atas, karena dua faktor. Pertama, kesamaran (mubham)
para masyayikh, siapa mereka? Kedua, dalam sanadnya terdapat Shalih bin
Syuraih yang dinilai majhul (tidak dikenal) oleh Imam Abu Zur’ah. Namun,
hal ini telah dijawab, bahwa masyayikh di atas adalah para sahabat
nabi, sebagaimana kata Al Hafizh Ibnu Hajar. Maka tidak benar jika
dikatakan mubham (samar). Ada pun Shalih bin Syuraih, hanya dianggap
majhul oleh Abu Zur’ah, sedangkan para imam lain mengambil hadits
darinya.
Imam Adz Dzahabi memberikan jawaban yang mengoreksi pendapat Abu Zur'ah, Katanya:
قال أبو زرعة: مجهول قلت: روى عنه جماعة
Berkata Abu Zur'ah: Majhul. Aku katakan: "Jamaah (ahli hadits) telah meriwayatkan darinya." (Mizanul I'tidal, 2/295)
Apa yang dikatakan oleh Imam Adz Dzahabi sebagai netralisir dari
anggapan Imam Abu Zur'ah atas kemajhulan Shalih bin Syuraih. Justru Imam
Abu Hatim sendiri menceritakan jati diri Shalih bin Syuraih ini,
katanya:
صالح بن شريح كاتب عبد الله بن قرط وكان عبد الله بن قرط أميرا لأبي عبيدة بن الجراح على حمص
"Shalih bin Syuraih adalah seorang sekretaris Abdullah bin Qurth, dan
Abdullah bin Qurth adalah pemimpin daerah Himsh yang diangkat Abu
Ubaidah bin Al Jarrah." (Al Jarh wat Ta'dil, No. 1775)
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وسَلَّمَ
مَنْ قَرَأَ يس فِى لَيْلَةٍ اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ (رواه
البيهقى فى شعب الإيمان رقم 2464 وأخرجه أيضًا الطبرانى فى الأوسط رقم 3509
والدارمى رقم 3417 وأبو نعيم فى الحلية 2/159 والخطيب البغدادي 10/257
وأخرجه ابن حبان عن جندب البجلى رقم 2574)
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda:
Barangsiapa membaca Surat Yasin di malam hari seraya mengharap rida
Allah, maka ia diampuni" (HR al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 2464,
al-Thabrani dalam al-Ausath No 3509, al-Darimi No 3417, Abu Nuaim dalam
al-Hilyat II/159, Khatib al-Baghdadi X/257 dan Ibnu Hibban No 2574)
Hadis ini diklaim oleh banyak pihak sebagai hadis palsu, khususnya
dibesarkan-besarkan oleh kelompok tertentu karena hampir setiap acara
tahlilan terlebih dahulu membaca Surat Yasin bersama atau dibaca saat
berziarah. Untuk membantahnya kami paparkan ke hadapan mereka pendapat
ulama dari kalangan mereka sendiri dan sekaligus dikagumi oleh mereka,
yaitu Muhammad bin Ali al-Syaukani. Ia berkata:
حَدِيْثُ مَنْ قَرَأَ يس اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ رَوَاهُ
الْبَيْهَقِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مَرْفُوْعًا وَإِسْنَادُهُ عَلَى
شَرْطِ الصَّحِيْحِ وَأَخْرَجَهُ أَبُوْ نُعَيْمٍ وَأَخْرَجَهُ الْخَطِيْبُ
فَلاَ وَجْهَ لِذِكْرِهِ فِي كُتُبِ الْمَوْضُوْعَاتِ (الفوائد المجموعة
في الأحاديث الموضوعة لمحمد بن علي بن محمد الشوكاني 1 / 302)
"Hadis yang berbunyi: 'Barangsiapa membaca Surat Yasin seraya mengharap
rida Allah, maka ia diampuni' diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu
Hurairah secara marfu', sanadnya sesuai kriteria hadis sahih. Juga
diriwayatkan oleh Abu Nuaim dan Khatib (al-Baghdadi). Maka tidak ada
jalan untuk mencantumkannya dalam kitab-kitab hadis palsu!" (al-Fawaid
al-Majmu'ah I/302)
Begitu pula ahli hadis al-Fatanni berkata:
مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ وَمَنْ قَرَأَ
الدُّخَانَ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ فِيْهِ
مُحَمَّدُ بْنُ زَكَرِيَّا يَضَعُ قُلْتُ لَهُ طُرُقٌ كَثِيْرَةٌ عَنْهُ
بَعْضُهَا عَلَى شَرْطِ الصَّحِيْحِ أَخْرَجَهُ التُّرْمُذِي
وَالْبَيْهَقِي(تذكرة الموضوعات للفتني 1 / 80)
"Hadis yang berbunyi: 'Barangsiapa membaca Surat Yasin di malam hari,
maka di pagi harinya ia diampuni dan barangsiapa membaca Surat al-Dukhan
di malam Jumat, maka di pagi harinya ia diampuni' Di dalam sanadnya
terdapat Muhammad bin Zakariya yang memalsukan hadis. Saya (al-Fatanni)
berkata: Hadis ini memiliki banyak jalur riwayat, yang sebagiannya
sesuai kriteria hadis sahih yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi dan
al-Baihaqi" (Tadzkirat al-Maudlu'at I/80)
Bahkkan seorang ahli tafsir yang menjadi murid Ibnu Taimiyah, yaitu Ibnu
Katsir (yang tafsirnya paling sering dikaji oleh kelompok anti tahlil),
mencantumkan banyak hadis tentang keutamaan (fadilah) Surat Yasin,
diantaranya hadis riwayat al-Hafidz Abu Ya'la al-Mushili No 6224:
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُوْ يَعْلَى حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ أَبِي
إِسْرَائِيْلَ حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ
زِيَادٍ عَنِ الْحَسَنِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُوْلُ قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ يس فِي
لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ وَمَنْ قَرَأَ حم الَّتِي فِيْهَا
الدُّخَانُ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ
"Barangsiapa membaca Surat Yasin di malam hari, maka di pagi harinya ia
diampuni dan barangsiapa membaca Surat al-Dukhan, maka di pagi harinya
ia diampuni"
Ibnu Katsir berkata:
إِسْنَادٌ جَيِّدٌ (تفسير ابن كثير 6 / 561)
"Ini adalah sanad yang bagus" (Tafsir Ibnu Katsir VI/561)
Tidak banyak yang tahu mengenai hukum menuduh hadis palsu, padahal nyata
sekali bahwa riwayat tersebut secara akumulasi adalah sahih. Maka
disini Rasulullah Saw memberi kecaman bagi mereka yang melakukan hal
itu:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ بَلَغَهُ
عَنِّي حَدِيْثٌ فَكَذَّبَ بِهِ فَقَدْ كَذَّبَ ثَلاَثَةً اللهَ
وَرَسُوْلَهُ وَالَّذِي حَدَّثَ بِهِ (رواه الطبراني في الأوسط رقم 7596
وابن عساكر 27/410 عن جابر)
"Barangsiapa yang sampai kepadanya sebuah hadis dari saya kemudian ia
mendustakannya, maka ada tiga yang ia dustakan, yaitu Allah, Rasul-Nya
dan perawi hadis tersebut" (HR al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Ausath No
7596 dan Ibnu 'Asakir 27/410 dari Jabir)
Kembali ke masalah membaca surat Yasin. Lebih dari itu, ternyata Ibnu
Katsir sependapat dengan amaliyah kaum Ahlussunnah dalam membaca Surat
Yasin di dekat orang yang akan meninggal. Berikut diantara uraiannya:
ثُمَّ قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا عَارِمٌ حَدَّثَنَا ابْنُ
الْمُبَارَكِ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِي عَنْ أَبِي عُثْمَانَ
-وَلَيْسَ بِالنَّهْدِي- عَنْ أَبِيْهِ عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "اِقْرَؤُوْهَا
عَلَى مَوْتَاكُمْ" يَعْنِي يس. وَرَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالنَّسَائِي
فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ وَابْنُ مَاجَهْ مِنْ حَدِيْثِ عَبْدِ اللهِ
بْنِ الْمُبَارَكِ بِهِ إِلاَّ أَنَّ فِي رِوَايَةِ النَّسَائِي عَنْ أَبِي
عُثْمَانَ عَنْ مَعْقِلٍ بْنِ يَسَارٍ. وَلِهَذَا قَالَ بَعْضُ
الْعُلَمَاءِ مِنْ خَصَائِصِ هَذِهِ السُّوْرَةِ أَنَّهَا لاَ تُقْرَأُ
عِنْدَ أَمْرٍ عَسِيْرٍ إِلاَّ يَسَّرَهُ اللهُ. وَكَأَنَّ قِرَاءَتَهَا
عِنْدَ الْمَيِّتِ لِتُنْزَلَ الرَّحْمَةُ وَالْبَرَكَةُ وَلِيَسْهُلَ
عَلَيْهِ خُرُوْجُ الرُّوْحِ وَاللهُ أَعْلَمُ. قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ
رَحِمَهُ اللهُ حَدَّثَنَا أَبُوْ الْمُغِيْرَةِ حَدَّثَنَا صَفْوَانُ
قَالَ كَانَ الْمَشِيْخَةُ يَقُوْلُوْنَ إِذَا قُرِئَتْ - يَعْنِي يس-
عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا (تفسير ابن كثير 6 / 562)
"Imam Ahmad berkata (dengan meriwayatkan sebuah) bahwa Rasulullah Saw
bersabda: Bacalah surat Yasin kepada orang-orang yang meninggal (HR Abu
Dawud dan al-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Oleh karenanya sebagian ulama berkata: diantara keistimewaan surat yasin
jika dibacakan dalam hal-hal yang sulit maka Allah akan memudahkannya,
dan pembacaan Yasin di dekat orang yang meninggal adalah agar turun
rahmat dan berkah dari Allah serta memudahkan keluarnya ruh. Imam Ahmad
berkata: Para guru berkata: Jika Yasin dibacakan di dekat mayit maka ia
akan diringankan (keluarnya ruh) dengan bacaan Yasin tersebut" (Ibnu
Katsir VI/342)
Berikut kutipan selengkapnya dari kitab Musnad Ahmad mengenai pembacaan
Yasin di samping orang yang akan meninggal yang telah menjadi amaliyah
ulama terdahulu dan terus diamalkan oleh kaum Muslimin.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ حَدَّثَنِي أَبِي ثَنَا أَبُوْ الْمُغِيْرَةِ
ثَنَا صَفْوَانُ حَدَّثَنِي الْمَشِيْخَةُ اَنَّهُمْ حَضَرُوْا غُضَيْفَ
بْنَ الْحَرْثِ الثَّمَالِيَ حِيْنَ اشْتَدَّ سَوْقُهُ فَقَالَ هَلْ
مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ يس قَالَ فَقَرَأَهَا صَالِحُ بْنُ شُرَيْحٍ
السُّكُوْنِي فَلَمَا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ مِنْهَا قُبِضَ قَالَ فَكَانَ
الْمَشِيْخَةُ يَقُوْلُوْنَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ
عَنْهُ بِهَا قَالَ صَفْوَانُ وَقَرَأَهَا عِيْسَى بْنُ الْمُعْتَمِرِ
عِنْدَ بْنِ مَعْبَدٍ(مسند أحمد بن حنبل 17010)
"Para guru bercerita bahwa mereka mendatangi Ghudlaif bin Hars
al-Tsamali ketika penyakitnya sangat parah. Shafwan berkata: Adakah
diantara anda sekalian yang mau membacakan Yasin? Shaleh bin Syuraih
al-Sukuni yang membaca Yasin. Setelah ia membaca 40 dari Surat Yasin,
Ghudlaif meninggal. Maka para guru berkata: Jika Yasin dibacakan di
dekat mayit maka ia akan diringankan (keluarnya ruh) dengan Surat Yasin
tersebut. (Begitu pula) Isa bin Mu'tamir membacakan Yasin di dekat Ibnu
Ma'bad" (Musnad Ahmad No 17010)
Al-Hafidz Ibnu Hajar menilai atsar ini:
وَهُوَ حَدِيْثٌ حَسَنُ اْلإِسْنَادِ (الإصابة في تمييز الصحابة للحافظ ابن حجر 5 / 324)
"Riwayat ini sanadnya adalah hasan" (al-Ishabat fi Tamyiz al-Shahabat V/324)
Ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar juga menilai riwayat amaliyah ulama
salaf membaca Yasin saat Ghudlaif akan wafat sebagai dalil penguat
(syahid) dari hadis riwayat Ma'qil bin Yasar yang artinya: Bacakanlah
Surat Yasin di dekat orang yang meninggal. (Raudlah al-Muhadditsin
X/266)
Al-Hafidz Ibnu Hajar memastikan Ghudlaif ini adalah seorang sahabat:
هَذَا مَوْقُوْفٌ حَسَنُ اْلإِسْنَادِ وَغُضَيْفٌ صَحَابِىٌّ عِنْدَ
الْجُمْهُوْرِ وَالْمَشِيْخَةُ الَّذِيْنَ نَقَلَ عَنْهُمْ لَمْ يُسَمُّوْا
لَكِنَّهُمْ مَا بَيْنَ صَحَابِىٍّ وَتَابِعِىٍّ كَبِيْرٍ وَمِثْلُهُ لاَ
يُقَالُ بِالرَّأْىِ فَلَهُ حُكْمُ الرَّفْعُ (روضة المحدثين للحافظ ابن
حجر 10 / 266)
"Riwayat sahabat ini sanadnya adalah hasan. Ghudlaif adalah seorang
sahabat menurut mayoritas ulama. Sementara 'para guru' yang dikutip oleh
Imam Ahmad tidak disebut namanya, namun mereka ini tidak lain antara
sahabat dan tabi'in senior. Hal ini bukanlah pendapat perseorangan,
tetapi berstatus sebagai hadis yang disandarkan pada Rasulullah
(marfu')" (Raudlah al-Muhadditsin X/266)
Terkait dengan tuduhan anti tahlil yang mengutip pernyataan beberapa
ulama bahwa sanad hadis riwayat Ma'qil ini goncang, redaksi hadisnya
(matan) tidak diketahui dan sebagainya, maka cukup dibantah dengan
pendapat ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Bulugh al-Maram I/195:
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ اَلنَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اقْرَؤُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس رَوَاهُ
أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ (وأخرجه أحمد
20316 وأبو داود رقم 3121 وابن ماجه رقم 1448 وابن حبان رقم 3002 والطبرانى
رقم 510 والحاكم رقم 2074 والبيهقى رقم 6392 وأخرجه أيضاً الطيالسى رقم
931 وابن أبى شيبة رقم 10853 والنسائى فى الكبرى رقم 10913)
"Dari Ma'qil bin Yasar bahwa Rasulullah Saw bersabda: 'Bacalah surat
Yasin di dekat orang-orang yang meninggal.' Ibnu Hajar berkata:
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Nasa'i dan disahihkan oleh Ibnu Hibban"
(Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad No 20316, Abu Dawud No
3121, Ibnu Majah No 1448, al-Thabrani No 510, al-Hakim No 2074,
al-Baihaqi No 6392, al-Thayalisi No 931, Ibnu Abi Syaibah No 10853 dan
al-Nasa'i dalam al-Sunan al-Kubra No 10913)
Dalam kitab tersebut al-Hafidz Ibnu Hajar tidak memberi komentar atas
penilaian sahih dari Ibnu Hibban. Sementara dalam kitab beliau yang
lain, Talkhis al-Habir II/244, kendatipun beliau mengutip penilaian
dlaif dari Ibnu Qattan dan al-Daruquthni, di saat yang bersamaan beliau
meriwayatkan atsar dari riwayat Imam Ahmad diatas.
Jika telah didukung dalil-dalil hadis dan diamalkan oleh para ulama
salaf, lalu bagaimana dengan amaliyah membaca Surat Yasin setelah orang
tersebut meninggal atau bahkan dibaca di kuburannya? Berikut ini
beberapa pandangan ulama terkait penafsiran hadis di atas.
1. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
وَهَذَا يَحْتَمِلُ أَنْ يُرَادَ بِهِ قِرَاءَتُهَا عَلَى الْمُحْتَضَرِ
عِنْدَ مَوْتِهِ مِثْلَ قَوْلِهِ لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَيَحْتَمِلُ أَنْ يُرَادَ بِهِ الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْقَبْرِ
وَاْلأَوَّلُ أَظْهَرُ (الروح لابن القيم 1 / 11)
"Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat orang yang akan meninggal
sebagaimana sabda Nabi Saw: Tuntunlah orang yang akan mati diantara
kalian dengan Lailahaillallah. Dan bisa jadi yang dimaksud adalah
membacanya di kuburnya. Pendapat pertamalah yang lebih kuat" (al-Ruh
I/11)
2. Ahli Tafsir al-Qurthubi
وَيُرْوَى عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّهُ أَمَرَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ قَبْرِهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
وَقَدْ رُوِىَ إِبَاحَةُ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ عِنْدَ الْقَبْرِ عَنِ
الْعَلاَّءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَذَكَرَ النَّسَائِي وَغَيْرُهُ مِنْ
حَدِيْثِ مَعْقِلٍ بْنِ يَسَارٍ الْمَدَنِي عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ اِقْرَأُوْا يس عِنْدَ مَوْتَاكُمْ
وَهَذَا يَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْمَيِّتِ فِي
حَالِ مَوْتِهِ وَيَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ عِنْدَ قَبْرِهِ (التذكرة
للقرطبي 1 / 84)
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa ia memerintahkan agar
dibacakan surat al-Baqarah di kuburannya. Diperbolehkannya membaca
al-Quran di kuburan diriwayatkan dari 'Ala' bin Abdurrahman. Al-Nasai
dan yang lain menyebutkan hadis dari Ma'qil bin Yasar al-Madani dari
Nabi Saw, bahwa beliau bersabda: Bacalah Yasin di dekat orang-orang yang
meninggal. Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat orang yang akan
meninggal dan bisa jadi yang dimaksud adalah membacanya di kuburnya"
(Tadzkirat al-Qurthubi I/84)
3. Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi
وَقَالَ الْقُرْطُبِي فِي حَدِيْثِ إقْرَؤُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس هَذَا
يَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ هَذِهِ الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْمَيِّتِ فِي حَالِ
مَوْتِهِ وَيَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ عِنْدَ قَبْرِهِ قُلْتُ
وَبِاْلأَوَّلِ قَالَ الْجُمْهُوْرُ كَمَا تَقَدَّمَ فِي أَوَّلِ
الْكِتَابِ وَبِالثَّانِي قَالَ إبْنُ عَبْدِ الْوَاحِدِ الْمَقْدِسِي فِي
الْجُزْءِ الَّذِي تَقَدَّمَتِ اْلإِشَارَةُ إِلَيْهِ وَبِالتَّعْمِيْمِ
فِي الْحَالَيْنِ قَالَ الْمُحِبُّ الطَّبَرِيُّ مِنْ مُتَأَخِّرِي
أَصْحَابِنَا وِفِي اْلإِحْيَاءِ لِلْغَزَالِي وَالْعَاقِبَةِ لِعَبْدِ
الْحَقِّ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلَ قَالَ إِذَا دَخَلْتُمُ الْمَقَابِرَ
فَاقْرَؤُوْا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتْيِن وَقُلْ هُوَ
اللهُ أَحَدٌ وَاجْعَلُوْا ذَلِكَ ِلأَهْلِ الْمَقَابِرِ فَإِنَّهُ يَصِلُ
إِلَيْهِمْ (شرح الصدور بشرح حال الموتى والقبور للحافظ جلال الدين السيوطي
1 / 304)
"al-Qurthubi berkata mengenai hadis: 'Bacalah Yasin di dekat orang-orang
yang meninggal' bahwa Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat orang yang
akan meninggal dan bisa jadi yang dimaksud adalah membacanya di
kuburnya. Saya (al-Suyuthi) berkata: Pendapat pertama disampaikan oleh
mayoritas ulama. Pendapat kedua oleh Ibnu Abdul Wahid al-Maqdisi dalam
salah satu kitabnya dan secara menyeluruh keduanya dikomentari oleh
Muhib al-Thabari dari kalangan Syafiiyah. Disebutkan dalam kitab Ihya
al-Ghazali, dalam al-Aqibah Abdulhaq, mengutip dari Ahmad bin Hanbal,
beliau berkata: Jika kalian memasuki kuburan, maka bacalah al-Fatihah,
al-Muawwidzatain, al-Ikhlas, dan jadikanlah (hadiahkanlah) untuk
penghuni makam, maka akan sampai pada mereka" (Syarh al-Shudur I/304)
4. Muhammad bin Ali al-Syaukani
وَاللَّفْظُ نَصٌّ فِى اْلأَمْوَاتِ وَتَنَاوُلُهُ لِلْحَىِّ الْمُحْتَضَرِ
مَجَازٌ فَلاَ يُصَارُ إِلَيْهِ إِلاَّ لِقَرِيْنَةٍ (نيل الأوطار
للشوكاني 4 / 52)
"Lafadz dalam hadis tersebut secara jelas mengarah pada orang yang telah
meninggal. Dan lafadz tersebut mencakup pada orang yang akan meninggal
hanya secara majaz. Maka tidak bisa diarahkan pada orang yang akan
meinggal kecuali bila ada tanda petunjuk" (Nail al-Authar IV/52)
5. Mufti Universitas al-Azhar Kairo Mesir, 'Athiyah Shaqar
لَكِنْ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ قَالَ إِنَّ لَفْظَ الْمَيِّتِ عَامٌ لاَ
يَخْتَصُّ بِالْمُحْتَضَرِ فَلاَ مَانِعَ مِنِ اسْتِفَادَتِهِ
بِالْقِرَاءَةِ عِنْدَهُ إِذَا انْتَهَتْ حَيَاتُهُ سَوَاءٌ دُفِنَ أَمْ
لَمْ يُدْفَنْ رَوَى اْلبَيْهَقِى بِسَنَدٍ حَسَنٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ
اسْتَحَبَّ قِرَاءَةَ أَوَّلِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا عَلَى
الْقَبْرِ بَعْدَ الدَّفْنِ فَابْنُ حِبَّانَ الَّذِى قَالَ فِى صَحِيْحِهِ
مُعَلِّقًا عَلَى حَدِيْثِ اقْرَءُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس أَرَادَ بِهِ
مَنْ حَضَرَتْهُ الْمَنِيَّةُ لاَ أَنَّ الْمَيِّتَ يُقْرَأُ عَلَيْهِ
رَدَّ عَلَيْهِ الْمُحِبُّ الطَّبَرِىُّ بِأَنَّ ذَلِكَ غَيْرُ مُسَلَّمٍ
لَهُ وَإِنْ سُلِّمَ أَنْ يَكُوْنَ التَّلْقِيْنُ حَالَ اْلاِحْتِضَارِ
(فتاوى الأزهر 7 / 458)
“Namun sebagian ulama mengatakan bahwa lafadz mayit bersifat umum yang
tidak khusus bagi orang yang akan mati saja. Maka tidak ada halangan
untuk menggunakannya bagi orang yang telah meninggal, baik sudah
dimakamkan atau belum. Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang hasan
(al-Sunan al-Kubra No 7319) bahwa Ibnu Umar menganjurkan membaca
permulaan dan penutup surat al-Baqarah di kuburannya setelah dimakamkan.
Pendapat Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya yang memberi catatan pada
hadis diatas bahwa yang dimaksud adalah orang yang akan meninggal bukan
mayit yang dibacakan dihadapannya, telah dibantah oleh Muhib al-Thabari
bahwa hal itu tidak dapat diterima, meskipun talqin kepada orang yang
akan meninggal bisa diterima” (Fatawa al-Azhar VII/458).
Dengan demikian, membaca Yasin dan beberapa surat al-Quran yang
dihadiahkan untuk ahli kubur bersumber dari ijtihad para ulama yang
kompeten dibidangnya yang dilandasi dalil-dalil hadis Rasulullah Saw
6. al-Hafidz Ibnu Hajar al-'Asqalani
تَنْبِيْهٌ قَالَ ابْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيْحِهِ عَقِبَ حَدِيْثِ مَعْقِلٍ
قَوْلُهُ اقْرَءُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس أَرَادَ بِهِ مَنْ حَضَرَتْهُ
الْمَنِيَّةُ لاَ أَنَّ الْمَيِّتَ يُقْرَأُ عَلَيْهِ قَالَ وَكَذَلِكَ
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَرَدَّهُ الْمُحِبُّ
الطَّبَرِي فِي اْلأَحْكَامِ وَغَيْرِهِ فِي الْقِرَاءَةِ وَسَلَّمَ لَهُ
فِي التَّلْقِيْنِ (تلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي الكبير للحافظ
ابن حجر2 / 245)
"Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya memberi komentar pada hadis Ma'qil
diatas bahwa yang dimaksud adalah orang yang akan meninggal bukan mayit
yang dibacakan di hadapannya. Begitu pula hadis: 'Tuntunlah orang yang
akan mati diantara kalian dengan Lailahaillallah,' dan telah dibantah
oleh Muhib al-Thabari dalam kitab al-Ahkam bahwa hal itu tidak dapat
diterima dalam hal membaca Yasin, sementara talqin kepada orang yang
akan meninggal bisa diterima" (Talkhis al-Habir II/245)
7. Muhammad al-Shan'ani
وَأَخْرَجَ أَبُوْ دَاوُدَ مِنْ حَدِيْثِ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ عَنْهُ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ اِقْرَاءُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس وَهُوَ
شَامِلٌ لِلْمَيِّتِ بَلْ هُوَ الْحَقِيْقَةُ فِيْهِ (سبل السلام بشرح بلوغ
المرام لمحمد بن إسماعيل الأمير الكحلاني الصنعاني 2 / 119)
"Hadis riwayat Abu Dawud dari Ma'qil'Bacalah Yasin di dekat orang-orang
yang meninggal' ini, mencakup pada orang yang telah meninggal, bahkan
hakikatnya adalah untuk orang yang meninggal" (Subul al-Salam Syarah
Bulugh al-Maram II/119)
Riwayat lain yang menguatkan adalah:
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنِ الْمُجَالِدِ عَنِ الشَّعْبِيِّ قَالَ
كَانَتِ الأَنْصَارُ يَقْرَؤُوْنَ عِنْدَ الْمَيِّتِ بِسُوْرَةِ
الْبَقَرَةِ (مصنف ابن أبي شيبة رقم 10953)
"Diriwayatkan dari Sya'bi bahwa sahabat Anshor membaca surat al-Baqarah
di dekat orang yang telah meninggal" (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No
10963)
Begitu pula atsar di bawah ini:
حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ عَنْ حَسَّانَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ عَنْ أُمَيَّةَ
الأَزْدِيِّ عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّهُ كَانَ يَقْرَأُ عِنْدَ
الْمَيِّتِ سُوْرَةَ الرَّعْدِ (مصنف ابن أبي شيبة رقم 10957)
"Diriwayatkan dari Jabir bin Zaid bahwa ia membaca surat al-Ra'd di
dekat orang yang telah meninggal" (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No 10967)
Bahkan ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar memperkuat riwayat tersebut:
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِى شَيْبَةَ مِنْ طَرِيْقِ أَبِى الشَّعْثَاءِ جَابِرِ
بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ مِنْ ثِقَاتِ التَّابِعِيْنَ أَنَّهُ يَقْرَأُ عِنْدَ
الْمَيِّتِ سُوْرَةَ الرَّعْدِ وَسَنَدُهُ صَحِيْحٌ (روضة المحدثين للحافظ
ابن حجر 10 / 266)
"Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari jalur Jabir bin Zaid, ia termasuk
Tabi'in yang terpercaya, bahwa ia membaca surat al-Ra'd di dekat orang
yang telah meninggal. Dan Sanadnya adalah sahih!" (Raudlat
al-Muhadditsin X/226)
Dari uraian dua ulama ini dapat diketahui bahwa tuduhan hadis palsu
dalam beberapa fadilah surat Yasin karena mereka hanya melihat dari satu
jalur riwayat saja, sementara dalam hadis tersebut memiliki banyak
jalur riwayat. Hal inilah yang sering menjadi kecerobohan dari Ibnu
al-Jauzi dalam kitabnya 'al-Maudluat' yang menuai kritik tajam dari ahli
hadis lain, seperti Ibnu Hajar, al-Suyuthi dan lain-lain.
Al-Hafidz al-Haitsami berkata: "Dalam sanadnya ada perawi bernama
Mahfudz bin Maisur, Ibnu Hatim tidak memberi penilaian sama sekali
kepadanya" (Majma' al-Zawaid No 660). Ini menunjukkan hadis tersebut
tidak dlaif.
Membaca Al-Qur'an Adalah Ibadah Mulia
Membaca Al Qur’an merupakan ibadah mulia, memiliki berbagai keutamaan,
sebagaimana disebutkan di dalam banyak nash-nash agama. Di antaranya,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk
membaca Al Qur’an, karena Al Qur’an akan memohonkan syafa’at bagi
shahibul Qur’an (orang yang memahami dan mengamalkan Al Qur’an).
عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ الْبَاهِلِيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ
يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ اقْرَءُوا
الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ فَإِنَّهُمَا
تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ
كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ
صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ
فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلَا تَسْتَطِيعُهَا
الْبَطَلَةُ قَالَ مُعَاوِيَةُ بَلَغَنِي أَنَّ الْبَطَلَةَ السَّحَرَةُ
Dari Abu Umamah Al Bahili, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah
bersabda,”Bacalah Al Qur’an, karena sesungguhnya ia akan datang pada
hari kiamat sebagai pemohon syafa’at bagi ash-habul Qur’an (orang yang
mengamalkannya). Bacalah dua yang bercahaya, Al Baqarah dan surat Ali
Imran; sesungguhnya keduanya akan datang pada hari kiamat, seolah-olah
dua naungan atau seolah-olah keduanya dua kelompok burung yang berbaris.
Keduanya akan membela ash-habnya. Bacalah surat Al Baqarah, karena
sesungguhnya mengambilnya merupakan berkah, dan meninggalkannya
merupakan penyesalan. Dan Al Bathalah tidak akan mampu
(mengalahkan)nya.” Mu’awiyah berkata,”Sampai kepadaku, bahwa Al Bathalah
adalah tukang-tukang sihir.” [HR Muslim, no. 804]
Membaca Al Qur’an juga memiliki pahala yang besar.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ
فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم
حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
Dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa
membaca satu huruf dari kitab Allah, maka dia mendapatkan satu kebaikan
dengannya. Dan satu kebaikan itu (dibalas) sepuluh lipatnya. Aku tidak
mengatakan alif lam mim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu
huruf, dan mim satu huruf.” [HR Tirmidzi no, 2910, dishahihkan Syaikh
Salim Al Hilali dalam Bahjatun Nazhirin 2/229].
Karena membaca Al Qur’an termasuk ibadah, sehingga agar ibadah itu
diterima oleh Allah dan berpahala, maka harus memenuhi dua syarat,
yaitu: ikhlas dan mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Berkumpul untuk membaca Al Qur’an memang sangat utama, sebagaimana disebutkan di dalam hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ …وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ
اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا
نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ
وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Sholallohu Alaihi wasallam
bersabda,”Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah di
antara rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan saling belajar
di antara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat
meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut
mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” [HR Muslim no. 2699;
Abu Dawud no. 3643; Tirmidzi no. 2646; Ibnu Majah no. 225 dan lainnya].
Hadits di atas nyata menunjukkan, bahwa berkumpul untuk membaca dan mempelajari Al Qur’an merupakan ibadah yang sangat mulia.
Maka dari itu mengadakan kumpulan jama'ah untuk mujahadah dengan membaca
Al-Qur'an (baik itu Surat Yasin ataupun yang lain) dengan niat memohon
limpahan rohmat dan ampunan dari Alloh tidak bisa di persalahkan dan
bahkan sangat baik untuk menambah nilai nilai Ibadah.
Dan hendaklah sesama Kaum Muslimin saling menghormati dan saling
memahami tentang adanya perbedaan pendapat dengan menjaga keutuhan
Ukhuwah Islamiah.
Semoga Alloh Subhanahu Wata'ala selalu melimpahkan RahmatNya pada kita
semua sehingga terwujud persatuan dan kesatuan Ukhuwah Islamiah yang
Rahmatan Lil'alamin.
Akhiron Hadanallohu Wa Iyyakum Ajma'in
Wallohu A'lam Bishshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar