Surat Al-Ikhlas (Memurnikan Ke-Esa-an Alloh SWT) adalah Surat ke-112
dalam Al-Qur an dengan fadhilah dan keutamaan yang menakjubkan. Surat
ini tergolong Surat Makkiyah, terdiri atas 4 ayat dan pokok isinya
adalah menegaskan ke-Esa-an Alloh dan menolak segala bentuk penyekutuan
terhadap-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4
(yang artinya) :
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Arti surah Al-Ikhlas
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ١
“Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa”.
Diriwayatkan bahwa orang-orang musyrik mengutus Amir bin Tufail kepada
Nabi Muhammad SAW, menyampaikan amanah mereka kepada Nabi, ia berkata:
“Engkau telah memecahbelahkan keutuhan kami, memaki-maki “tuhan” kami,
berubah agama nenek moyangmu. Jika engkau miskin dan mau kaya kami
berikan engkau harta dan jika engkau gila akan kami obati. Jika engkau
wanita cantik akan kami kawinkan engkau dengannya”. Rasulullah SAW
menjawab:
لست بفقير ولا مجنون ولا هويت امرأة أنا رسول الله أدعوكم من عبادة الأصنام
إلى عبادته. فأرسلوه ثانية وقالوا: قل له بين لنا جنس معبودك. امن ذهب أو
من فضة؟ فأنزل الله هذه السورة
“Aku tidak miskin, tidak gila, tidak ingin kepada wanita. Aku adalah
Rasul Allah, mengajak kamu meninggalkan penyembahan berhala dan mulai
menyembah Allah Yang Maha Esa”, kemudian mereka mengutus utusannya yang
kedua kalinya dan bertanya kepada Rasulullah. Terangkanlah kepada kami
macam Tuhan yang engkau sembah itu. Apakah Dia dari emas atau perak?”,
lalu Allah menurunkan surah ini. (HR. Dahhak)
اللَّهُ الصَّمَدُ ٢
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”
Dijelaskan bahwa hanya kepada Allah tempat meminta dan memohon.
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ٣
“Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan”
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Maha Suci Dia dari mempunyai anak.
Ayat ini juga menentang dakwaan orang-orang musyrik Arab yang
mengatakan bahwa malaikat-malaikat adalah anak-anak perempuan Allah dan
dakwaan orang Nasrani bahwa Isa anak laki-laki Allah.
Dalam ayat lain yang sama artinya Allah berfirman:
فاستفتهم ألربك البنات ولهم البنون أم خلقنا الملائكة إناثا وهم شاهدون ألا إنهم من إفكهم ليقولون ولد الله وإنهم لكاذبون
Artinya:
Tanyakanlah (ya Muhammad) kepada mereka (orang-orang kafir Mekah)
“Apakah untuk Tuhanmu anak-anak perempuan dan untuk mereka anak-anak
laki-laki, atau apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa
perempuan dan mereka menyaksikan (nya)? Ketahuilah bahwa sesungguhnya
mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan: “Allah beranak”. Dan
sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta. (Q.S. As Saffat:
149-152).
Dan Dia tidak beranak, tidak pula diperanakkan. Dengan demikian Dia
tidak sama dengan makhluk lainnya, Dia berada tidak didahului oleh tidak
ada. Maha suci Allah dari apa yang tersebut. Ibnu ‘Abbas berkata: “Dia
tidak beranak sebagaimana Maryam melahirkan Isa A.S. dan tidak pula
diperanakkan. Ini adalah bantahan terhadap orang-orang Nasrani yang
mengatakan Isa Al Masih adalah anak Allah dan bantahan terhadap
orang-orang Yahudi yang mengatakan Uzair adalah anak Allah.
وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ٤
“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”
Dalam ayat ini Allah menjelaskan lagi bahwa tidak ada yang setara dan
sebanding dengan Dia dalam zat, Sifat dan perbuatan-Nya. Ini adalah
tantangan terhadap orang-orang yang beriktikad bahwa ada yang setara dan
menyerupai Allah dalam perbuatannya, sebagaimana pendirian orang-orang
musyrik Arab yang menyatakan bahwa malaikat itu adalah sekutu Allah.
Pengenalan
Surat ini dinamakan Al Ikhlas karena di dalamnya berisi pengajaran
tentang tauhid. Oleh karena itu, surat ini dinamakan juga Surat Al Asas,
Qul Huwallahu Ahad, At Tauhid, Al Iman, dan masih banyak nama lainnya.
Surat ini merupakan surat Makiyyah dan termasuk surat Mufashol. Surat Al
Ikhlas ini terdiri dari 4 ayat, surat ke 112, diturunkan setelah surat
An Naas. (At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim)
Ada dua sebab kenapa surat ini dinamakan Al Ikhlash.Yang pertama,
dinamakan Al Ikhlash karena surat ini berbicara tentang ikhlash. Yang
kedua, dinamakan Al Ikhlash karena surat ini murni membicarakan tentang
Allah.
Surat Al Ikhlas ini berasal dari ’mengikhlaskan sesuatu’ yaitu
membersihkannya/memurnikannya. Dinamakan demikian karena di dalam surat
ini berisi pembahasan mengenai ikhlas kepada Allah ’Azza wa Jalla. Oleh
karena itu, barangsiapa mengimaninya, dia termasuk orang yang ikhlas
kepada Alloh
Ada pula yang mengatakan bahwa surat ini dinamakan Al Ikhlash (di mana
ikhlash berarti murni) karena surat ini murni membicarakan tentang
Allah. Allah hanya mengkhususkan membicarakan diri-Nya, tidak
membicarakan tentang hukum ataupun yang lainnya. Dua tafsiran ini
sama-sama benar, tidak bertolak belakang satu dan lainnya. (Lihat Syarh
Al Aqidah Al Wasithiyyah, 97)
Asbabun Nuzul
Surat ini turun sebagai jawaban kepada orang musyrik yang menanyakan
pada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Sebutkan nasab atau
sifat Rabbmu pada kami?’. Maka Allah berfirman kepada Nabi Muhammad
shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Katakanlah kepada yang menanyakan tadi, …
[lalu disebutkanlah surat ini]’(Aysarut Tafasir, 1502). Juga ada yang
mengatakan bahwa surat ini turun sebagai jawaban pertanyaan dari
orang-orang Yahudi (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, At Ta’rif bi
Suratil Qur’anil Karim, Tafsir Juz ‘Amma 292). Namun, Syaikh Muqbil
mengatakan bahwa asbabun nuzul yang disebutkan di atas berasal dari
riwayat yang dho’if (lemah) sebagaimana disebutkan dalam Shohih Al
Musnad min Asbab An Nuzul.
Saatnya memahami tafsiran tiap ayat.
Tafsir Ayat Pertama
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1)
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Kata (قُلْ) –artinya katakanlah-. Perintah ini ditujukan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan juga umatnya.
Al Qurtubhi mengatakan bahwa (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) maknanya adalah :
الوَاحِدُ الوِتْرُ، الَّذِي لَا شَبِيْهَ لَهُ، وَلَا نَظِيْرَ وَلَا صَاحَبَةَ، وَلَا وَلَد وَلَا شَرِيْكَ
Al Wahid Al Witr (Maha Esa), tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada
yang sebanding dengan-Nya, tidak memiliki istri ataupun anak, dan tidak
ada sekutu baginya.
Asal kata dari (أَحَدٌ) adalah (وَحْدٌ), sebelumnya diawali dengan huruf
‘waw’ kemudian diganti ‘hamzah’. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an, Adhwaul
Bayan)
Syaikh Al Utsaimin mengatakan bahwa kalimat (اللَّهُ أَحَدٌ) –artinya
Allah Maha Esa-, maknanya bahwa Allah itu Esa dalam keagungan dan
kebesarannya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada sekutu
bagi-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 292)
Tafsir Ayat Kedua
اللَّهُ الصَّمَدُ (2)
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masiirmengatakan bahwa makna Ash Shomad ada empat pendapat:
Pertama, Ash Shomad bermakna:
أنه السيِّد الذي يُصْمَدُ إليه في الحوائج
Allah adalah As Sayid (penghulu), tempat makhluk menyandarkan segala hajat pada-Nya.
Kedua, Ash Shomad bermakna:
أنه الذي لا جوف له
Allah tidak memiliki rongga (perut).
Ketiga, Ash Shomad bermakna:
أنه الدائم
Allah itu Maha Kekal.
Keempat, Ash Shomad bermakna:
الباقي بعد فناء الخلق
Allah itu tetap kekal setelah para makhluk binasa.
Dalam Tafsir Al Qur’an Al Azhim (Tafsir Ibnu Katsir) disebutkan beberapa perkataan ahli tafsir yakni sebagai berikut.
Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah :
الَّذِي يَصْمُدُ الخَلَائِقُ إِلَيْهِ فِي حَوَائِجِهِمْ وَمَسَائِلِهِمْ
Seluruh makhluk bersandar/bergantung kepada-Nya dalam segala kebutuhan maupun permasalahan.
Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas mengatakan mengenai
(اللَّهُ الصَّمَدُ) :
هو السيد الذي قد كمل في سؤدده، والشريف الذي قد كمل في شرفه، والعظيم الذي
قد كمل في عظمته، والحليم الذي قد كمل في حلمه، والعليم الذي قد كمل في
علمه، والحكيم الذي قد كمل في حكمته وهو الذي قد كمل في أنواع الشرف
والسؤدد، وهو الله سبحانه، هذه صفته لا تنبغي إلا له، ليس له كفء، وليس
كمثله شيء، سبحان الله الواحد القهار.
Dia-lah As Sayyid (Pemimpin) yang kekuasaan-Nya sempurna. Dia-lah Asy
Syarif (Maha Mulia) yang kemuliaan-Nya sempurna. Dia-lah Al ‘Azhim (Maha
Agung) yang keagungan-Nya sempurna. Dia-lah Al Halim (Maha Pemurah)
yang kemurahan-Nya itu sempurna. Dia-lah Al ‘Alim (Maha Mengetahui) yang
ilmu-Nya itu sempurna. Dia-lah Al Hakim (Maha Bijaksana) yang sempurna
dalam hikmah (atau hukum-Nya). Allah-lah –Yang Maha Suci- yang Maha
Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan. Sifat-Nya ini tidak
pantas kecuali bagi-Nya, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak ada
yang semisal dengan-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Al A’masy mengatakan dari Syaqiq dari Abi Wa’il bahwa Ash Shomad bermakna:
{ الصَّمَدُ } السيد الذي قد انتهى سؤدده
”Pemimpin yang paling tinggi kekuasaan-Nya”. Begitu juga diriwayatkan dari ’Ashim dari Abi Wa’il dari Ibnu Mas’ud semacam itu.
Malik mengatakan dari Zaid bin Aslam, ”Ash Shomad adalah As Sayyid (Pemimpin).”
Al Hasan dan Qotadah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (الباقي بعد خلقه) Yang Maha Kekal setelah makhluk-Nya (binasa).
Al Hasan juga mengatakan bahwa
Ash Shomad adalah
الحي القيوم الذي لا زوال له
Yang Maha Hidup dan Quyyum (mengurusi dirinya dan makhlukNya) dan tidak mungkin binasa.
’Ikrimah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah yang tidak mengeluarkan sesuatupun dari-Nya (semisal anak) dan tidak makan.
Ar Robi’ bin Anas mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (الذي لم يلد ولم
يولد) yaitu tidak beranak dan tidak diperanakkan. Beliau menafsirkan
ayat ini dengan ayat sesudahnya dan ini tafsiran yang sangat bagus.
Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Sa’id bin Al Musayyib, Mujahid, Abdullah bin
Buraidah, ’Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ’Atho’ bin Abi Robbah, ’Athiyyah
Al ’Awfiy, Adh Dhohak dan As Sudi mengatakan bahwa
Ash Shomad adalah (لا جوف له) yaitu tidak memiliki rongga (perut).
Al Hafizh Abul Qosim Ath Thobroni dalam kitab Sunnahnya -setelah
menyebut berbagai pendapat di atas tentang tafsir Ash Shomad- berkata,
”Semua makna ini adalah shohih (benar). Sifat tersebut merupakan sifat
Rabb kita ’Azza wa Jalla. Dia-lah tempat bersandar dan bergantung dalam
segala kebutuhan. Dia-lah yang paling tinggi kekuasaan-Nya. Dia-lah Ash
Shomad tidak ada yang berasal dari-Nya. Allah tidak butuh makan dan
minum. Dia tetap kekal setelah para makhluk-Nya binasa. Baihaqi juga
menjelaskan yang demikian.” (Diringkas dari Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Tafsir Ayat Ketiga
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3)
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
Kalimat (لَمْ يَلِدْ) sebagaimana dikatakan Maqotil,
”Tidak beranak kemudian mendapat warisan.” Kalimat (وَلَمْ يُولَدْ)
maksudnya adalah tidak disekutui. Demikian karena orang-orang musyrik
Arab mengatakan bahwa Malaikat adalah anak perempuan Allah . Kaum Yahudi
mengatakan bahwa ’Uzair adalah anak Allah. Sedangkan Nashoro mengatakan
bahwa Al Masih (Isa, pen) adalah anak Allah. Dalam ayat ini, Allah
meniadakan itu semua.” (Zadul Masiir)
Tafsir Ayat Keempat
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Maksudnya adalah tidak ada seorang pun sama dalam setiap sifat-sifat
Allah. Jadi Allah meniadakan dari diri-Nya memiliki anak atau dilahirkan
sehingga memiliki orang tua. Juga Allah meniadakan adanya yang semisal
dengan-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 293)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan makna ayat: ”dan tidak
ada seorangpun yang setara dengan Dia” yaitu tidak ada yang serupa
(setara) dengan Allah dalam nama, sifat, dan perbuatan.
KEUTAMAAN SURAT AL IKHLASH SECARA UMUM
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ رَجُلاً سَمِعَ رَجُلاً يَقْرَأُ ( قُلْ هُوَ
اللَّهُ أَحَدٌ ) يُرَدِّدُهَا ، فَلَمَّا أَصْبَحَ جَاءَ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، وَكَأَنَّ
الرَّجُلَ يَتَقَالُّهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – «
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ »
Dari Abu Sa’id (Al Khudri) bahwa seorang laki-laki mendengar seseorang
membaca dengan berulang-ulang ’Qul huwallahu ahad’. Tatkala pagi hari,
orang yang mendengar tadi mendatangi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam dan menceritakan kejadian tersebut dengan nada seakan-akan
merendahkan surat al Ikhlas. Kemudian Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda, ”Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya
surat ini sebanding dengan sepertiga Al Qur’an”. (HR. Bukhari no. 6643)
[Ada yang mengatakan bahwa yang mendengar tadi adalah Abu Sa’id Al
Khudri, sedangkan membaca surat tersebut adalah saudaranya Qotadah bin
Nu’man.]
Begitu juga dalam hadits:
عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «
أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ فِى لَيْلَةٍ ثُلُثَ الْقُرْآنِ ».
قَالُوا وَكَيْفَ يَقْرَأُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ قَالَ « (قُلْ هُوَ اللَّهُ
أَحَدٌ) يَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ ».
Dari Abu Darda’ dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, beliau
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Apakah seorang di antara kalian
tidak mampu untuk membaca sepertiga Al Qur’an dalam semalam?” Mereka
mengatakan, ”Bagaimana kami bisa membaca seperti Al Qur’an?” Lalu Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Qul huwallahu ahad itu
sebanding dengan sepertiga Al Qur’an.” (HR. Muslim no. 1922)
An Nawawi mengatakan, dalam riwayat yang lainnya dikatakan,
”Sesungguhnya Allah membagi Al Qur’an menjadi tiga bagian. Lalu Allah
menjadikan surat Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) menjadi satu
bagian dari 3 bagian tadi.” Lalu Al Qodhi mengatakan bahwa Al Maziri
berkata, ”Dikatakan bahwa maknanya adalah Al Qur’an itu ada tiga bagian
yaitu membicarakan (1) kisah-kisah, (2) hukum, dan (3) sifat-sifat
Allah. Sedangkan surat Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) ini berisi
pembahasan mengenai sifat-sifat Allah. Oleh karena itu, surat ini
disebut sepertiga Al Qur’an dari bagian yang ada. (Syarh Shohih Muslim,
6/94)
Apakah Surat Al Ikhlas bisa menggantikan sepertiga Al Qur’an?
Maksudnya adalah apakah seseorang apabila membaca Al Ikhlas sebanyak
tiga kali sudah sama dengan membaca satu Al Qur’an 30 juz? [Ada sebagian
orang yang meyakini hadits di atas seperti ini.]
Jawabannya: tidak. Karena ada suatu kaedah: “Sesuatu yang bernilai sama, belum tentu bisa menggantikan.”
Itulah surat Al Ikhlas. Surat ini sama dengan sepertiga Al Qur’an, namun
tidak bisa menggantikan Al Qur’an. Salah satu buktinya adalah apabila
seseorang mengulangi surat ini sebanyak tiga kali dalam shalat, tidak
mungkin bisa menggantikan surat Al Fatihah (karena membaca surat Al
Fatihah adalah rukun shalat, pen). Surat Al Ikhlas tidak mencukupi atau
tidak bisa menggantikan sepertiga Al Qur’an, namun dia hanya bernilai
sama dengan sepertiganya.
Bukti lainnya adalah seperti hadits :
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ
الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ عَشْرَ
مِرَارٍ كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ أَرْبَعَةَ أَنْفُسٍ مِنْ وَلَدِ
إِسْمَاعِيلَ
”Barangsiapa mengucapkan (لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ
لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ)
sebanyak sepuluh kali, maka dia seperti memerdekakan emat budak
keturunan Isma’il.” (HR. Muslim no. 7020)
Pertanyaannya : Apakah jika seseorang memiliki kewajiban kafaroh, dia cukup membaca dzikir ini?
Jawabannya : Tidak cukup dia membaca dzikir ini. Karena sesuatu yang
bernilai sama belum tentu bisa menggantikan. (Diringkas dari Syarh Al
Aqidah Al Wasithiyyah 97-98, Tafsir Juz ‘Amma 293)
Mudah-mudahan kita memahami hal ini
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم لأَصْحَابِهِ :
أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ ثُلُثَ الْقُرْآنِ فِي لَيْلَةٍ ؟
فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ وَقَالُوا: أَيُّنَا يُطِيقُ ذَلِكَ يَارَسُولَ
اللَّهِ ؟ فَقَالَ :اللَّهُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ ثُلُثُ الْقُرْآنِ
رواه البخاري
Adakah diantara kalian yang tidak mampu untuk membaca sepertiga
al-Qur’an dalam semalam ?. Para sahabatpun merasa keberatan dan berkata:
Siapa yang kuat melaksanakan hal itu hai Rasulullah ?. Rasulullah saw
pun menjawab: Allahu al-samad (surat al-ikhlas) sama seperti sepertiga
al-Qur’an.
Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (hadis no. 4628) dan Ahmad (hadis no. 10631).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ :
أَقْبَلْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَسَمِعَ رَجُلًا
يَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : وَجَبَتْ. قُلْتُ: وَمَا وَجَبَتْ ؟
قَالَ: الْجَنَّةُ
رواه مالك وأحمد والترمذي
Saya (Abu Hurairah) bersama-sama Nabi saw mendengar seorang membaca Qul
huwa Allahu ahad Allahu al-samad (surah al-Ikhlas). Maka Rasulullah saw
bersabda: Wajiblah. Sayapun bertanya: Apa yang wajib ?. Jawab baginda:
Surga.
Hadis hasan, diriwayatkan oleh Malik (hadis no. 435), Ahmad (hadis no.
7669 dan 10498) dan al-Tirmizi (hadis no. 2822) yang berpendapat bahwa
hadis ini Hasan Gharib .
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ:
مَنْ قَرَأَ كُلَّ يَوْمٍ مِائَتَيْ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ،
مُحِيَ عَنْهُ ذُنُوبُ خَمْسِينَ سَنَةً إِلاَّ أَنْ يَكُونَ عَلَيْهِ
دَيْنٌ .
رواه الترمذي
Anas ibn Malik ra berkata: Rasulullah saw bersabda:Barangsiapa yang
setiap hari membaca 200 kali surah Qul Huwa Allahu Ahad, maka
dihapuskanlah dosa-dosanya selama 50 tahun, kecuali dosa yang
dikarenakan hutang .
Hadis da’if, diriwayatkan oleh al-Tirmizi (hadis no. 2823) melalui Hatim
bin Maimun Abu Sahl, dari Thabit al-Bunani, dari Anas bin Malik. Hatim
dikritik sebagai perawi yang da’if oleh banyak kritikus rijal al-hadits
(lihat Taqrib al-Tahdzib, h. 144). Secara zahirnya, al-Munawi juga
mengisyarakatkan ke-dha’if-annya sambil mengingatkan kredibilitas Hatim
yang dha’if, bahkan dha’if sekali (Faydl al-Qadir, jil. VI, h. 250).
Namun hadis ini mempunyai mutaba’ah atau syahid seperti diriwayatkan
oleh al-Darimi (hadis no. 2303). Al-Tirmizi mengatakan bahwa hadis ini
gharib. Al-Suyuti menyebutkan hadis ini sebagai riwayat Ibn Adiy lalu
menghukumkannya da’if (hadis no. 8952).
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ :
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنَامَ عَلَى فِرَاشِهِ فَنَامَ عَلَى يَمِينِهِ ثُمَّ
قَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ مِائَةَ مَرَّةٍ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ
الْقِيَامَةِ يَقُولُ لَهُ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَا عَبْدِيَ
ادْخُلْ عَلَى يَمِينِكَ الْجَنَّةَ
رواه الترمذي
Anas ibn Malik ra berkata: Rasulullah saw bersabda:Barangsiapa yang
ingin tidur di atas tempat tidurnya kemudian memiringkan posisinya ke
kanan, lalu membaca surah Qul Huwa Allahu Ahad (surah al-Ikhlas) 100
kali, maka ketika hari kiamat nanti Allah swt akan berkata kepadanya:
Wahai hamba-Ku, masuklah ke surga di sebelah kananmu
Hadis da’if, diriwayatkan oleh al-Tirmizi dengan jalan yang sama, yaitu melalui Hatim bin Maimun (hadis no. 2823).
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَجُلٌ
مِنْ الْأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءَ، فَكَانَ كُلَّمَا
افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ لَهُمْ فِي الصَّلَاةِ فَقَرَأَ بِهَا
افْتَتَحَ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا، ثُمَّ
يَقْرَأُ بِسُورَةٍ أُخْرَى مَعَهَا. وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ
رَكْعَةٍ. فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا: إِنَّكَ تَقْرَأُ بِهَذِهِ
السُّورَةِ ثُمَّ لَا تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِسُورَةٍ
أُخْرَى، فَإِمَّا أَنْ تَقْرَأَ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا
وَتَقْرَأَ بِسُورَةٍ أُخْرَى. قَالَ: مَا أَنَا بِتَارِكِهَا، إِنْ
أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِهَا فَعَلْتُ وَإِنْ كَرِهْتُمْ
تَرَكْتُكُمْ. وَكَانُوا يَرَوْنَهُ أَفْضَلَهُمْ وَكَرِهُوا أَنْ
يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ. فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وسَلَّم أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَ، فَقَالَ: يَا فُلَانُ، مَا يَمْنَعُكَ
مِمَّا يَأْمُرُ بِهِ أَصْحَابُكَ، وَمَا يَحْمِلُكَ أَنْ تَقْرَأَ هَذِهِ
السُّورَةَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ ؟ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي
أُحِبُّهَا.فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ: إِنَّ حُبَّهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ
رواه الترمذي وأحمد والدارمي
Seorang sahabat dari kalangan Ansor menjadi imam salat di masjid Quba,
Setiap rakaat dia membaca Qul huwa Allah. Pada raka’at pertama dia
membacanya setelah al-Fatihah, pada reka’at kedua dia akan membaca dua
surat setelah al-Fatihah, satu diantaranya adalah Qul huwa Allah.
Setelah kejadian ini terus berulang, para sahabat (jamaahnya)
mempertanyakannya dan berkata: Kami melihat kamu selalu membaca surah
ini, sementara kami berpendapat bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan
sampai kamu membaca surah yang lain, baik kamu membaca kedua surah itu
sekaligus atau kamu meninggalkan surah itu (al-Ikhlas) untuk digantikan
dengan surah yang lain. Sahabat ini menjawab: Saya tidak akan
meninggalkannya. Jika kalian senang kalau saya yang menjadi imam, akan
saya lanjutkan. Namun jika kalian tidak menyenanginya, saya tidak akan
menjadi imam shalat kalian lagi. Kenyataannya, mereka memandangnya
sebagai orang yang paling afdal di antara mereka, dan mereka tidak
senang kalau diimami oleh orang lain. Ahirnya, mereka menemui Rasulullah
saw dan menceritakan hal ini. Rasulullah saw pun menanyakan sahabat itu
: Hai Pulan, apa yang menyebabkan kamu enggan untuk melakukan saran
sahabat-sahabat kamu, dan apa yang membawa kamu untuk selalu membaca
surah ini (al-Ikhlas) di setiap raka’at ? Dia menjawab : Wahai
Rasulullah, saya mencintainya. Rasulullah saw pun menjawab :
Sesungguhnya mencintainya itu akan membawa kamu ke syurga.
Hadis sahih, diriwayat al-Tirmizi (Hadis no. 2826), Ahmad (hadis no.
11982 dan 12054) dan al-Darimi (hadis no. 3300). al-Tirmizi berkata:
Hadis ini Hasan Gharib Sahih.
HADITS-HADITS PALSU TENTANG KEUTAMAAN MEMBACA SURAT AL-IKHLAS
(*) HADITS PERTAMA:
عن عبد الله بن أحمد بن عامر : حدثنا أبي : حدثنا علي بن موسى عن أبي موسى
بن جعفر بن محمد عن أبيه عن أبيه محمد بن علي عن أبيه عن أبيه الحسين عن
أبيه علي مرفوعا: من مر بالمقابر فقرأ ( قل هوالله أحد ) إحدى عشرة مرة ,
ثم وهب أجره للأموات , أعطي من الأجر بعدد الأموات ”
Diriwayatkan Dari Abdullah bin Ahmad bin Amir, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami ayahku, ia berkata; telah menceritakan kepada
kami Ali bin Musa, Dari Abu Musa bin Ja’far bin Muhammad, Dari ayahnya,
dari ayahnya (yang bernama) Muhammad bin Ali, Dari ayahnya, Dari ayahnya
(yang bernama) Al-Husain, Dari ayahnya (yang bernama) Ali radhiyallahu
anhu secara marfu’: “Barangsiapa melewati pekuburan lalu ia membaca (Qul
Huwallahu Ahad) sebelas kali, kemudian ia hadiahkan pahala (bacaan)nya
itu kepada orang-orang mati, maka ia akan diberi pahala (oleh Allah)
sejumlah orang-orang yang telah mati.”
(*) TAKHRIJ HADITS:
Hadits ini dikeluarkan Oleh Abu Muhammad Al-Khollaal di dalam Fadho-il Al-Ikhlash, Dan Ad-Dailami di dalam Musnad Al-Firdaus.
(*) DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya Maudhu’ (PALSU) sebagaimana dinyatakan Oleh
As-Suyuthi di dalam Dzailu Al-Ahaadiitsi Al-Maudhuu’ah, Al-Hafizh
As-Sakhowi di dalam Al-Fataawaa Al-Hadiitsiyyah, dan Ibnu Iraq di dalam
Tanziihu Asy-Syarii’ati Al-Marfuu’ati ‘An Al-Ahaadiitsi Asy-Syii’ati
Al-Maudhuu’ah, Dan syaikh Al-Albani di dalam Silsilatu Al-Ahaadiitsi
Adh-Dho’iifati wa Al-Maudhuu’ah III/452 nomor hadits: 1290.
» Sebab yang menjadikan hadits ini derajatnya PALSU, ialah karena di
dalam sanadnya Ada 2 perawi hadits yang PENDUSTA, yaitu Abdullah bin
Ahmad bin Amir Ath-Thoifi, Dan ayahnya Ahmad bin Amir Ath-Thoifi,
sebagaimana yang dinyatakan Oleh Al-Hafizh As-Sakhowi.
Demikian penjelasan para ulama hadits tentang derajat hadits ini. Smg kita semakin berhati-hati dlm beramal.
Itulah kenapa penulis dalam Ziaroh Kubur Hanya dengan membaca apa yang sesuai dengan adab Ziaroh.
(*) HADITS KEDUA:
روى أبو نعيم من حديث أبي العلاء يزيد بن عبد الله بن الشخير عن أبيه قال:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: “من قرأ { قل هو الله أحد } في مرضه
الذي يموت فيه لم يفتن في قبره، وأمن من ضغطة القبر، وحملته الملائكة يوم
القيامة بأكفها حتى تجيزه من الصراط إلى الجنة”
Abu Nu’aim meriwayatkan dari hadits dari Abul ‘Alaa’ Yazid bin Abdullah
Asy-Syikhkhir, dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda: ”Barangsiapa membaca surat “Qul Huwallaahu Ahad”
(yakni surat Al-Ikhlas) pada sakit yang membawa kepada kematiannya,
niscaya ia tidak akan menghadapi fitnah dalam kuburnya (yakni pertanyaan
n siksaan di alam kubur, pent), ia jg aman dari gencatan kuburan, dan
para Malaikat akan membawanya dengan sayap-sayapnya melalui titian
shirotol mustaqim sampai ke dalam Surga.”
(*) TAKHRIJ HADITS:
Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Nu’aim di dalam Hilyatu Al-Auliya’
II/213, dan Ath-Thobroni di dalam Al-Mu’jamu Al-Ausath II/54 no.5913.
(*) DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya Maudhu’ (PALSU). Termasuk salah satu hadits yg
didustakan atas nama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Hadits ini Maudhu’ (PALSU).”
(Lihat Silsilatu Al-Ahaadiitsi Adh-Dho’ifati wa Al-Maudhuu’ati I/473).
Hadits ini dinilai palsu oleh para ulama hadits karena di dalam sanadnya
Ada seorang perawi hadits yg bernama Nashr bin Hammad al-Balkhi, ia
seorang pendusta dan tertuduh sebagai pemalsu hadits.
» Ath-Thobroni rahimahullah berkata tentangnya: “Nashr bin Hammaad
Al-Balkhi dituduh sebagai pemalsu hadits Dan ia jg telah bersendirian
dalam dengan riwayat ini.
» Yahya bin Ma’in rahimahullah berkata tentangnya: “Dia seorang
pendusta. Dan aku tidak mengenali gurunya yg bernama Malik bin Abdullah
Al-Azdi.”
» Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani rahimahullah berkata tentangnya:
“Dia seorang yg DHO’IF (lemah), Dan ia diduga telah memalsukan hadits.”
(Lihat Taqriibu At-Tahdziib karya Ibnu hajar II/560 no.7109).
Dengan demikian, Tidak Boleh bagi kita menyampaikan n menulis atau
menshare atau broadcast hadits ini kecuali dengan tujuan untuk
menjelaskan kepalsuanya kepada Umat.
9 Waktu Dianjurkan Membaca Surat Al-Ikhlas
Semoga kita bisa mendapatkan keberkahan dengan mengamalkannya.
Pertama: waktu pagi dan sore hari.
Pada waktu ini, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash bersama dengan
maw’idzatain (surat Al Falaq dan surat An Naas) masing-masing sebanyak
tiga kali. Keutamaan yang diperoleh adalah: akan dijaga dari segala
sesuatu (segala keburukan).
Dari Mu'adz bin Abdullah bin Khubaib dari bapaknya ia berkata,
خَرَجْنَا فِى لَيْلَةِ مَطَرٍ وَظُلْمَةٍ شَدِيدَةٍ نَطْلُبُ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِيُصَلِّىَ لَنَا فَأَدْرَكْنَاهُ فَقَالَ «
أَصَلَّيْتُمْ ». فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا فَقَالَ « قُلْ ». فَلَمْ أَقُلْ
شَيْئًا ثُمَّ قَالَ « قُلْ ». فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا ثُمَّ قَالَ « قُلْ
». فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَقُولُ قَالَ « (قُلْ هُوَ اللَّهُ
أَحَدٌ) وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ حِينَ تُمْسِى وَحِينَ تُصْبِحُ ثَلاَثَ
مَرَّاتٍ تَكْفِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ »
Pada malam hujan lagi gelap gulita kami keluar mencari
Rosulullohshollallohu 'alaihi wa sallam untuk sholat bersama kami, lalu
kami menemukannya. Beliau bersabda, "Apakah kalian telah shalat?" Namun
sedikitpun aku tidak berkata-kata. Beliau bersabda, "Katakanlah". Namun
sedikit pun aku tidak berkata-kata. Beliau bersabda, "Katakanlah". Namun
sedikit pun aku tidak berkata-kata. Kemudian beliau bersabda,
"Katakanlah". Hingga aku berkata, "Wahai Rosululloh, apa yang harus aku
katakan?” Rosulullaoh shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Katakanlah (bacalah surat) QUL HUWALLAHU AHAD DAN QUL A'UDZU
BIRABBINNAAS DAN QUL A'UDZU BIRABBIL FALAQ ketika sore dan pagi sebanyak
tiga kali, maka dengan ayat-ayat ini akan mencukupkanmu (menjagamu)
dari segala keburukan." (HR. Abu Daud no. 5082 dan An Nasai no. 5428.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits inihasan)
Kedua: sebelum tidur.
Pada waktu ini, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq, An
Naas dengan terlebih dahulu mengumpulkan kedua telapak tangan, lalu
keduanya ditiup, lalu dibacakanlah tiga surat ini. Setelah itu, kedua
telapak tangan tadi diusapkan pada anggota tubuh yang mampu dijangkau
dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Cara seperti tadi
diulang sebanyak tiga kali.
Dari ‘Aisyah, beliau rodhiyallohu ‘anhaberkata,
أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى
فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ
فِيهِمَا ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ
الْفَلَقِ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا
مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ
وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
“Nabi shollallohu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di
setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua
telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat
Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul
a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua
telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai
dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang
demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017)
Ketiga: ketika ingin meruqyah (membaca do’a dan wirid untuk penyembuhan ketika sakit).
Bukhari membawakan bab dalam shohihnya ‘Meniupkan bacaan ketika ruqyah’.
Lalu dibawakanlah hadits serupa di atas dan dengan cara seperti
dijelaskan dalam point kedua.
عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى
الله عليه وسلم - إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ نَفَثَ فِى كَفَّيْهِ بِقُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَبِالْمُعَوِّذَتَيْنِ جَمِيعًا ، ثُمَّ يَمْسَحُ
بِهِمَا وَجْهَهُ ، وَمَا بَلَغَتْ يَدَاهُ مِنْ جَسَدِهِ . قَالَتْ
عَائِشَةُ فَلَمَّا اشْتَكَى كَانَ يَأْمُرُنِى أَنْ أَفْعَلَ ذَلِكَ بِهِ
Dari 'Aisyah rodhiyallohu 'anha, dia berkata, "Apabila Rosululloah
shollallohu 'alaihi wa sallam hendak tidur, beliau akan meniupkan ke
telapak tangannya sambil membaca QUL HUWALLAHU AHAD (surat Al Ikhlas)
dan Mu'awidzatain (Surat An Naas dan Al Falaq), kemudian beliau
mengusapkan ke wajahnya dan seluruh tubuhnya. Aisyah berkata,“Ketika
beliau sakit, beliau menyuruhku melakukan hal itu (sama seperti ketika
beliau hendak tidur, -pen)." (HR. Bukhari no. 5748)
Jadi tatkala meruqyah, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al
Falaq, An Naas dengan cara: Terlebih dahulu mengumpulkan kedua telapak
tangan lalu keduanya ditiup lalu dibacakanlah tiga surat tersebut.
Setelah itu, kedua telapak tangan tadi diusapkan pada anggota tubuh yang
mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan.
Cara seperti ini diulang sebanyak tiga kali.
Keempat : wirid seusai shalat (sesudah salam).
Sesuai shalat dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq dan An Naas masing-masing sekali. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata,
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ الْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ
“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam memerintahkan padaku untuk
membaca mu’awwidzaat di akhir sholat (sesudah salam).” (HR. An Nasai
no. 1336 dan Abu Daud no. 1523. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
inishahih). Yang dimaksudmu’awwidzaat adalah surat Al Ikhlas, Al Falaq
dan An Naas sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani. (Fathul
Bari, 9/62)
Kelima: dibaca ketika mengerjakan shalat sunnah fajar (qobliyah shubuh).
Ketika itu, surat Al Ikhlash dibaca bersama surat Al Kafirun. Surat Al
Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah,
sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.
Dari’ Aisyah rodhiyallohu ‘anha,Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتِ السُّوْرَتَانِ يَقْرَأُ بِهِمَا فِي رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ
الفَجْرِ : { قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ } وَ { قُلْ يَا أَيُّهَا
الكَافِرُوْنَ
“Sebaik-baik surat yang dibaca ketika dua raka’at qobliyah shubuh adalah
Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) dan Qul yaa ayyuhal kaafirun
(surat Al Kafirun).” (HR. Ibnu Khuzaimah 4/273. Syaikh Al Albani
mengatakan dalam Silsilah Ash Shohihah bahwa hadits inishahih. Lihat As
Silsilah Ash Shohihah no. 646). Hal ini juga dikuatkan dengan hadits
Ibnu Mas’ud yang akan disebutkan pada point berikut.
Keenam: dibaca ketika mengerjakan shalat sunnah ba’diyah maghrib.
Ketika itu, surat Al Ikhlash dibaca bersama surat Al Kafirun. Surat Al
Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah,
sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.
Abdullah bin Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu mengatakan,
مَا أُحْصِى مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
يَقْرَأُ فِى الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَفِى الرَّكْعَتَيْنِ
قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ بِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Aku tidak dapat menghitung karena sangat sering aku mendengar bacaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat pada shalat dua
raka’at ba’diyah maghrib dan pada shalat dua raka’at qobliyah shubuh
yaitu Qul yaa ayyuhal kafirun (surat Al Kafirun) dan qul huwallahu ahad
(surat Al Ikhlash).” (HR. Tirmidzi no. 431. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini hasan shahih)
Ketujuh: dibaca ketika mengerjakan shalat witir tiga raka’at.
Ketika itu, surat Al A’laa dibaca pada raka’at pertama, surat Al Kafirun
pada raka’at kedua dan surat Al Ikhlash pada raka’at ketiga.
Dari ‘Abdul Aziz bin Juraij, beliau berkata, “Aku menanyakan pada
‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, surat apa yang dibaca oleh Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam (setelah membaca Al Fatihah) ketika shalat
witir?”
‘Aisyah menjawab,
كَانَ يُوتِرُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ
يَقْرَأُ فِى الأُولَى بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَفِى
الثَّانِيَةِ بِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَفِى الثَّالِثَةِ بِ
(قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ.
“Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam membaca pada raka’at pertama:
Sabbihisma robbikal a’la (surat Al A’laa), pada raka’at kedua: Qul yaa
ayyuhal kafiruun (surat Al Kafirun), dan pada raka’at ketiga: Qul
huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) dan mu’awwidzatain (surat Al Falaq dan
An Naas).” (HR. An Nasai no. 1699, Tirmidzi no. 463, Ahmad 6/227)
Dalam riwayat yang lain disebutkan tanpa surat al mu’awwidzatain.
عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- يُوتِرُ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)
Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa
sallam biasanya melaksanakan sholat witir dengan membaca Sabbihisma
robbikal a’la (surat Al A’laa), Qul yaa ayyuhal kafiruun (surat Al
Kafirun), dan Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash)” (HR. Abu Daud no.
1423 dan An Nasai no. 1730)
Ibnu Qudamah Al Maqdisirohimahulloh mengatakan,
وَحَدِيثُ عَائِشَةَ فِي هَذَا لَا يَثْبُتُ ؛ فَإِنَّهُ يَرْوِيهِ يَحْيَى
بْنُ أَيُّوبَ ، وَهُوَ ضَعِيفٌ .وَقَدْ أَنْكَرَ أَحْمَدُ وَيَحْيَى بْنُ
مَعِينٍ زِيَادَةَ الْمُعَوِّذَتَيْنِ .
“Hadits ‘Aisyah tidaklah shahih. Di dalamnya ada seorang perowi bernama
Yahya bin Ayyub, dan ia dho’if. Imam Ahmad dan Yahya bin Ma’in telah
mengingkari penambahan “mu’awwidzatain”.” (Al Mughni, 1/831)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan,
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح لغيره دون قوله : والمعوذتين وهذا إسناد ضعيف عبد العزيز بن جريج لا يتابع في حديثه
“Hadits ini shahih kecuali pada perkataan “al mu’awwidzatain”, ini
sanadnya dho’if karena ‘Abdul ‘Aziz bin Juraij tidak diikuti dalam
haditsnya.”(Tahqiq Musnad Al Imam Ahmad bin Hambal, 6/227)
Jadi yang tepat dalam masalah ini, bacaan untuk shalat witir adalah
raka’at pertama dengan surat Al A’laa, raka’at kedua dengan surat Al
Kafirun dan raka’at ketiga dengan surat Al Ikhlas (tanpa
mu’awwidzatain).
Namun bacaan ketika witir ini sebaiknya tidak rutin dibaca, sebaiknya
diselingi dengan berganti membaca surat lainnya. Syaikh ‘Abdullah Al
Jibrinrohimahulloh mengatakan,
والظاهر أنه يكثر من قراءتها، ولا يداوم عليها فينبغي قراءة غيرها أحياناً حتى لا يعتقد العامة وجوب القراءة بها
“Yang nampak dari hadits yang ada, hendaklah bacaan tersebut seringkali
saja dibaca, namun tidak terus-terusan. Sudah seharusnya seseorang
membaca surat yang lain ketika itu agar orang awam tidak salah
paham,ditakutkan mereka malah menganggapnya sebagai perkara yang wajib.”
(Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, 24/43)
Kedelapan: dibaca ketika mengerjakan shalat Maghrib (shalat wajib) pada malam jum’at.
Surat Al Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah, sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.
Dari Jabir bin Samroh, beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ فِي صَلاَةِ المَغْرِبِ
لَيْلَةَ الجُمُعَةِ : ( قَلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُوْنَ ) وَ ( قُلْ هُوَ
اللهُ أَحَدٌ
“Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam biasa ketika shalat maghrib pada
malam Jum’at membaca Qul yaa ayyuhal kafirun’ dan ‘Qul ‘ huwallahu
ahad’. ” (Syaikh Al Albani dalam Takhrij Misykatul Mashobih (812)
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Kesembilan: ketika shalat dua rak’at di belakang maqom Ibrahim setelah thowaf.
Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillahrodhiyallohu ‘anhu yang amat panjang disebutkan,
فجعل المقام بينه وبين البيت [ فصلى ركعتين : هق حم ] فكان يقرأ في
الركعتين : (قل هو الله أحد ) و ( قل يا أيها الكافرون ) ( وفي رواية : (
قل يا أيها الكافرون ) و ( قل هو الله أحد )
“Lantas Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam menjadikan maqom Ibrahim
antara dirinya dan Ka’bah, lalu beliau laksanakan shalat dua raka’at.
Dalam dua raka’at tersebut, beliau membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al
Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun).
Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau membaca Qul yaa-ayyuhal
kaafirun (surat Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas).”
(Disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Hajjatun Nabi shollallohu
‘alaihi wa sallam, hal. 56)
Semoga sajian ini bermanfaat
Wallohu A'lam Bishshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar