Rabu, 26 Februari 2020

Sayyidul Istighfar Doa Yang Sangat Penting Bagi Manusia


Sayyidul istighfar adalah bacaan atau doa yang mengrajai atau ketua dari semua istighfar. banyak istighfar tapi sayyidul istighfar inilah raja nya atau paling bagus nya bacaan istighfar. di bawah ini adalah doa sayyidul istighfar :
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
Artinya ”Ya Allah Engkau adalah Tuhanku, Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau, Engkau yang menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu dan aku diatas ikatan janji -Mu dan akan menjalankannya dengan semampuku, aku berlindung kepadamu dari segala kejahatan yang telah aku perbuat, aku mengakui-Mu atas nikmat-Mu terhadap diriku dan aku mengakui dosaku pada-Mu, maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang mengampuni segala dosa kecuali Engkau”.
Keutamaan:
Do’a Sayidul Istighfar ini mempunyai keutamaan yang sangat besar sekali, yaitu orang yang selalu membacanya dengan yakin akan dimasukkan ke dalam surga. 
Hal ini dinyatakan sendiri oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dalam hadist berikutnya :
ومن قالها من النهار موقنًا بها فمات من يومه قبل أن يمسي فهو من أهل الجنة ، ومن قالها من الليل وهو موقن بها فمات قبل أن يصبح فهو من أهل الجنة 
” Siapa saja yang mengucapkan sayidul istihgfar pada siang hari dengan yakin, kemudian meninggal dunia sebelum datang waktu sore, niscaya dia termasuk ahli syurga. Dan Siapa saja yang membacanya di waktu malam dengan yakin, kemudian dia meninggal dunia sebelum datangnya pagi, niscaya dia termasuk ahli syurga ” ( HR Bukhari, no : 6306 )
Lalu bagaimana manfaat, dan kutamaan membaca sayyidul istighfar? hadits nabi mengatakan : 
صحيح البخاري ٥٨٣١: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ قَالَ حَدَّثَنِي بُشَيْرُ بْنُ كَعْبٍ الْعَدَوِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ قَالَ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ 
Shahih Bukhari 5831: Telah menceritakan kepada kami Abu Ma’mar telah menceritakan kepada kami Abdul Warits telah menceritakan kepada kami Al Husain telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Buraidah dia berkata; telah menceritakan kepadaku Busyair bin Ka’b Al ‘Adawi dia berkata; telah menceritakan kepadaku Syaddad bin Aus radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; “Sesungguhnya istighfar yang paling baik adalah; kamu mengucapkan: ‘ALLAHUMMA ANTA RABBI LAA ILAAHA ILLA ANTA KHALAQTANI WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHA’TU A’UUDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHANA’TU ABUU`U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABUU`U LAKA BIDZANBI FAGHFIRLI FA INNAHU LAA YAGHFIRU DZDZUNUUBA ILLA ANTA ‎
(Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku denganMu dan keyakinanku terhadap apa yang Engkau janjikan, sekuat kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.) ‘.” Beliau bersabda: ‘Jika ia mengucapkan di waktu siang dengan penuh keyakinan lalu meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk dari penghuni surga. Dan jika ia membacanya di waktu malam dengan penuh keyakinan lalu meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk dari penghuni surga.’
Sayyid Fadhl Bin Alawiy Maula al-Dawilah (Wafat 1319 H) mengatakan dalam kitabnya Syarh al-Wird al-Lathif:
وسمي سيد الاستغفار لانه جامع للاعتراف والاعتذار وطلب المغفرة والتوبة والتوحيد .
Artinya: Dzikir tersebut dinamai Sayyidul istighfar (Rajanya istighfar) karena di dalamnya mencakup pengakuan dan pernyataan terhadap kesalahan serta permohonan ampunan, taubat dan bukti pengesaan terhadap Allah.
Maksudnya adalah: Dzikir tersebut kepangku naman Rajanya Istighfar karena  melebihi seluruh bentuk istighfar dalam hal keutamaan. Dan lebih tinggi dalam hal kedudukan.
Dari sini dapat dipahami bahwa siapa saja yang membaca Sayyidul istighfar dengan yakin, maka Allah Taala akan memasukkannya ke surga.
 PENJELASAN TENTANG BACAAN SAYYIDUL ISTIGHFAR
Setelah kita mengetahui bacaan sayyidul istighfar, alangkah baiknya, jika kita tidak hanya sekedar menghafal doa-doa tersebut, namun harus dipahami dan direnungi makna setiap lafadhnya, sekaligus mengetahui juga akan kandungan dan keutamaan dari doa tersebut.
Berikut penjelasan dari doa tersebut :
1)     Allohumma annta robbii  (Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Rabb-ku) 
Maksudnya kita mengakui bahwa Allah adalah pencipta dan pemelihara kita. Karena Rabb berarti : pencipta ,pemilik dan pemelihara. Pengakuan seperti ini disebut dengan ” Tauhid Rububiyah ” . Maka, doa itu kalau kita panjangkan, kira-kira berbunyi begini : ” Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Rabb-Ku, Dzat Yang menciptakanku…dulu saya tidak ada, hanya dengan izin-Mu aku menjadi ada dan masih hidup di dunia ini… Engkau adalah Rabb-ku, Dzat Yang memeliharaku…dulu aku kecil, tidak bisa apa-apa dan tidak tahu apa-apa, hanya dengan Inayah dan Perhatian-Mu, sehingga aku menjadi besar dan tahu banyak hal…Engkaulah Yang memberikan-ku rizki sehingga sampai sekarang aku bisa makan dan minum….
2)    Laaaaaa ilaaha illaaaaaa annth (tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau), Maksudnya kita mengakui dan menyatakan bahwa di alam ini tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah SWT. Karena ” ilah ” berarti : sesuatu yang disembah , sesuatu yang dijadikan gantungan dan sandaran, sesuatu yang dituju dan dicari ketika terjadi kesulitan. Pengakuan seperti ini disebut dengan ”Tauhid Uluhiyah”. Jadi doa ini kalau dipanjangkan kira-kira berbunyi : ” Tiada yang berhak disembah dan dimintai kecuali Engkau ya Allah…Aku tidak akan meminta hajat kecuali kepada-Mu ya Allah, tiada akan meminta bantuan kecuali kepada-Mu ya Allah, tiada minta kesembuhan kecuali kepada-Mu ya Allah, tiada memohon ampun kecuali kepada-Mu ya Allah, tiada memohon jalan keluar dalam seluruh masalah kecuali kepadaMu ya Allah…
Inilah inti dari seluruh ibadat kita. Kita sholat, kita berpuasa, kita membayar zakat dan kita melakukan ibadat haji…semuanya berisi ketundukan kepada Allah SWT. Maka, tiada artinya kita sholat tiap hari, tapi kita masih memohon perlindungan kepada selain Allah, kita masih memberikan sesajen di pojok-pojok jalan, di bawah-bawah pohon beringin , di tepi-tepi pantai selatan, di lereng-lereng gunung …yang tujuannya untuk kita persembahkan kepada jin penunggu tempat-tempat tersebut.Tiada artinya kita haji sepuluh atau dua puluh kali, tetapi kita masih datang ke dukun-dukun untuk meminta jodoh, meminta keturunan, meminta pelaris dan meminta jabatan.
3)    Kholaqtanii wa ana ‘abduk 
    (Engkau telah menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu)
    Engkau adalah Dzat Yang menciptakan seluruh alam ini, aku hanyalah seorang hamba yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa, kecuali dengan bantuan-Mu..hamba yang tidak mempunyai apa-apa kecuali dengan pemberian-Mu ya Allah.
4)    Wa ana ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mastatho’th (aku akan berusaha memenuhi janji-janjiku kepada-Mu dan membenarkan janji-janji-Mu sekuat tenagaku)
Al ‘Ahdu ( Janji kita kepada Allah ) adalah kita mengakui bahwa Allah adalah Rabb kita, kita telah berjanji kepada Allah, bahwa kita akan melaksanakan seluruh perintah dan larangan-Nya. Janji ini pernah kita sampaikan kepada Allah sewaktu kita berada di sulbi Adam, sebagaimana yang pernah disampaikan Allah swt dalam friman-Nya :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Rabb-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” ( Qs Al A’raf : 172 )
Maka do’a tersebut kalau kita panjangkan maka berbunyi : ” Ya Allah, aku dulu pernah berjanji kepada-Mu sewaktu masih di sulbi Adam, untuk mentaati segala perintah-Mu dan menjauhi segala larangan-Mu. Maka akan aku penuhi janjiku tersebut menurut kemampuan dan kekuatanku ya Allah….
Adapun ” al Wa’du “ ( Janji Allah kepada kita ) adalah bahwa Allah akan memberikan pahala bagi yang taat dan memberikan hukuman bagi yang bermaksiat. Maka doa itu kalau kita panjangkan, maka bunyinya ” Ya Allah aku juga membenarkan janji-Mu, bahwa Engkau akan memberikan pahala bagi yang taat dan memberikan hukuman bagi yang bermaksiat, oleh karena itu aku akan mentaatimu ya Allah dan meninggalkan larangan-larang-Mu menurut kekuatan dan kemampuanku. ”
5)    A’uudzubika minn syarri maa shona’th (aku berlindung kepada-Mu dari apa perbuatan jelekku)
Kita harus selalu berlindung kepada Allah dari perbuatan jelek kita. Rosulullah saw sendiri selalu mengajarkan kepada kita agar selalu berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kita dan kejelekan amalan kita. Ini sangat terlihat secara jelas di dalam setiap khutbahnya ketika beliau berdo’a :
” Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kami dan kejelekan amalan kami ”
Jiwa manusia selalu membisikan kejelekan, makanya kita dianjurkan untuk selalu berlindung kepada Allah dari bisikannya, sebagaimana firman Allah swt melaui lisan istri pejabat yang pernah merayu nabi Yusuf as :
وَمَا أُبَرِّىءُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
” Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang Sesungguhnya jiwa ini selalu menyuruh kejelekan ” ( Qs Yusuf : 53 )
6)    Abuuuuuu-u laka bini’matika ‘alayy (aku mengakui akan nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku)
Nikmat yang diberikan Allah kepada kita sangat banyak sekali, karena banyaknya sehingga kita tidak bisa menghitungnya, sebagaimana firman Allah swt :
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
”Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah )”
( Qs Ibrahim : 34 )
Seorang hamba yang merasa dan mengakui adanya nikmat tersebut, tentunya akan terus bersyukur …Kalau do’a tersebut dipanjangkan , maka akan berbunyi : ” Ya Allah , aku mengakui bahwa nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku sangat banyak sekali, nikmat kehidupan, tanpa ijin-Mu tidak mungkin aku bisa hidup di dunia ini…nikmat anggota badan yang lengkap, seandainya saja salah satu anggota badan ini engkau cabut …ya Allah , tentunya aku akan mendapatkan kesusahan, terimakasih ya Allah atas nikmat ini…apa yang harus aku balas ya Allah demi mensyukuri nikmat ini….begitu juga nikmat kesehatan yang Engkau berikan kepadaku, sehingga aku bisa mengerjakan aktivitas sehari-hari dan bisa bekerja dengan baik, jika kesehatan ini Engkau cabut ya Allah, tentunya aku akan mendapatkan kesusahan…terimaksih ya Allah atas nikmat ini.”
7)    Wa abuuuuuu-u   bidzamm-bii (dan aku mengakui juga atas dosa yang pernah aku perbuat)
Mengakui dosa merupakan syarat diterimanya sebuah istighfar dan taubat. Oleh karenanya, orang yang berdoa harus merasa rendah dan hina di hadapan Allah…harus merasa bahwa dirinya adalah makhluk yang berlumuran dosa dan maksiat…makhluk yang kecil yang tidak mempunyai daya apa-apa. Sebaliknya dia harus mengakui bahwa Allah adalah Maha Suci, Maha Perkasa, Dzat Yang Mampu melakukan apa saja…
Makanya, orang yang takabbur dan sombong jarang mau bertaubat, karena merasa dirinya adalah makhluk yang suci dan tidak pernah salah. Orang seperti ini biasanya hatinya keras dan kasar terhadap sesama. Berbeda dengan orang yang selalu mengucapkan dan merenungi doa sayidul istighfar ini …hatinya selalu lembut… mudah menerima nasehat..mudah terharu..mudah menangis…karena selalu ingat akan dosa-dosanya, dan yang paling penting selalu beristighfar dan banyak bertaubat.
8)    Faghfirlii fainnahuu laa yaghfirudz-dzunuuba illaaaaaa annth (maka ampunilah diriku, sesungguhnya tiada yang mampu mengampuni dosa kecuali Engkau ya Allah)
Ini adalah lafadh istighfar yang sebenarnya, adapun lafadh-lafdah sebelumnya adalah muqaddimah atau pembuka lafadh istighfar ini.
Jadi, kalau kita perhatikan do’a sayidul istighfar ini, akan kita dapatkan bahwa muqaddimah atau pembukanya jauh lebih panjang dari pada do’a istigfhar itu sendiri, kenapa harus begitu ?
Pertama : Salah satu adab berdo’a adalah sebelum kita berdo’a atau memohon sesuatu kepada Allah swt, hendaknya kita dahului dengan amal sholeh atau perbuatan baik, salah satu dari amal sholeh adalah mengucapkan kalimat tauhid, atau menyatakan bahwa tiada Robb dan Ilah yang berhak disembah kecuali Allah. Diantara amal sholeh juga adalah mengaku nikmat Allah yang diberikan kepada kita dan mengaku dosa yang kita perbuat. Bahkan dalam beberapa hadist disebutkan bahwa sebelum do’a, hendaknya didahului dengan mengucapkan sholawat kepada nabi Muhammad saw….
Keutamaan Do’a Sayidul Istighfar
“Barangsiapa yang membaca doa ini di sore hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada malam harinya, maka dia termasuk penghuni surga. Barangsiapa yang membaca doa ini di pagi hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada siang harinya, maka dia termasuk penghuni surga.” (Hadits Shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6306 dan 6323), at-Tirmidzi (no. 3393), an-Nasa’i (no. 5522) dan lain-lain.)
Hadist di atas menjelaskan secara gamblang bahwa barang siapa yang mengucapkan atau membaca doa sayidul istighfar dengan menyakini isinya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam syurga. Kenapa bisa begitu ?
Pertama : Karena dia sudah menyatakan ke –Esaan Allah ( bertauhid ) dari hatinya yang paling dalam serta menyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah Taala.
Kedua : Karena dia sudah beristighfar dan memohon ampun atas segala dosa-dosanya.
Ketiga : Setelah hatinya kosong dari dosa dan diisi dengan tauhid, tiba-tiba dia mati pada hari itu juga, maksudnya dia belum sempat mengerjakan dosa-dosa lagi, maka tentunya orang seperti ini termasuk ahli surga. Sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah sallahu alaihi wa sallam :
من لقي الله تعالى لا يشرك به شيئاً دخل الجنة
” Siapa saja yang bertemu dengan Allah (meninggal dunia) dalam keadaan tidak menyekutukannya dengan sesuatu, niscaya ia akan masuk syurga ” ( HR Ahmad )
Ini dikuatkan juga dengan hadist lain bahwasanya Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam bersabda :
من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة
” ٍSiapa saja yang akhir dari perkataannya ketika meninggal dunia: La ilaha illallohu , niscaya ia akan masuk surga . ” ‎
Demikian seluruh penjelasan tentang bacaan sayyidul istighfar, semoga kelak kita bisa reunian lagi di surga-Nya. Aamiin
اللّهم صلِّ وسلِّم وبارك على سَيِّدِنا مُحمَّدٍ فى الأوَّلين وصلِّ وسلِّم وبارك على سَيِّدِنا مُحمَّدٍ فى الآخِرين وصلِّ وسلِّم وبارك على سَيِّدِنا مُحمَّدٍ فى كلٍ وقتٍ وكلٍ حين وصلِّ وسلِّم وبارك على سَيِّدِنا مُحمَّدٍ فى المَلأِ الأَعلى إلى يومِ الدِّين . اللهم نَسأَلُكَ يا رَحمنُ أَنْ تَرْزُقَنا شَفَاعَتَهُ وَأَورِدْنا حَوْضَهُ وَاسْقِنا مِن يَدَيْهِ الشَّريفَتينِ شَرْبَةً هَنيئَةً مَريئَةً لا نَظْمَأُ بَعدَها أَبَداً اللَّهم كما آمَنَّا بِهِ وَلم نَرَه.. فَلا تُفَرِّق بَيْنَنا وَبَينَهُ حتى تُدخِلَنا مُدخَلَه بِرحمَتِكَ يا أَرحَمَ الرَّاحِمين ‎

Mengobati Penyakit Kerinduan


Tak bisa disangkal manusia akan selalu bersentuhan dengan cinta. Sementara kecintaan memberikan buah kerinduan. Orang yang mencinta akan rindu kepada orang yang dicintainya.
Kerinduan kepada kekasih, seringkali membekaskan duka. Ingin bertemu dan berdekatan dengan sang kekasih. Air mata tak jarang menetes karena terbakar oleh kerinduan di hati. Sebagian orang bahkan sampai menjadi gila karena rindunya pada orang yang dicintainya.
Kerinduan (Al'isq), adalah sebuah kesengsaraan. Penyakit yang membekaskan kelemahan di hati. Lantas apakah obat untuk mengatasi penyakit yang menggerogoti jiwa ini???
Allah mengisahkan penyakit ini dalam Al Qur’an tentang dua tipe manusia. Pertama, wanita dan kedua, kaum homoseks yang cinta kepada mardan (anak laki-laki yang rupawan). 
Allah mengisahkan bagaimana penyakit ini telah menyerang istri Al Aziz (gubernur Mesir) yang mencintai Nabi Yusuf, dan menimpa kaum Luth. Allah mengisahkan kedatangan para malaikat ke negeri Luth.
وَجَاءَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ يَسْتَبْشِرُونَ(67)قَالَ إِنَّ هَؤُلَاءِ ضَيْفِي فَلَا تَفْضَحُونِ(68)وَاتَّقُوا اللَّهَ وَلَا تُخْزُونِ(69)قَالُوا أَوَلَمْ نَنْهَكَ عَنِ الْعَالَمِينَ(70)قَالَ هَؤُلَاءِ بَنَاتِي إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ(71)لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ(72)
Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena) kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata, "Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina." Mereka berkata, "Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?" Luth berkata, "Inilah puteri-puteri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)." (Allah berfirman), "Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)." [Al Hijr : 67-72]
Cinta yang mendalam melahirkan kerinduan pada diri seseorang. Rindu adalah salah satu penyakit hati, sebuah “rasa” sakit yang sangat berbeda dengan penyakit-penyakit lainnya, baik cara pengobatannya maupun penyebabnya. Paramedis tidak akan sanggup mengobati penyakit asmara ini, karena asmara adalah penyakit dari dimensi lain dan hanya hinggap di hati insan-insan yang diharu biru oleh asmara. Allah Azza wa Jalla menandaskan dua tipen manusia dalam hal penyakit asmara (cinta) ini yaitu, pegiat asmara dari kalangan komunitas perempuan dan pecinta dari para pemuda tampan. 
Gejolak rindu akan terobati bila sang perindu bertemu dengan kekasih hatinya. Seorang perindu sejati akan rela berkorban apa saja demi sang pujaan hati. Banyak wacana tafsir dan interpretasi dari para cerdik cendikia perihal kerinduan ini, dimana satu sama lain saling mengklaim kebenaran tafsirnya. Dalam hal ini kami Ibnu-Qayyim al-Jauziyah- berkeyakinan bahwa merupakan Sunnatullah yang disematkan kepada setiap mahluk-Nya yaitu rasa saling tertarik dan hasrat ingin memiliki sesuatu yang dicintainya, berikut rasa ingin membangun kebersamaan dan keserasian antar sesama insan dan mahluk lainnya. 
Pertalian itu biasanya didasari oleh semangat kesamaan, kecocokan dan kesetaraan, baik yang berdimensi jenis (unsur), habitat maupun stereotip kehidupan. Misalnya pria yang normal tentu akan tertarik dengan dengan wanita yang cantik, begitu juga yang terjadi dengan habitat hewan. Sebaliknya, rasa tidak tertarik dipicu oleh tidak adanya kesamaan, kecocokan, dan tidak adanya keserasian. 
Itulah sebab utama dari pupusnya nilai-nilai cinta pada diri setiap mahluk-Nya. Bila kita mau menafakuru kejadian alam, maka putaran sinar galaksi pada tata surya ini terjadi sejalan dengan unsur keseimbangan antara poros atas dan poros bawah, satu sama lain tidak bertabrakan karena unsur tersebut. Demikian pula jika kita mencermati fenomena alam, maka kita akan melihat air mengalir ke dataran yang lebih rendah, api menjalar ke angkasa, dan manusia memiliki rasa cinta kepada sesuatu yang disukainya. Semua itu mengalir sejalan dengan Sunnatullah (putaran kehidupan). 
Ada banyak ragam asmara (wacana cinta) dalam kehidupan manusia, namun cinta yang paling utama dan termulia adalah cinta hanya kepada , demi dan untuk Allah Swt. Yaitu mencintai segenap apa yang dicintai oleh Allah Swt, dan senantiasa menumbuhkan dan meningkatkan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dalam hati dengan ikhlas dan sepenuh jiwa. Di antara wacana cinta, ada cinta yang berdasarkan kesamaan pandangan hidup, ideologi, dan jalan kehidupan. Kesamaan agama, mahzab, visi dan misi, kedekatan dan kekerabatan, kepentingan bisnis, ketertarikan akan kecantikan dan ketampanan. 
Demikian pula ada cinta yang berdasarkankesamaan visi dan misi untuk menggapai kepentingan pragmatis, baik berdimensi jabatan, keuntungan materi, posisi, kebutuhan akan pengetahuan dan pengalaman, serta obsesi yang hendak dicapai. 
Wacana cinta (ragam asmara) seperti tersebut diatas disebut cinta pragmatis, sebab lahirnya cinta hanya karena kepentingan dan gapaian tertentu. Cinta seperti itu akan pudar sejalan dengan terpenuhinya kepentingan pragmatis sang pecinta. Adapula cinta yang tidak berdasarkan kepentingan pragmatisme, namun lahir dari hasrat yang kuat untuk mencintai, yaitu sebuah jalinan cinta yang suci dan bersih dari “noda” pamrih, dan sebuah cinta yang fitri antara sang pecinta dan kekasihnya. Gelora cinta seperti itulah yang lahir dari ruh-ruh suci, sehingga cinta abadi tidak akan pudar oleh mega godaan dan rintangan yang menghalanginya. Pada diri sang pecinta (perindu) seperti itu maka tidak ada sedikitpun ruang dalam syakilah hatinya kecuali sang pujaan hati, sehingga sang pegiat asmara diharu-biru cintanya dan tidak jarang didera oleh cintanya yang tak bertepi. 
Jika cinta lahir dari jalinan dua hati dan ruh, lantas bagaimana dengan cinta yang timbul dari satu arah? Sedangkan realita membuktikan bahwa banyak Ritus" cinta yang lahir justru hanya dari satu pihak, dan cinta yang lahir dari dua arah justru banyak berpijak pada nafsu dan keinginan yang pragmatis, menyikapi realita tersebut maka yang harus diingat adalah bahwa nuansa percintaan itu tidak akan lepas dari tiga hal : 
Alasan bercinta. Kebanyakan orang sering terjebak pada gelora cinta yang semu dan sama sekali tidak memahami hakikat cinta itu sendiri. Hal yang paling esensial dalam bercinta adalah memahami “kesejatiannya” bukan tampilan lahirnya, ketulusan, kejujuran dan kesucian- dalam bercinta lebih utama ketimbang kepura-puraan, kehipikritan, dan tampilan-tampilan yang menipu.
kendala yang merintangi percintaan. Hal itu baik yang terkait dengan etika dan estetika serta perilaku sang pecinta. Rendahnya moralitas dan keburukan laku si pecinta akan membuat sang kekasih luntur cintanya, atau bahkan memutuskan cintanya. 
kendala (aib) yang lahir dari dari sang kekasih itu sendiri. Dengan kekurangan (aiban) itu, maka akhirnya sang pecinta menjadi tidak simpatik dan cintanya akan luntur.
Seorang pecinta sejati akan menerima dengan penuh ketulusan atas segala kekurangan kekasihnya, bersedia mengorbankan segalanya demi sang kekasih, dan tanpa ada pamrih yang terselubung. Pengorbanan dan pengabdiannya penuh dengan ketulusan dan dilakukan oleh kedua belah pihak yang salng mencintai. Itulah sejatinya yang disebut dengan cinta yang hakiki. 
Akan tetapi, semudah itukah mewujudkan cinta yang sejati? Sejarah memaparkan bahwa jika tidak ada rasa angkuh atau sombong, serta nafsu untuk berkuasa dan dimuliakan yang bergolak di dada para kafir, niscaya Rasulullah Saw akan menjadi insan yang paling mereka cintai melebihi cinta mereka terhadap diri, keluarga, dan hartanya. Selama rasa angkuh dan sombong serta nafsu ingin berkuasa dan dihormati masih bersemayam di dada umat Muhammad Saw, niscaya mereka masih lebih mencintai diri mereka sendiri ketimbang mencintai Rasul-Nya. 
Para ahli hikmah menandaskan bahwa gelora asmara adalah penyakit, seperti hal-hal penyakit lainnya yang menggerogoti hati manusia, sehingga asmara bisa diobati. Ada banyak terapi (petunjuk) pengobatan guna mengatasi penyakit asmara ini. Jika sang pecinta itu orang yang tekun mentradisikan nilai-nilai ajaran agama, maka ada terapi syari’at yang diajarkan oleh Rasulullah Saw untuk menyudahi “geliat” asmara, keliaran rindu, dan cintanya. 
Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan taqdirnya, maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ *
Hai sekalian pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka hendaklah dia menikah. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina).
Hadis ini memberikan dua solusi, utama, dan pengganti. 
Solusi pertama adalah menikah. Jika solusi ini dapat dilakukan, maka tidak boleh mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ*
Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan.
Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firmanNya.
,
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. [An Nisa : 28].
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa kodrat manusia adalah lemah, terutama lemah dalam mendidik nafsu syahwatnya. Mencegah hawa nafsu syahwat bukanlah pekerjaan ringan. namun merupakan pekerjaan yang super-super berat. Karena Allah Swt meringankan beban para hamba-Nya dengan menghalalkan bagi para lelaki untuk memperistri satu,dua,tiga, dan empat dari wanita-wanita yang sesuai dengan pilihan mereka. Bahkan untuk meringankan beban itu, Allah juga memperbolehkan menikahi para hamba sahaya, dan para janda. Jika hal tersebut memang demi solusi kerapuhan dalam menahan hawa nafsu syahwatnya, maka harus dilakukan sesuai ajaran syariat secara benar. 
Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikan terhadap hambaNya. Dan Allah mengetahui kelemahan manusia dalam menahan syahwatnya, sehingga memperbolehkan menikahi para wanita yang baik-baik dua, tiga ataupun empat. Sebagaimana Allah memperbolehkan mendatangi budak-budak wanita mereka. Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak wanita jika mereka membutuhkannya sebagai peredam syahwat. Demikianlah keringanan dan rahmatNya terhadap makluk yang lemah ini.. 
Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan akibat tertutupnya peluang menuju orang yang dikasihinya karena ketentuan syar’i dan takdir, maka penyakit ini bisa semakin ganas. Adapun terapinya harus dengan meyakinkan pada dirinya, bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil terjadi. Lebih baik baginya untuk segera melupakannya. Jiwa yang telah memutus harapan untuk mendapatkan sesuatu, niscaya akan tenang dan tidak lagi mengingatnya. Jika ternyata belum terlupakan, dapat mempengaruhi keadaan jiwanya hingga semakin menyimpang jauh. 
Dalam kondisi seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain. Yaitu dengan mengajak akalnya berfikir, bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang mustahil dijangkaunya itu ibarat perbuatan gila. Ibarat pungguk merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya termasuk ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?
Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya terhalang karena larangan syariat, maka terapinya yaitu dengan mengangap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan keselamatan ialah dengan menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia harus merasa bahwa pintu ke arah yang diingininya tertutup, dan mustahil tercapai.
Para ahli hikmah menandaskan bahwa terapi secara syariat adalah trapi primer, sedangkan trapi non-syariat adalah trapi skunder. hal yang paling esensial dalam trapi skunder adalah dengan trapi psikologis. Jika seseorang tidak mampu mengobati dirinya dengan trapi syariat (puasa dan nikah), maka ia dapat menyembuhkan penyakit asmara (rindu) dan cintanya dengan trapi psikologis. 
Berdoa
karena doa bisa merubah takdir. Merendahkan diri kepada Allah, secara tulus menyerahkan diri kepada-Nya, ikhlas, dan memohon kepada-Nya dengan segala kerendahan agar disembuhkan dari penyakit.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selam tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: 
[1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, 
[2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan 
[3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allahu akbar (Allah Maha besar).”
Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara. Oleh karena itu, perbanyaklah do’a.
Banyak berpikir dan berdzikir
Berpikir dan merenungi bahwa ini adalah penyakit. Berdzikir agar menguatkan hati dan menenangkan jiwa
Allah berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” [Ar-Ra’du:28]
Menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat
Kita sudah tahu sebab mabuk cinta adalah karena kesibukan hati yang kosong. Hatinya akan dipenuhi bayang-bayang kekasihnya. Bayang-bayang itu akan memudar kemudian pecah bersama kesibukan ketaatan yang berujung dengan melupakannya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata:
وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ
 
“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil” [Al Jawabul Kaafi hal 156, Darul Ma’rifah, cetakan pertama, Asy-Syamilah].
Senantiasa menghadiri majelis ilmu, duduk bersama orang-orang zuhud dan mendengar kisah-kisah orang shalih.
Majelis ilmu adalah tempat me-recharge iman setelah baterainya habis termakan oleh buaian berbuah tak nyata. Kumpulan orang-orang yang sholih adalah tempat istirahatnya hati dari kesibukan menangkal fitnah dan makar dunia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya”. [HR. Muslim nomor 6793]
Menengok orang sakit, mengiringi jenazah, menziarahi kubur, melihat orang mati, berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya.
Kelezatan dunia yang semu bisa remuk redam dengan meningat kematian, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan, yakni kematian” (HR. Imam Empat kecuali Abu Daud)
Selalu konsisten menjaga sholat dengan sempurna, menjaga kewajiban-kewajiban sholat, baik berupa kekhusyukan dan kesempurnaannya secara lahir dan bathin.
Jika sholat kita memang benar, maka akn mencegah semuanya, Allah ‘Azza wa jalla berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar” [Al-Ankabut: 45]
Membayangkan akan ditinggal pergi orang yang dicintainya, bisa jadi ditinggal mati atau ditinggal pergi tanpa sebab atau ditinggal karena sudah jemu dan bosan.
Karena semua yang ada di dunia akan musnah, Allah ‘Azza wa jallaberfirman,
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” [Ar-Rahman: 26]
Merenungi akibat perbuatannya dan keadaan buruk para peminum khamr asmara
Hal ini bisa didapat dengan membaca dan menoleh kebelakang dengan berkaca kepada sejarah. orang-orang yang akan hina dunia dan akhirat karena cinta. Qobil yang membunuh habil, Abdurrahman bin Muljam yang membunuh Ali bin Abi Thalib radhiallhu ‘anhu, terbunuhnya unta nabi Shalih ‘alahi ssalam. Semua karena al-’isyq terhadap wanita
Bersabar, karena perjuangan melepas belenggu al-’isyq sangat menuntut kesabaran.
Jika bersabar dengan sebenar-benarnya akan mendapatkan pahala yang tak terkira, Allah ‘Azza wa jalla berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar sajalah yang akan dipenuhi ganjaran mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Yakin bahwa Allah akan memberi ganti lebih baik
Salah satu kekhawatiran adalah apakah ia bisa dapat yang seperti ini kelak. benih cinta ini yang sulit semai. Tebing asmara ini yang sudah susah payah didaki. Lika-liku kasih yang berat dilewati. Istana sayang yang dibangun  bersama. Apaka itu semua akan ditinggal dan roboh begitu saja?. Jawabannya adalah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Istana itu dibangun diatas pondasi kemaksiatan kepada Allah. Tampak megah dan tegar tapi hakikatnya lemah tak bertumpu bagai tiang penyangga yang bersandar kepada temboknya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad 5/363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)

Jika Membaca Surat Al-Waqi'ah Janganlah Mengharap Kekayaan


Bagi seseorang yang belum mengetahui manfaat dan rahasia mengamalkan Surat Al-Waqi'ah secara rutin, dan dia mengamalkan nya, Berbahaya .! Kenapa bahaya Karena adalah salah satu yang dikenal sebagai surat yang memiliki rahasia dahsyat dan penuh berkah. Jadi pasti karna dia tidak tahu keberkahan mengamalkanya bisa dia tinggalkan mengamalkanya .. dan ini sangat berbahaya karna selain tidak dapat pahala mengamalkan Al qur,an juga kurang mendapat power keberkahan. 
Perlu di ketahui bukan rahasia umum bahwa Khasiat dan keberkahannya mampu menghilangkan kemiskinan dan mendatangkan rejeki bagi siapa saja yang membacanya dan mengamalkannya dengan rutin setiap hari di sore hari .
Surat Al-Waqi’ah adalah salah satu surat Al-Quran yang dikenal sebagai surat penuh berkah dan memiliki banyak khasiat dan keutamaan yang besar. Oleh karenanya, sebagian kaum muslimin bersemangat menjadikan surat Al-Waqi’ah sebagai surat primadona dan favorit yang dibaca secara rutin pada setiap hari dan malam. Apalagi bagi sebagian orang yang hati dan pikirannya telah dikuasai oleh nafsu dunia, atau menjadi hamba dunia.
Diantara keutamaan dan khasiat membaca surat Al-waqi’ah yang telah beredar di tengah kaum muslimin melalui media cetak maupun elektronik dan diyakini oleh mereka akan kebenaran dan kedahsyatannya ialah sebagi berikut:
1. Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi’ah, ia akan dicatat tidak tergolong dalam barisan orang-orang yang lalai.
2. Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi’ah, ia tidak akan tertimpa kefakiran atau kemiskinan selama- lamanya.
3. Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi’ah pada malam Jum’at, ia akan dicintai oleh Allah, dicintai oleh manusia, tidak melihat kesengsaraan, kefakiran, dan penyakit dunia.
4. Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi’ah sebelum tidur, ia akan berjumpa dengan Allah dalam keadaan wajahnya bercahaya seperti bulan purnama.
5. Surat al-Waqi’ah adalah surat kekayaan.
6. Dan keutamaan-keutamaan lainnya.
Namun sayangnya, keutamaan-keutamaan dan khasiat membaca surat Al-Waqi’ah tersebut dijelaskan di dalam hadits-hadits yang derajatnya TIDAK SHOHIH dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Sebagian hadits-hadits tersebut derajatnya DHO’IF (Lemah) dan sebagian lainnya PALSU.
Berikut ini kami akan sebutkan beberapa contoh hadits yang menjelaskan tentang keutamaan dan khasiat membaca surat Al-Waqi’ah beserta penjelasan para ulama hadits tentang sisi cacatnya.
(*) HADITS PERTAMA:
Imam Ad-Dailami rahimahullah meriwayatkan dari jalan Ahmad bin Umar Al-Yamami dengan sanadnya hingga Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma, (bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda) :
من قرأ سورة الواقعة كل ليلة لم تصبه فاقة أبدا، ومن قرأ كل ليلة {لا أقسم بيوم القيامة} لقي الله يوم القيامة ووجهه في صورة القمر ليلة البدر
“Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi’ah setiap malam maka dia tidak akan ditimpa kemiskinan selamanya. Dan barangsiapa setiap malam membaca Surat Al-Qiyamah, maka dia akan berjumpa dengan Allah pada hari Kiamat sedangkan wajahnya bersinar layaknya rembulan di malam purnama.”
(Dikeluarkan oleh Ad-Dailami dari jalan Ahmad bin Umar Al Yamami dengan sanadnya sampai Ibnu ‘Abbas radliallahu ’anhuma, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu ‘Iraqi di dalam kitab Tanzih asy-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Akhbar asy-Syani’ah al-Maudhu’ah I/301, dan disebutkan oleh Al Imam As-Suyuthi dalam Dzailul Ahadits al-Maudhu’ah no. 177).
(*) DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya Maudhu’ (PALSU), karena di dalam sanadnya ada seorang perawi Pemalsu hadits yang bernama Ahmad bin Umar Al-Yamami.
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Ahmad bin Umar al-Yamami adalah seorang perawi hadits yang pendusta.”
Dan syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menilai hadits ini maudhu’ (PALSU) di dalam kitab Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah wa Al-Maudhu’ah no.290).
(*) HADITS KEDUA:
Abu Asy-Syaikh meriwayatkan dari jalan Abdul Quddus bin Habib, dari Al-Hasan, dari Anas secara marfu’ (sanadnya tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallm, pent):
من قرأ سورة الواقعة وتعلمها لم يكتب من الغافلين ، ولم يفتقر هو وأهل بيته
“Barangsiapa membaca surat Al-Waqi’ah dan mempelajari (tafsir)nya, maka ia tidak dicatat (oleh Allah) termasuk orang-orang yang lalai, dan ia sekeluarga tidak akan mengalami kemiskinan.”
(Hadits ini disebutkan oleh Imam As-Suyuthi di dalam Dzail Al-Ahadits Al-Maudhu’ah nomor hadits: 277).
(*) DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya Maudhu’ (PALSU), karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Abdul Quddus bin Habib, ia pernah memalsukan hadits, sebagaimana dinyatakan oleh sebagian ulama hadits.
Ibnu Hibban rahimahullah berkata tentangnya: “Dia pernah memalsukan hadits dengan mengatasnamakan para perawi yang tsiqoh (terpercaya). Oleh karenanya, TIDAK BOLEH mencatat dan meriwayatkan hadits darinya.” (Lihat kitab Al-Majruhin II/131).
Imam Adz-Dzahabi menyebutkan perkataan Abdur-Razzaq tentangnya: “Aku tidak pernah melihat (Abdullah) bin Al-Mubarak memberikan penilaian Kadzdzaab (seorang pendusta) dengan jelas kecuali kepada Abdul Quddus (bin Habib).” (Lihat Mizan Al-I’tidal II/643 no.5156).
(*) HADITS KETIGA:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Wahb, ia berkata; telah menceritakan kepadaku As-Sary bin Yahya, ia berkata; bahwa Syuja’ (Abu Syuja’) menceritakan kepadanya dari Abu Thoyyibah (Abu Zhobiyyah), dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
من قرأ سورة الواقعة في كل ليلة لم تصبه فاقة
“Barangsiapa membaca surat Al Waqi’ah setiap malam, maka dia tidak akan tertimpa kemiskinan.”
(Dikeluarkan oleh Ibnu Al-Jauzi rahimahullah di dalam kitab Al-‘Ilal Al-Mutanahiyyah Fi Al-Ahadits Al-Wahiyah I/112 no.151).
(*) HADITS KEEMPAT:
Al-Harits bin Abu Usamah berkata: telah menceritakan kepada kami Al-Abbas bin Al-FadhL, ia berkata; telah menceritakan kepada kami As-Sary bin Yahya, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Syuja’ (Abu Syuja’), dari Abu Thoyyibah, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
من قرأ سورة الواقعة في كل ليلة لم تصبه فاقة أبدا
“Barangsiapa membaca surat Al-Waqi’ah setiap malam, maka dia tidak akan tertimpa kemiskinan selamanya.”
(Dikeluarkan oleh Al-Harits bin Abu Usamah di dalam Musnadnya II/729 no.721. dikeluarkan pula oleh Ibnu Sunniy di dalm kitab ‘Amal al-Yaumi wal Lailah, no. 680, dikeluarkan juga oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman II/491 no.2499, dan selainnya. Semuanya berasal dari jalan Abu Syuja’ dari Abu Thoyyibah dari Abdullah bin Mas’ud radliallahu’anhu).
(*) HADITS KELIMA:
Imam Al-Baihaqi berkata: telah memberitahukan kepada kami Abul Husain bin Al-FadhL Al-Qoththon, ia berkata; telah mengkhabarkan kepada kami Abdullah bin Ja’far, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Sufyan, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj, ia berkata; telah menceritakan kepada kami As-Sariy bin Yahya Asy-Syaibani Abul Haitsam, dari Syuja’, dari Abu Fathimah, ia berkata:
أن عثمان بن عفان – رضى الله عنه – عاد ابن مسعود فى مرضه فقال : ما تشتكي ؟ قال : ذنوني قال : فما تشتهي ؟ قال : رحمة ربى قال : ألا ندعوا لك الطبيب ؟ قال : الطبيب أمرضنى قال : ألا آمر لك بعطائك ؟ قال : منعتنيه قبل اليوم ، فلا حاجة لى فيه قال : فدعه لأهلك وعيالك قال : إنى قد علمتهم شيئا إذا قالوه لم يفتقروا ، سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ( من قرأ الواقعة كل ليلة لم يفتقر
“Bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu anhu pernah menjenguk Abdullah (bin Mas’ud) ketika ia menderita sakit, lalu Utsman bin ‘Affan bertanya: “Apa yang kau rasakan?” Abdullah berkata,”Dosa-dosaku.” Utsman bertanya: ”Apa yang engkau inginkan?” Abdullah menjawab: ”Rahmat Tuhanku.” Utsman berkata: ”Apakah aku datangkan dokter untukmu.”. Abdullah menjawab: ”Dokter membuatku sakit.” Utsman berkata: ”Apakah aku datangkan kepadamu pemberian (harta) ?” Abdullah menjawab: ”Aku tidak membutuhkannya.” Utsman berkata: ”(Mungkin) harta itu engkau berikan kepada istri dan anak-anakmu (sepeninggalmu, pent).” Abdullah menjawab: ”Sesungguhnya aku telah mengajarkan kepada keluargaku suatu (bacaan) yang apabila mereka membacanya niscaya mereka tidak akan mengalami kemiskinan. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ”Barangsiapa yang membaca surat al-Waqi’ah pada setiap malam maka dirinya tidak akan ditimpa kemiskinan (selama-lamanya, pent).”
(Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam kitab Syu’ab Al-Iman).
(*) DERAJAT HADITS KETIGA, KEEMPAT DAN KELIMA:
Hadits-hadits ini derajatnya DHO’IF (Lemah), karena Di dalam sanadnya ada seorang perawi DHO’IF (Lemah), yaitu Syuja’ (atau Abu Syuja’).
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata: ”Abu Syuja’ adalah seorang yang majhul (tidak dikenal jati dirinya dan tidak diketahui kredibilitasnya). Demikian juga ia meriwayatkan dari Abu Thayyibah, siapa Abu Thayyibah itu?” (maksudnya dia adalah perawi yang tidak dikenal juga).
SEBAB DHO’IFNYA HADITS KETIGA, KEEMPAT DAN KELIMA:‎
Hadits-hadits ini dinilai derajatnya DHO’IF (Lemah) oleh para ulama hadits karena memiliki beberapa cacat dari beberapa sisi, yaitu:
Pertama, sanadnya terputus sebagaimana yang dijelaskan al-Daaruquthni, Ibnu Abi Hatim dalam ‘Ilal-nya yang dinukil dari bapaknya.
Kedua, Terjadi kemungkaran dalam matannya sebagaimana yang dijelaskan imam Ahmad.
Ketiga, para perawinya berstatus lemah sebagaimana yang disebutkan Ibnul Jauzi,
Keempat, terjadi kekacauan dalam pembacaan nama perawi.
Beberapa ulama telah bersepakat dalam melemahkan hadits ini di antaranya: Imam Ahmad, Abu Hatim dan anaknya, al-Daaruquthni, al-Baihaqi, dan Ibnul Jauzi. Pada ringkasnya, hadits ini memiliki cacat sehingga menjadi tidak shahih.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi’ah pada setiap malam, maka ia tidak akan tertimpa kemiskinan selamanya.” Apa makna kalimat Al-Faaqah (kemiskinan tsb)? Apakah hadits ini shahih?”
Beliau menjawab: “Hadits ini tidak kami ketahui memiliki jalur yang shahih, kami tidak mengetahui ia memiliki jalur yang shahih. Maka tidak boleh menyandarkan kepadanya. Tetapi hendaknya ia membaca Al-Qur’an untuk mendalami (ajaran) agama Islam dan memperoleh kebaikan. Karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ
“Bacalah al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafaat kepada para ahlinya (maksudnya, orang2 yg rajin membaca, mempelajari, menghafal n mengamalkan hukum2nya, pent).” (HR. Muslim)
Dan beliau bersabda pula: “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka ia mendapatkan satu kebaikan, dan satu kebaikan tersebut dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat.” Maka hendaknya seseorang (muslim/ah) membaca Al-Qur’an (dengan niat n tujuan) agar memperoleh keutamaan membacanya dan mendapat kebaikan (pahala), bukan untuk mendapatkan kekayaan dunia.” selesai.
Demikian beberapa hadits Dho’if dan Palsu yang menerangkan tentang keutamaan dan khasiat membaca surat Al-Waqi’ah yang dapat kami sebutkan. Semoga Allah melindungi kita semua dari bahaya hadits dho’if dan palsu dalam menjalankan ajaran agama-Nya yang haq ini.
===============================-========-=============-======‎
Kalau selalu membahas masalah bahwa mengamalkan surah dalam al qur,an itu tidak ada contoh dari nabi atau hadistnya Dhoif dan bla.bla.bla  .. dst dsb dll... 
LHA KAPAN BACA DAN AMALIN QUR,AN ????‎
Kita patokan kepada Wahyu yang allah sebutkan dalam al qur,an ..dan Beberapa Hadist saja deh ... kalau mengamalkan surah dalam al qur,an itu banyak pahalanya .. Apalagi jika di amalkan tiap malam...!!!
عَن ابنِ مَسعُودٍ رَضيَ اللٌهُ عَنهُ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللٌهِ صَلَى اللٌهُ عَلَي وَسَلَمَ مَن قَرَأ حَرفًا مٍن كَتَابِ اللٌه فَلَه بِه حَسَنَةُ وَالحَسَنَةُ عَشُرُ اَمُثَالِهَا لآ اَقُولُ الم حَرفُ وَلكِنُ اَلِفُ وَلآمُ حَرفُ وَميمُ حــَرُفُ.
 (رواه الترمذي وقال هذا حديث حسن صحيح غريب اسنادا والدارمى)
Dari Ibnu Mas’ud r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, :
“Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka baginya satu hasanah (kebaikan) dan satu hasanah itu sama dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.” 
(Hr. Tirmidzi).
Maksudnya, bahwa dalam amal ibadah lain, sesuatu ibadah itu baru dihitung sebagai satu amalan jika dilakukan secara utuh (keseluruhan). 
Tetapi tidak demikian dengan amalan membaca al Qur’an. 
Setiap bagiannya akan dinilai sebagai satu amalan, sehingag membaca satu huruf pun tergolong satu hasanah (kebaikan). 
Dan bagi setiap satu kebaikan itu Allah berjanji akan melipatkannya hingga sepuluh kali, sebagaimana firman-Nya,
مَنْ جاء بالحسنة فلهُ عَشْرُ أمْثَالهِا......
“Barangsiapa membawa amalan baik, maka untuknya (pahala) sepuluh kali lipat amalannya…” (Qs. Al An’am [6] :160)
Walau bagaimanapun, tambahan sepuluh kali lipat ini adalah yang terendah, karena Allah swt. mampu melipatgandakan pahala dengan sekehendak-Nya,
والله يضاعف لمن يشاءُ....
“…..Allah menggandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki….” 
(Qs. Al Baqarah [2] : 261)
Permisalan bahwa setiap huruf al Qur’an dinilai satu kebaikan telah disabdakan oleh Rasulullah saw. bahwa alif lam mim bukanlah satu huruf, tetapi alif terpisah, lam terpisah, dan mim terpisah, sehingga alif lam mim berisi tiga puluh kebaikan. Disini terdapat perselisihan apakah yang dimaksud adalah alif lam mim permulaan surat al Baqarah atau permulaan surat al Fiil? Jika yang dimaksud adalah alif lam mim permulaan al Baqarah, berarti hitungannya menurut jumlah huruf yang tertulis. Karena yang tertulis hanya tiga huruf, maka pahalanya tiga puluh. Dan jika yang dimaksud adalah alif lam mim permulaan surat al Fiil, berarti alif lam mim pada surat al Baqarah itu Sembilan huruf 
(dengan menghitung jumlah huruf yang dilafazhkan), sehingga menjadi Sembilan puluh pahala. 
Baihaqi meriwayatkan, “Aku tidak mengatakan bahwa bismillah itu satu huruf, tetapi ba, sin, mim, dst. adalah huruf-huruf yang terpisah.” 
عَن مُعَاذِنِ الجُهَنِيِ رَضَي اللٌهُ عَنَهُ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللٌه صَلَي اللٌهَ عَلَيهِ وَسَلَمَ مَنَ قَرَأ القُرانَ وَعَمِلَ بِمَافِيهِ اُلُبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَومَ القَيِامَةِ ضَووُهَ اَحسَنُ مِنُ ضَوءِ الشٌمسِ فيِ بُيُوُتِ الدٌنَيا فَمَا ظَنٌكُم بِالَذِيُ عَمِلَ بِهذَا
 (رواه احمد وابو داوود ووصححه الحاكم)
Dari Mu’adz al Juharni r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “barangsiapa membaca al Qur’an dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya, maka kedua orang tuanya akan dipakaikan mahkota pada hari Kiamat yang cahayanya lebih terang daripada cahaya matahari seandainya berada dirumah-rumah kalian di dunia ini. Maka bagaimana menurut perkiraan kalian mengenai orang yang mengamalkannya?” 
(Hr. Ahmad dan Abu Dawud)
Allah itu maha pemberi segalanya jikalau allah berkehendak kasih kita rezeqi baik kesehatan atau materi apakah allah masih menahan 
karena hadistnya Dhoif ..?? 
Jadi mulai sekarang mari membaca dan kita Amalkan Al qur'an mau 1 kali mau sampai hitungan rubuan kali kalo sanggup dan iklas mau punya tujuan ataupun hanya ingin mengamalkan  , apapun suratnya semua memiliki power positip untuk kehidupan kita khusunya surat al waqiah disini sudah banyak yang mengalami mamfaatnya termasuk saya pernah merasakan mamfaatnya , syareat nya membaca al waqiah lalu ber do,a dan allah berkehendak maka jika alloh berkehendak kun fayakun kata allah terjadi terjadilah . 
yah.. jika Allah berkehendak mengabulkan hajad dari sebab amaliah yang kita amalkan Allah tidak melihat ada atau tidaknya hadist tentang hitungan mengamalkan surah dalam al qur,an.
Hitungan dalam mengamalkan dalam pembacaan tidak selalu harus seperti di urai di atas itu hanya dari beberapa sumber saja jika anda yakin walau anda rutin tiap malam mengamalkan dan membacanya isya allah dapat memeberikan power keberkahan rezeqi jika di tambah dengan amalan sedekah .
Mulai sekarang Mari kita selalu amalkan Surah-surah dalam Al qur,an Karim . yang bisa memberi banyak mamfaat dalam kehidupan apalagi jika kita mempelajari makna dan arti yang tersirat di Al qur,an itu. insya allah .‎
Wallohu A'lam‎

Fadhilah Surat Al-Mulk Yang Sangat Luar Biasa


Dari Abu Sa’id al-Khudri radliyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
“Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dia dan Baitul ‘atiq.” (Sunan Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 736)
Dalam riwayat lain masih dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ أَضَآءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ
“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum’at.” (HR. Al-Hakim: 2/368 dan Al-Baihaqi: 3/249. Ibnul Hajar mengomentari hadits ini dalam Takhrij al-Adzkar, “Hadits hasan.” Beliau menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits paling kuat tentang surat Al-Kahfi. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih al-Jami’, no. 6470)
Saudaraku seiman, sesungguhnya ada salah satu surah dalam Al Qur’an yang memiliki keutamaan dan dilengkapi dalil. Surah tersebut adalah surah Al Mulk. ‎
Akan kita saksikan nantinya bahwa surat Al Mulk memiliki fadhilah luar biasa yaitu untuk mencegah siksa kubur dan mudahnya mendapatkan syafa’at setelah kematian. Tentu saja hal ini mesti kita tinjau terlebih dahulu keshahihan hadits-haditsnya. Semoga sajian ini bermanfaat.
Hadits Pertama
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ عَبَّاسٍ الْجُشَمِىِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ  إِنَّ سُورَةً مِنَ الْقُرْآنِ ثَلاَثُونَ آيَةً شَفَعَتْ لِرَجُلٍ حَتَّى غُفِرَ لَهُ وَهِىَ سُورَةُ تَبَارَكَ الَّذِى بِيَدِهِ الْمُلْكُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan pada kami Muhammad bin Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Qotadah, dari ‘Abbas Al Jusyamiy, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada suatu surat dari al qur’an yang terdiri dari tiga puluh ayat dan dapat memberi syafa’at bagi yang membacanya, sampai dia diampuni, yaitu: “Tabaarakalladzii biyadihil mulku… (surat Al Mulk)” (HR. Tirmidzi no. 2891, Abu Daud no. 1400, Ibnu Majah no. 3786, dan Ahmad 2/299).
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “’Abbas Al Jusyamiy tidak diketahui mendengar hadits dari Abu Hurairah. Akan tetapi Ibnu Hibban menyebutkan perowi tersebut dalam Ats Tsiqqot. Hadits tersebut memiliki syahid (penguat) dari hadits yang shahih dari Anas, dikeluarkan oleh Ath Thobroni dalam Al Kabir dengan sanad yang shahih.” (Nailul Author 2/227)
Penilaian hadits:
Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa At Tirmidzi dalam Al Jaami’ Ash Shohih Sunan At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan.
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa (22/277) mengatakan bahwa hadits tersebut shahih.
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani dalam Nailul Author (2/227) mengatakan bahwa hadits tersebut memiliki penguat dengan sanad yangshahih.
Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ (2091) mengatakan bahwa hadits tersebut hasan.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa hadits tersebut tidak shahih. Karena yang mentsiqohkan ‘Abbas Al Jusyamiy hanyalah Ibnu Hibban, tidak yang lainnya. Sedangkan Ibnu Hibban sudah terkenal sebagai orang yang mutasahil (bermudah-mudahan dalam mentsiqohkan). Namun ada beberapa atsar yang menguatkan hadits ini.  (Lihat At Tashil li Ta’wilit Tanzil Juz-u Tabarok, hal. 64)
Hadits kedua
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِى الشَّوَارِبِ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَمْرِو بْنِ مَالِكٍ النُّكْرِىُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى الْجَوْزَاءِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ ضَرَبَ بَعْضُ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- خِبَاءَهُ عَلَى قَبْرٍ وَهُوَ لاَ يَحْسِبُ أَنَّهُ قَبْرٌ فَإِذَا فِيهِ إِنْسَانٌ يَقْرَأُ سُورَةَ تَبَارَكَ الَّذِى بِيَدِهِ الْمُلْكُ حَتَّى خَتَمَهَا فَأَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى ضَرَبْتُ خِبَائِى عَلَى قَبْرٍ وَأَنَا لاَ أَحْسِبُ أَنَّهُ قَبْرٌ فَإِذَا فِيهِ إِنْسَانٌ يَقْرَأُ سُورَةَ تَبَارَكَ الْمُلْكُ حَتَّى خَتَمَهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « هِىَ الْمَانِعَةُ هِىَ الْمُنْجِيَةُ تُنْجِيهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ. وَفِى الْبَابِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Malik bin Abu Asy Syawarib telah menceritakan kepada kami Yahya bin ‘Amru bin Malik An Nukri dari Ayahnya dari Abul Jauza` dari Ibnu Abbas, ia berkata; “Sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammembuat kemah di atas pemakaman, ternyata ia tidak mengira jika berada di pemakaman, tiba-tiba ada seseorang membaca surat Tabaarokalladzi bi yadihil mulk (Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan) “, sampai selesai. Kemudian dia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata; “Wahai Rasulullah sesungguhnya, aku membuat kemahku di atas kuburan dan saya tidak mengira jika tempat tersebut adalah kuburan, kemudian ada seseorang membaca surat Tabarok (surat) Al Mulk sampai selesai, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia adalah penghalang, dia adalah penyelamat yang menyelamatkannya dari siksa kubur.” Abu Isa (At Tirmidzi) berkata; Dari jalur ini, hadits ini hasan gharib. Dan dalam bab ini, ada hadits dari Abu Hurairah. (HR. Tirmidzi no. 2890)
Dalam hadits ini terdapat perowi dho’if yaitu Yahya bin Amru bin Malik. Yahya bin Ma’in, Abu Zur’ah, Abu Daud dan An Nasai menilainya dho’if. (Tahdzibul Kamal, 20/182)
Penilaian hadits:
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if sebagaimana dalam Dho’iful Jaami’ (6101).
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if. (Lihat At Tashil li Ta’wilit Tanzil Juz-u Tabarok, hal. 64)
Hadits ketiga
حَدَّثَنَا هُرَيْمُ بْنُ مِسْعَرٍ – تِرْمِذِىٌّ – حَدَّثَنَا الْفُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ عَنْ لَيْثٍ عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ لاَ يَنَامُ حَتَّى يَقْرَأَ (الم تَنْزِيلُ) وَ (تَبَارَكَ الَّذِى بِيَدِهِ الْمُلْكُ ). قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ رَوَاهُ غَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ لَيْثِ بْنِ أَبِى سُلَيْمٍ مِثْلَ هَذَا. وَرَوَاهُ مُغِيرَةُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- نَحْوَ هَذَا. وَرَوَى زُهَيْرٌ قَالَ قُلْتُ لأَبِى الزُّبَيْرِ سَمِعْتَ مِنْ جَابِرٍ فَذَكَرَ هَذَا الْحَدِيثَ. فَقَالَ أَبُو الزُّبَيْرِ إِنَّمَا أَخْبَرَنِيهِ صَفْوَانُ أَوِ ابْنُ صَفْوَانَ وَكَأَنَّ زُهَيْرًا أَنْكَرَ أَنْ يَكُونَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ.
Telah menceritakan kepada kami Huraim bin Mis’ar At Tirmidzi telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin Iyadh dari Laits dari Abu Az Zubair dari Jabir bahwa, “Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidur hingga beliau membaca Alif laam miim tanzil (surat As Sajdah) dan Tabarokalladzi bi yadihil mulk (surat Al Mulk).”‎
Abu Isa (At Tirmidzi) berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa perawi dari Laits bin Abu Sulaim seperti ini, dan diriwayatkan pula oleh Mughirah bin Muslim dari Abu Az Zubair dari Jabir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti ini. Zuhair meriwayatkan, katanya; “Aku bertanya kepada Abu Zubair; “Apakah kamu mendengar dari Jabir?” Ia pun menyebut hadits ini. Abu Az Zubair mengatakan; Hanya Shafwan atau Ibnu Shafwan yang mengabarkannya kepadaku. Sepertinya Zuhair mengingkari hadits ini dari Abu Az Zubair dari Jabir.
Penilaian hadits:
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan bahwa hadits ini ghorib dan ada dua ‘illah (cacat), yaitu Abu Az Zubair, (seorang perowi mudallis ) yang meriwayatkan dengan mu’an’an dan dho’ifnya Al Laits.(Nataij Al Afkar, 3/265)
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa hadits ini terdapat ‘illah (cacat). Laits bin Abu Sulaim adalah seorang perowi yang dho’if karena seringnya ia keliru. Juga Abu Az Zubair dinilai sebagai seorang perowi mudallis. Sedangkan di sini ia tidak gunakan lafazh mendengar, namun menggunakan lafazh ‘an (=dari), maka sanad hadits tersebut dho’if. (Lihat At Tashil li Ta’wilit Tanzil Juz-u Tabarok, hal. 64)
Hadits keempat
أخبرنا عبيد الله بن عبد الكريم وقال حدثنا محمد بن عبيد الله أبو ثابت المدني قال حدثنا بن أبي حازم عن سهيل بن أبي صالح عن عرفجة بن عبد الواحد عن عاصم بن أبي النجود عن زر عن عبد الله بن مسعود قال : من قرأ { تبارك الذي بيده الملك } كل ليلة منعه الله بها من عذاب القبر وكنا في عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم نسميها المانعة وإنها في كتاب الله سورة من قرأ بها في كل ليلة فقد أكثر وأطاب
Telah menceritakan pada kami ‘Ubaidullah bin ‘Abdil Karim, ia berkata, telah menceritakan pada kami Muhammad bin ‘Ubaidillah Abu Tsabit Al Madini, ia berkata, telah menceritakan pada kami Ibnu Abi Hazim, dari Suhail bin Abi Sholih, dari ‘Arfajah bin ‘Abdul Wahid, dari ‘Ashim bin Abin Nujud, dari Zarr, dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Barangsiapa membaca “Tabarokalladzi bi yadihil mulk” (surat Al Mulk) setiap malam, maka Allah akan menghalanginya dari siksa kubur. Kami di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menamakan surat tersebut “al Mani’ah” (penghalang dari siksa kubur).  Dia adalah salah satu surat di dalam Kitabullah. Barangsiapa membacanya setiap malam, maka ia telah memperbanyak dan telah berbuat kebaikan.” (HR. An Nasai dalam Al Kabir 6/179 dan Al Hakim. Hakim mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih)
Riwayat di atas mauquf, hanya perkataan ‘Abdullah bin Mas’udradhiyallahu ‘anhu.
Penilaian hadits:
Hakim mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih. Sebagaimana dinukilkan oleh Al Mundziri dalam At Targhib wa At Tarhib (2/294).
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan sebagaimana dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib (1589).
Kesimpulan Pembahasan Hadits
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa riwayat yang paling kuat yang membicarakan keutamaan surat Al Mulk adalah riwayat terakhir dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Riwayat tersebut bukanlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun hanya perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Keutamaan surat Al Mulk yang disebutkan dalam riwayat Ibnu Mas’ud adalah:
Surat Al Mulk disebut dengan surat al Mani’ah, yaitu penghalang dari siksa kubur jika rajin membacanya di malam hari.‎
Membaca surat Al Mulk di malam hari adalah suatu kebaikan.
Catatan penting yang mesti diperhatikan:
Keutamaan surat ini bisa diperoleh jika seseorang rajin membacanya setiap malamnya, mengamalkan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, mengimani berbagai berita yang disampaikan di dalamnya.
Dalam Riwayat Abu Dawud Tentang Keutamaan Surat Al Mulk
عن أبي هريرة، عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: سورة من القرأن، ثلاثون اية؛ تَشْفَعُ لصاحبها حتى يُغْفَرَ له: تبارك الذي بيده الملك. (رواه أبو داود واللفظ له, والترمذي وغيرهما، وصححه ابن حبان والحاكم والذهبي، وحسنه الترمذي والألباني)ـ
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Satu surat dalam Alquran (yang terdiri dari) tiga puluh ayat (pada hari kiamat) akan memberi syafaat (dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala) bagi orang yang selalu membacanya (dengan merenungkan artinya) sehingga Allah mengampuni (dosa-dosa)nya, (yaitu surat Al-Mulk): “Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan/kekuasaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. Dalam riwayat lain: “…sehingga dia dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.”  (HR. Abu Dawud no. 1400, At-Tirmidzi no. 2891, Ibnu Majah no. 3786, Ahmad 2:299, dan Al-Hakim no. 2075 dan 3838, dinyatakan shahih oleh Imam Al-Hakim dan disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi, serta dinyatakan hasan oleh imam At-Tirmidzi dan syaikh Al-Albani).
Hadis yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan membaca surat ini secara kontinyu, karena ini merupakan sebab untuk mendapatkan syafaat dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. (Faidhul Qadir, 2:453)
Hadis ini semakna dengan hadis lain dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Satu surat dalam Alquran yang hanya (terdiri dari) tiga puluh ayat akan membela orang yang selalu membacanya (di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala) sehingga dia dimasukkan ke dalam surga, yaitu surat: “Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan/kekuasaan.”
(HR. Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul Ausath no. 3654 dan Al-Mu’jamush Shagir no. 490, dinyatakan shahih oleh Al-Haitsami dan Ibnu Hajar dinukil dalam kitab Faidhul Qadir 4:115 dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jaami’ish Shagir no. 3644).
Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadis ini:
– Keutamaan dalam hadis ini diperuntukkan bagi orang yang selalu membaca surat Al-Mulk dengan secara kontinyu disertai dengan merenungkan kandungannya dan menghayati artinya. (Faidhul Qadir, 4:115).
– Surat ini termasuk surat-surat Alquran yang biasa dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum tidur di malam hari, karena agungnya kandungan maknanya. (HR At-Tirmidzi no. 2892 dan Ahmad 3:340, dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 585).
– Sebagian dari ulama ahli tafsir menamakan surat ini dengan penjaga/pelindung dan penyelamat (dari azab kubur). (Tafsir al-Qurthubi, 18:205). Akan tetapi penamaan ini disebutkan dalam hadis yang lemah. (Dha’ifut Targibi wat Tarhib, no. 887).
– Alquran akan memberikan syafaat (dengan izin Allah) bagi orang yang membacanya (dengan menghayati artinya) dan mengamalkan isinya (Bahjatun naazhirin, 2:240), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Bacalah Alquran, karena sesungguhnya bacaan Alquran itu akan datang pada hari kiamat untuk memberi syafaat bagi orang-orang yang membacanya (sewaktu di dunia).” (HR. Muslim no. 804).
Dalam Riwayat Lain Dijelaskan 
عن أنس بن مالك قال، قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: سورة من القرآن، ما هي إلا ثلاثون آية، خاصمت عن صاحبها حتى أدخلته الجنة، و هي تبارك. (رواه الطبراني في المعجم الأوسط وحسنه الألباني في صحيح الجامع)ـ
Anas bin Malik mengatakan, Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam bersabda: “Ada surat dari Alqur’an, ia hanya terdiri dari 30 ayat, Surat tersebut dapat membela ‘temannya’ sehingga memasukkannya ke surga, yaitu: Surat Tabarok“. (HR. Thobaroni dalam Mu’jamul Ausath, dan dihasankan oleh Albani dalam Shohihul Jami’)
عَنْ جَابِرٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَنَامُ حَتَّى يَقْرَأَ الم تَنْزِيلُ وَتَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ. (رواه أحمد والترمذي وغيرهما وصححه الألباني)ـ
Dari Jabir, sesungguhnya Nabi -shollallohu alaihi wasalam- tidak pernah tidur (malam) sehingga ia membaca surat Alif lam mim tanzil (biasa disebut Surat as-Sajdah) dan surat Tabarokalladi bi yadihil mulk (biasa disebut surat al-Mulk). (HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan yang lainnya, dihasankan oleh Albani)
عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أُعْطِيتُ مَكَانَ التَّوْرَاةِ السَّبْعَ، وَأُعْطِيتُ مَكَانَ الزَّبُورِ الْمَئِينَ، وَأُعْطِيتُ مَكَانَ الْإِنْجِيلِ الْمَثَانِيَ، وَفُضِّلْتُ بِالْمُفَصَّلِ. (رواه أحمد وحسنه الألباني والأرناؤوط)ـ
Dari Waatsilah ibnul Asqo’, sesungguhnya Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Aku telah dikaruniai Assab’u yang sebanding dengan kitab Taurat, aku juga diberi Alma’in yang sebanding dengan kitab Zabur, aku juga diberi Almatsani yang sebanding dengan kitab Injil, dan aku dikaruniai kelebihan dengan Almufash-shol” (HR. Ahmad, dan dihasankan oleh Albani dan Al-Arnauth)
Fadhilah Surat Almulk bisa diraih oleh mereka yang banyak membacanya, terutama di waktu malam menjelang tidur, Jadi tidak tepat kalau dikatakan bahwa keutamaan tersebut hanya khusus bagi mereka yang menghafalnya saja.‎
Waktu untuk membaca Surat Almulk ini bisa kapan saja, akan tetapi Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- biasa membacanya saat menjelang tidur malam.
Melihat keterangan hadits-hadits di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa memperbanyak membaca Surat Almulk dapat menghindarkan seseorang dari siksa kubur dan siksa neraka.
Perlu kami ingatkan di sini, bahwa banyak sekali hadits-hadits tentang keutamaan surat Alqur’an yang dhoif (lemah) bahkan maudhu’ (palsu). Oleh karena itu, hendaklah kita berhati-hati dalam menerima keterangan tentang keutamaan surat Alqur’an, agar kita tidak terjatuh dalam amalan bid’ah dan kepercayaan yang tak berdasar. Hendaklah kita tidak mengamalkan hadits, kecuali telah jelas keshohihannya…‎
Wallohu A'lam Bishshowab ‎