Jumat, 21 Februari 2020

Doa Para Malaikat Untuk Orang Yang Menunggu Sholat


Sholat merupakan amalan yg sangat utama dan juga disukai Allah SWT, dan shalat juga termasuk pondasi atau salahsatu rukun islam yang lima. Dan shalat juga diperintahkan secara langsung oleh Allah SWT kpd Nabi Muhammad pada saat malam Isra Mi’raj, dimana Beliau betemu Allah SWT di Sidratul Muntaha. Selain itu, kita umat muslim juga telah diperintahkan untuk mengerjakan shalat lima waktu setiap harinya.

Sehingga setiap umat islam itu wajib mengerjakan shalat lima waktu setiap harinya, karena memang hal tersebut telah diperintahkan secara langsung oleh Allah SWT. Selain itu, kita juga masih disarankan untuk mengerjakan beberapa amalan shalat sunnah lainnya yang ada banyak sekali. Dengan kita mengerjakan amalan shalat sunnah yg ada tersebut, maka kita akan mendapatkan tambahan pahala buat kita.

Dan untuk hari ini, kami ingin mencoba membahas mengenai keutamaan menunggu shalat. Karena telah diperintahkan kepada semua umat islam untuk mengerjakan shalat bila telah tiba waktu shalat dan meninggalkan segala urusan duniawi mereka. Dan bagi mereka yg mau menunggu waktu shalat dan meninggalkan segala urusannya sebelum tiba waktu shalat, maka tidak menutup kemungkinan bagi mereka ini untuk mendapatkan keutamaan menunggu shalat.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا دَامَ يَنْتَظِرُهَا وَلَا تَزَالُ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي الْمَسْجِدِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ, فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ وَمَا الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ, قَالَ فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاط

“Salah seorang dari kalian akan tetap dianggap sedang sholat selama ia menunggu sholat. Dan malaikat juga akan senantiasa bersholawat selama salah seorang dari kalian berada di masjid, mereka berkata; “Ya Allah, ampunilah ia, Ya Allah rahmatilah ia, ” yakni selama ia tidak berhadats (tidak batal wudhunya).” maka ada seorang laki-laki dari Hadramaut bertanya, “Wahai Abu Hurairah, seperti apa hadats (yang membatalkan wudhu itu)?” ia menjawab, “Kentut tanpa suara atau pun bersuara.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, dan selainnya).

Dari Sahl bin Sa’d as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ جَلَسَ فِي الْمَسْجِدِ يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ فَهُوَ فِي صَلَاةٍ

“Barangsiapa duduk di masjid dalam rangka menunggu sholat, maka dia terhitung dalam keadaan sholat.” (HR. an-Nasa’i dan Ahmad dengan sanad hasan).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ألا أدلكم على ما يمحو الله به الخطايا ويرفع به الدرجات, قالوا بلى يا رسول الله, قال : إسباغ الوضوء على المكاره, وكثرة الخطا إلى المساجد, وانتظار الصلاة بعد الصلاة, فذلكم الرباط ”

“Maukah kalian aku tunjukkan tentang sesuatu yang dengannya Allah menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat-derajat?” Para sahabat menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda: ‘Menyempurnakan wudhu dalam keadaan yang tidak disukai, memperbanyak langkah menuju masjid, dan menunggu sholat (yang berikutnya) setelah melakukan sholat, itu adalah ribath (yakni pahalanya seperti berjaga-jaga di wilayah perbatasan negeri muslim dan kafir, pent).” (HR. Muslim nomor.251).

Al-Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ahuma, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَتَانِي اللَّيْلَةَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي أَحْسَنِ صُوْرَةٍ قَالَ: أَحْسَبُهُ، قَالَ: فِي الْمَنَامِ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ هَلْ تَدْرِي فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلأُ اْلأَعْلَى؟ قَالَ: قُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ ثَدْيَيَّ، أَوْ قَالَ: فِي نَحْرِي، فَعَلِمْتُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ، قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلأُ اْلأَعْلَى، قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ فِي الْكَفاَّرَاتِ وَالْكَفَّارَاتُ الْمَكْثُ فِي الْمَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ وَالْمَشْيُ عَلَى اْلأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ وَإِسْبَاغُ الْوُضُوْءِ فِي الْمَكَارِهِ وَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ بِخَيْرٍ وَكَانَ مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.”

‘Malam tadi Rabb-ku datang kepadaku dalam bentuk yang paling indah, aku menyangkan bahwa itu terjadi di dalam mimpi. Kemudian Dia berfirman kepadaku, ‘Wahai Muhammad, apakah engkau tahu apa yang menjadi bahan pembicaraan para Malaikat ?’ Aku menjawab, ‘Aku tidak tahu.’ Lalu Allah meletakkan tangan-Nya di antara kedua pundakku, sehingga aku merasakan dingin di dada atau di dekat tenggorokan, maka aku tahu apa yang ada di langit dan bumi. Allah berfirman, ‘Wahai Muhammad, tahukah engkau apa yang menjadi bahan pembicaraan para Malaikat?’ Aku menjawab, ‘Ya, aku tahu. Mereka membicarakan al-kafarat.’ Al-kafarat itu adalah berdiam di masjid setelah shalat, melangkahkan kaki menuju shalat berjama’ah, dan menyempurnakan wudhu’ dalam keadaan yang sangat dingin. Barangsiapa yang melakukannya, maka ia akan hidup dengan baik dan wafat dengan baik pula, ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari di mana ia dilahirkan dari (rahim) ibunya.”

Allaahu Akbar! Sungguh sangat agung pahala orang-orang yang melakukan tiga amalan seperti itu. Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang menjaga amalan ini, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.

Pantas kiranya jika kita mengungkapkan dua pertanyaan tentang tetap duduk di masjid setelah shalat dengan berusaha untuk menjawab masing-masing pertanyaan tersebut -dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala- yaitu:

Pertama: Apakah untuk mendapatkan shalawat dari para Malaikat disyaratkan untuk berdiam di masjid, tempat ia melaksanakan shalat, atau ia mendapatkannya walaupun ia pindah ke masjid yang lainnya?

Untuk menjawab pertanyaan ini saya akan membawakan apa yang diungkapkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dan al-‘Allamah al-‘Aini ketika mereka berdua menjelaskan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلِ الْمَلاَئِكَةُ تُصَلِّّى عَلَيْهِ مَا دَامَ فِيْ مُصَلاَّهُ.

“Maka jika seseorang melaksanakan shalat, senantiasa para Malaikat bershalawat kepadanya selama ia berada di masjid.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Makna dari mushalla adalah sebuah tempat yang biasa digunakan untuk shalat dalam bentuk sebuah masjid. Dan aku mengira bahwa redaksi ini melihat kepada suatu kebiasaan, artinya seandainya seseorang pindah ke masjid lain dan terus dengan niatnya semula untuk menunggu shalat, maka ia tetap mendapatkan pahala yang dijanjikan baginya.”

Al-‘Allamah al-‘Aini berkata: “Kata مُصَلاَّهُ -dengan mim yang didhammahkan- adalah sebuah tempat yang digunakan untuk melaksanakan shalat. Aku mengira redaksi ini melihat kepada suatu kebiasaan. Artinya, seandainya seseorang pindah ke masjid lain dan terus dengan niatnya semula untuk menunggu shalat, maka ia tetap mendapatkan pahala yang dijanjikan untuknya.”

Kedua: Apakah para wanita yang biasa duduk di tempat shalatnya di rumah mendapatkan pahala yang ditetapkan bagi kaum lelaki yang duduk di masjid, yaitu shalawat dari para Malaikat?

Saya jawab: Diharapkan -dengan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala- bahwa mereka juga mendapatkan pahala yang telah ditetapkan, karena mereka semua tidak diwajibkan untuk datang ke masjid, bahkan shalat di rumah mereka lebih utama daripada shalat di masjid. Oleh karena itu, duduk di tempat shalat mereka di rumah tentu akan lebih baik daripada duduk di masjid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar