Aqiqah adalah sunnah Rasul yang didefinisikan sebagai penyembelihan 
hewan dalam rangka penebusan seorang anak. Sebab, sebagaimana sabda Nabi
 saw dalam hadits riwayat Abu Dawud nomor 1522, tubuh seorang anak itu 
tergadaikan sampai ia diaqiqahi:
 الْغُلاَمُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ اْلسَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسَهُ وَيُسَمَّى 
"Seorang anak tergadaikan dengan (tebusan) aqiqah yang disembelih 
untuknya di hari yang ke tujuh, dicukur rambut kepalanya dan diberi 
nama.” 
Hewan yang disembelih dalam Aqiqoh ialah dua ekor kambing bagi anak lelaki dan satu ekor kambing bagi anak perempuan. Kriteria tentang kambing yang bagaimana yang layak dijadikan sebagai aqiqoh sama dengan kambing yang layak untuk berkurban.
Alat yang dipakai untuk menyembelih binatang aqiqah dan binatang 
lainnya umumnya berupa pisau, golok, dan parang. Bahkan di industri 
memakai alat potong yang lebih canggih, namun bentuknya tetap mirip 
pisau. Supaya kepingan yang disembelih tidak alot alasannya yaitu 
tumpulnya alat potong, maka dianjurkan untuk mengasah alat potong sampai
 tajam. Dengan hal demikian, akan mengurangi tindak aniaya ketika 
pemotongan. Berikut yaitu hadist shahihyang diriwayatkan oleh Muslim 
(13/1955-Nawawi), Ibnu Majah (3670), Abdurrazzaq (8603-8604) dan Ibnul 
Jarud dalam Al-Muntaqa (899).
Dari Syaddad bin Aus RA ia berkata, “Dua hal yang saya hafal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ia berkata:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا 
قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا 
الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan biar berbuat baik terhadap segala 
sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang 
baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang 
baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah binatang 
yang akan disembelih”
Usahakan binatang akan disembelih tidak melihat ketika pengasahan alat potong
Menyembelih binatang aqiqah dan binatang lainnya harus dengan pisau 
yang tajam. Hal tersebut untuk mengurangi rasa sakit yang terlalu lama. 
Ada 2 hadist shahih yang menjelaskan perihal perihal tidak dibolehkannya
 memperlihatkan pengasahan pisau kepada binatang yang akan disembelih. 
Hadist yang pertama diriwayatkan oleh Al-Baihaqi (9/280), Al-Hakim 
(3/233), Abdurrazzaq (8609). 
Hadist ini dishahihkan oleh Al-Hakim. Selanjutnya juga disepakati 
oleh Adz-Dzahabi bahwa hadits ini shahih. Pada isnad oleh Al-Baihaqi 
rijalnya tsiqat. Perawi yang berjulukan Abdullah bin Ja’far Al-Farisi 
yaitu tsiqah berdasarkan Adz-Dzahabi dalam As-Siyar : Imam Al-Alamah. 
Kemudian juga ditsiqahkan oleh Ibnu Mandah. Lafazh hadistnya yaitu 
sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu ia berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengamati seorang lelaki 
yang meletakkan kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia 
mengasah perangnya sedangkan kambing tersebut memandang kepadanya, maka 
ia mengatakan:
أَتُرِيْدُ أَنْ تَمِيْتَهَا مَوْتَات هَلاَ حَدَدْتَ شَفْرَتَكَ قَبْلَ أَنْ تَضْجَعَهَا
“Tidaklah diterima hal ini. Apakah engkau ingin benar-benar 
mematikannya. (dalam riwayat lain : Apakah engkau ingin mematikannya 
dengan beberapa kematian).”
Hadist yang kedua diriwayatkan oleh Abdurrazzaq (8606-8608). Sanad 
yang ada didalamnya ada kelemahan alasannya yaitu bercampurnya hafalan 
Shalih Maula At-Tauamah. Isinya yaitu jangan menajamkan alat potong di 
depan binatang yang disembelih. Berikut yaitu kutipan hadistnya:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata:
“Jika salah seorang dari kalian menajamkan parangnya maka janganlah 
ia menajamkannya dalam keadaan kambing yang akan disembelih melihatnya”
Menggiring binatang ke arah tempat pemotongan dengan baik
Sesudah berbuat baik terhadap binatang sembelihan dan mengasah pisau,
 selanjutnya binatang dibawa ke tempat penyembelihan dengan cara 
baik-baik. Mengenai hal ini ada dalil hadist yang diriwayatkan oleh 
Al-Baihaqi (9/281), Abdurrazzaq (8605) dan isnadnya munqathi (terputus),
 alasannya yaitu Ibnu Sirin tidak bertemu dengan Umar, maka isnadnya 
dlaif. Namun demikian ada hadits lain yang menjelaskan keharusan 
bersikap baik (rahmah) pada hewan. Oleh alasannya yaitu itu, hadits yang
 diriwayatkan oleh Al-Baihaqi tersebut maknanya shahih. Berikut yaitu 
kutipannya
Ibnu Sirin menyampaikan bahwa Umar Radhiyallahu anhu melihat 
seseorang menyeret kambing untuk disembelih kemudian ia memukulnya 
dengan pecut, maka Umar berkata dengan mencelanya:
“Giring binatang ini kepada maut dengan baik”
Jadi akhlak menyembelih binatang aqiqah dan binatang lain itu diatur 
terperinci dalam Islam, bukan hanya do’a menyembelih binatang aqiqoh 
saja. Rasulullah Muhammad yaitu nabi yang penyayang terhadap sesama 
makhluk.
Membaringkan binatang yang akan di potong dan menghadapkannya ke arah kiblat
Mengenai dalil menyembelih binatang aqiqah dan binatang lainnya dalam
 posisi terbaring berasal dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Beliau 
mendapati Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kepada 
sahabatnya untuk dibawakan kibas (sejenis kambing). Kemudian Rasulullah 
mengambil kibas itu dan membaringkannya. Selanjutnya Rasulullah 
Shallallahu alaihi wa sallam menyembelihnya. 
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ 
يَطَأُ فِى سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِى سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِى سَوَادٍ 
فَأُتِىَ بِهِ لِيُضَحِّىَ بِهِ فَقَالَ لَهَا « يَا عَائِشَةُ هَلُمِّى 
الْمُدْيَةَ ».ثُمَّ قَالَ « اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ ». فَفَعَلَتْ ثُمَّ 
أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ « 
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ 
وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ». ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan seekor 
kambing kibasy. Beliau berjalan dan bangun serta melepas pandangannya di
 tengah orang banyak. Kemudian ia dibawakan seekor kambing kibasy untuk 
ia buat qurban. Beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, bawakan 
kepadaku pisau“. Beliau melanjutkan, “Asahlah pisau itu dengan batu“. 
‘Aisyah pun mengasahnya. Lalu ia membaringkan kambing itu, kemudian ia 
bersiap menyembelihnya, kemudian mengucapkan, “Bismillah. Ya Allah, 
terimalah qurban ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat 
Muhammad”. Kemudian ia menyembelihnya 
Imam an Nawawi rahimahullah menyampaikan bahwa hadits tersebut di 
atas memperlihatkan keutamaan menyembelih binatang dalam posisi 
terbaring. Menyembelih binatang dalam posisi bangun atau berlutut yaitu 
tidak dianjurkan dan kurang tepat. Hal tersebut merupakan salah satu 
sikap ihsan terhadap binatang sembelihan.
Cara menyembelih binatang aqiqah dan lainnya dengan cara dibaringkan 
merupakan tawaran yang disepakati oleh jumhur ulama berdasarkan 
hadits-hadits yang ada. Oleh alasannya yaitu itu, sebaiknya setiap 
muslim yang menyembelih hewan, dianjurkan untuk mengikuti apa yang telah
 disepakati para ulama tersebut. Membaringkan binatang sembelihan 
binatang yang benar yaitu dengan posisi kiri binatang tersebut berada 
dibawah (menempel tanah atau lantai). Cara ini memudahkan orang yang 
akan menyembelih untuk mengambil pisau dengan asisten dan menahan kepala
 binatang dengan tangan kiri.
Setelah itu, penyembelih meletakkan kaki kirinya di leher sisi kanan 
binatang yang disembelih. Dalam hal ini ada dalil yang diriwayatkan Anas
 berikut:
ضَحَّى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ ، 
فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّى وَيُكَبِّرُ ،
 فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ .
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor 
kambing kibasy putih. Aku melihat ia menginjak kakinya di pangkal leher 
dua kambing itu. Lalu ia membaca basmalah dan takbir, kemudian ia 
menyembelih keduanya
Hewan yang disembelih miring dengan menghadap kiblat. Hal ini 
didasarkan pada sikap Umar bin Khattab yang diriwayatkan oleh Nafi’,
أَنَّ اِبْنَ عُمَرَ كَانَ يَكْرَهُ أَنْ يَأْكُلَ ذَبِيْحَةَ ذَبْحِهِ لِغَيْرِ القِبْلَةِ.
“Sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging binatang yang disembelih dengan tidak menghadap kiblat.”
Menurut Syaikh Abu Malik, menghadapkan binatang ke arah kiblat 
bukanlah syarat dalam penyembelihan hewan. Jika memang hal ini yaitu 
syarat, tentu Allah akan menjelaskannya. Mengarahkan binatang sembelihan
 ke arah kiblat hanyalah mustahab (dianjurkan). 
Mengucapkan tasmiyah (basmalah) dan takbir
Ketika akan menyembelih disyari’atkan membaca “Bismillaahi wallaahu 
akbar”, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik. Untuk bacaan bismillah 
(tidak perlu ditambahi Ar Rahman dan Ar Rahiim) hukumnya wajib 
sebagaimana telah dijelaskan di muka. Adapun bacaan takbir – Allahu 
akbar – para ulama setuju jikalau aturan membaca takbir ketika 
menyembelih ini yaitu sunnah dan bukan wajib.
Memotong pada kepingan yang tepat
Maksud dari menyembelih yaitu memotong urat leher, kerongkongan, 
kanal pernafasan dan kanal darah sehingga binatang lebih cepat mati 
(meninggal). Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata : Penyembelihan 
dilakukan di sekitar kerongkongan dan labah. Labah yaitu lekuk yang ada 
di atas dada dan unta juga disembelih di tempat ini.
Disunnahkan saat menyembelih binatang untuk ‘aqiqoh dengan membaca:
بِسْمِ اللهِ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ ، هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلاَن 
Bismillah Allahu Akbar Allaahumma minka wa laka, haadzihi ‘aqiiqotu 
fulaan (Dengan Nama Allah, Allah adalah Yang Terbesar, Ya Allah ini 
dariMu dan untukMu. Ini adalah aqiqoh fulaan) 
Penyebutan ‘fulaan’ itu diganti dengan nama anak yang diaqiqohi tersebut. 
Hal ini sesuai hadits yang diriwayatkan al-Baihaqy dalam as-Sunan al-Kubro dan Abu Ya’la dalam Musnadnya:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : يُعَقُّ عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ
 ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ ، قَالَتْ عَائِشَةُ : فَعَقَّ رَسُولُ اللهِ
 صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ شَاتَيْنِ 
شَاتَيْنِ يَوْمَ السَّابِعِ ، وَأَمَرَ أَنْ يُمَاطَ عَنْ رَأْسِهِ 
الأَذَى وَقَالَ : اذْبَحُوا عَلَى اسْمِهِ وَقُولُوا بِسْمِ اللهِ ، 
اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ ، هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلاَنٍ 
Dari Aisyah –radhiyallahu anha- beliau berkata: Anak laki-laki diaqiqohi
 dengan dua kambing yang setara. Dan anak perempuan satu kambing. Aisyah
 berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mengaqiqohi al-Hasan 
dan al-Husain masing-masing dua kambing pada hari ketujuh (kelahiran). 
Beliau memerintahkan agar pada kepala anak itu dihilangkan kotoran. Dan 
beliau bersabda: Sembelihlah dengan (juga) menyebut nama (anak yang akan
 diaqiqahi). Ucapkan: Bismillah Allahu Akbar Allaahumma minka wa laka, 
haadzihi ‘aqiiqotu fulaan (Dengan Nama Allah, Allah adalah Yang 
Terbesar, Ya Allah ini dariMu dan untukMu. Ini adalah aqiqoh fulaan). 
Hadits ini dishahihkan oleh Ibnus Sakan dan dinyatakan sanadnya hasan 
oleh anNawawiy dalam al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab. Diriwayatkan juga 
oleh Ibnul Mundzir dan dinyatakan hasan. 
Hal ini juga ditunjang oleh pendapat seorang Tabi’i Qotadah, yang menyatakan:
يُسَمِّى عَلَى الْعَقِيقَةِ كَمَا يُسَمِّى عَلَى الأُضْحِيَّةِ : بِسْمِ اللهِ ، عَقِيقَةُ فُلاَنٍ 
Mengucapkan bismillah saat (akan menyembelih) aqiqoh sebagaimana 
mengucapkan bismillah pada binatang kurban, dengan mengucapkan: 
Bismillah, aqiqoh fulaan (riwayat Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang 
shahih, para perawinya adalah rijal al-Bukhari dan Muslim) 
Al-Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah juga menyebutkan pendapat ini adalah 
pendapat al-Imam Ahmad dalam Tuhfatul Mauduud fii Ahkaamil Mauluud:
ولهذا يستحب أن يقال عليها ما يقال على الأضحية قال أبو طالب سألت أبا عبد 
الله إذا أراد الرجل أن يعق كيف يقول قال يقول باسم الله ويذبح على النية 
كما يضحي بنيته يقول هذه عقيقة فلان بن فلان ولهذا يقول فيها اللهم منك ولك
 ويستحب فيها ما يستحب في الأضحية 
Karena itu, disunnahkan untuk mengucapkan seperti yang diucapkan pada 
saat penyembelihan kurban. Abu Tholib berkata: Aku bertanya Abu Abdillah
 (Ahmad bin Hanbal): Jika seorang ingin (menyembelih) aqiqoh, apa yang 
dibacanya? Beliau menjawab: Ia mengucapkan Bismillah dan menyembelih 
dengan (menyebut niat). Ia berkata: Ini adalah aqiqoh fulaan bin fulaan.
 Karena itu saat menyembelih itu ia mengucapkan: Allaahumma minka wa 
laka ( Ya Allah ini adalah dariMu dan untukMu). Disukai melakukan 
padanya (aqiqoh) sebagaimana disukai melakukannya pada penyembelihan 
binatang kurban (Tuhfatul Mauduud fii Ahkaamil Mauluud (1/70)). 
Namun kalaupun seseorang hanya mengucapkan Bismillah saat menyembelih 
aqiqoh dan tidak melafadzkan niat bahwa aqiqoh ini dari anak tertentu, 
maka yang demikian tidak mengapa. Ibnul Mundzir menyatakan:
وإن نوى العقيقة ولم يتكلم به أجزأه إن شاء الله 
Jika dia berniat aqiqoh dan tidak mengucapkannya maka yang demikian 
sudah cukup baginya InsyaAllah (Tuhfatul Mauduud fii Ahkaamil Mauluud 
(1/93)). 
Catatan : hadits Aisyah di atas memiliki ‘illat karena mayoritas jalur 
periwayatan mengandung ‘an-anah dari Ibnu Juraij, hanya periwayatan dari
 Ibnu Hibban dalam Shahihnya yang tidak. Ibnu Juraij, meski beliau 
adalah rijaal al-Bukhari dan Muslim namun beliau dikenal sebagai 
mudallis. Namun, riwayat ini insyaAllah bisa dikuatkan dengan riwayat 
yang shahih maqthu’ dari Qotadah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan 2 jalur 
periwayatan dari Qotadah, yang salah satu sanadnya shahih. Syaikh 
al-Albany dalam kitab Qishshotul Masiihid Dajjaal (1/99) mengisyaratkan 
bahwa riwayat shahih maqthu’ dari Tabi’i hukumnya adalah marfu’ mursal.
Doa menyembelih binatang aqiqah sesuai sunnah sebaiknya diketahui oleh 
orang yang ditugaskan untuk memotong binatang tersebut, baik kambing 
ataupun domba. Dengan mempelajari ilmu sebelum beramal, maka seseorang 
mampu melaksanakan amal tersebut dengan benar tak terkecuali dengan tata
 cara menyembelih kambing aqiqah. Berikut ini aadalah teks bacaan doa 
ketika menyembelih kambing aqiqah atau domba aqiqah. Ini yaitu kumpulan 
doa untuk aqiqah anak dalam bahasa Arab dan latin beserta terjemahan 
dalam bahasa Indonesia.
بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ، اَللَّهُمَّ عَقِيْقَةٌ عَنْ فُلاَنِ بْنِ فُلاَن 
لَحْمُهَا بِلَحْمِهِ وَعَظْمُهَا بِعَظْمِهِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا 
وِقَآءً لآلِ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ وَآلِهِ السَّلاَمُ
Bismillâhi wa billâhi, Allâhumma `aqîqatun `an fulan bin fulan, lahmuhâ 
bilahmihi wa `azhmuhâ bi`azhmihi. Allâhummaj`alhâ wiqâan liâli 
Muhammadin `alayhi wa âlihis salâm.
Artinya:
Dengan nama Allah dan dengan Allah, aqiqah ini dari fulan bin fulan, 
dagingnya dengan dagingnya, tulangnya dengan tulangnya. Ya Allah, 
jadikan aqiqah ini sebagai tanda kesetiaan kepada keluarga Muhammad SAW
Doa aqiqah diatas yaitu bacaan doa aqiqah untuk anak pria atau bayi 
laki-laki. Untuk teks bacaan doa aqiqah anak wanita atau bayi perempuan,
 maka nama fulan bin fulan diganti dengan fulanah binti fulanah (nama 
anak tersebut).
Alternatif doanya adalah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَللّهُمَّ رَبِّىْ, هَذِهِ 
عَقِيْقَةُ … بِنْ…. دَمُهَا بِدَمِهِ وَلَحْمُهَا بِلَحْمِهِ وَعَظْمُهَا 
بِعَظْمِهِ وَجِلْدُهَا بِجِلْدِهِ وَشَعْرُهَا بِشَعْرِهِ. اَللَّهُمَّ 
اجْعَلْهَا فِدَاءً لِ…بن….مِنَ النَّارِ
Bismillahirrokhmanirrokhiym. Allahumma Robbi Hadzihi 
‘Aqyqotu…….bin….damuhaa bidamihi walakhmuhaa bilakhmihi wa-adhmuhaa 
biadhmihi wajilduhaa bijildihi wa-ssya’ruhaa bi-ssya’rihi Allahumma aj’alhaa fidaa an li………bin………..minannaar
Artinya: Ya Allah, wahai Tuhanku, binatang ini yaitu aqiqah untuk….bin… 
(sebutkan namanya), dimana darahnya (hewan) yaitu menebus darahnya 
(anak), dagingnya (hewan) untuk menebus dagingnya (anak), tulangnya 
(hewan) yaitu untuk menbus tulangnya (anak), kulitnya (hewan) yaitu 
untuk menebus kulitnya (anak) dan bulunya (hewan) untuk menebus 
rambutnya (anak). Ya Allah, hendaklah Engkau menyebabkan aqiqah ini 
sebagai tebusan untuk….bin…. (sebutkan namanya) dari neraka.
Dasar dari pelaksanaan tersebut yaitu hadist yang diriwayatkan Al-Baihaqi dan jago hadist lainnya:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم: عق عن الحسن والحسين شاتين يوم السابع 
وأمر أن يماط عن رأسه الأذى وقال اذبحوا على اسمه وقولوا بسم الله والله 
أكبر اللهم لك وإليك هذه عقيقة فلان
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi Al-Hasan dan 
Al-Husain dengan dua ekor kambing pada hari ketujuh, dan diperintahkan 
biar rambut kepalanya dicukur. Lalu ia berkata, sembelihlah atas 
namanya, ucapkanlah, “Bismillah wallahu akbar. Allahumma laka wa ilaik. 
Hadzihi aqiqah fulan.” (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, 
ini milik-Mu dan untuk-Mu. Ini yaitu aqiqah untuk si fulan.”
Fulan disini bermakna anak biasanya laki-laki, untuk wanita disebut 
fulanah. Namun hadist di atas mampu diterapkan baik untuk bayi pria 
maupun perempuan.
Doa walimah al-‘Aqiqah
اللهم احْفَظْهُ مِنْ شَرِّالْجِنِّ وَالْإِنْسِ وَأُمِّ الصِّبْيَانِ 
وَمِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَالْعِصْيَانِ وَاحْرِسْهُ بِحَضَانَتِكَ 
وَكَفَالَتِكَ الْمَحْمُوْدَةِ وَبِدَوَامِ عِنَايَتِكَ وَرِعَايَتِكَ 
أَلنَّافِذَةِ نُقَدِّمُ بِهَا عَلَى الْقِيَامِ بِمَا كَلَّفْتَنَا مِنْ 
حُقُوْقِ رُبُوْبِيَّتِكَ الْكَرِيْمَةِ نَدَبْتَنَا إِلَيْهِ فِيْمَا 
بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَلْقِكَ مِنْ مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ وَأَطْيَبُ مَا 
فَضَّلْتَنَا مِنَ الْأَرْزَاقِ اللهم اجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ مِنْ أَهْلِ
 الْعِلْمِ وَأَهْلِ الْخَيْرِ وَأَهْلِ الْقُرْآنِ وَلَا تَجْعَلْنَا 
وَإِيَّاهُمْ مِنْ أَهْلِ الشَّرِ وَالضَّيْرِ وَ الظُّلْمِ وَالطُّغْيَانِ
 
“Allâhummahfadzhu min syarril jinni wal insi wa ummish shibyâni wa min 
jamî’is sayyiâti wal ‘ishyâni wahrishu bihadlânatika wa kafâlatika 
al-mahmûdati wa bidawâmi ‘inâyatika wa ri’âyatika an-nafîdzati nuqaddimu
 bihâ ‘alal qiyâmi bimâ kalaftanâ min huqûqi rububiyyâtika al-karîmati 
nadabtanâ ilaihi fîmâ bainanâ wa baina khalqika min makârimil akhlâqi wa
 athyabu mâ fadldlaltanâ minal arzâqi. Allâhummaj’alnâ wa iyyâhum min 
ahlil ‘ilmi wa ahlil khairi wa ahlil qur`âni wa lâ taj’alnâ wa iyyâhum 
min ahlisy syarri wadl dloiri wadz dzolami wath thughyâni.” 
“Ya Allah, jagalah dia (bayi) dari kejelekan jin, manusia ummi shibyan, 
serta segala kejelekan dan maksiat. Jagalah dia dengan penjagaan dan 
tanggungan-Mu yang terpuji, dengan perawatan dan perlindunganmu yang 
lestari. Dengan hal tersebut aku mampu melaksanakan apa yang Kau 
bebankan padaku, dari hak-hak ketuhanan yang mulia. Hiasi dia dengan apa
 yang ada diantara kami dan makhluk-Mu, yakni akhlak mulia dan anugerah 
yang paling indah. Ya Allah, jadikan kami dan mereka sebagai ahli ilmu, 
ahli kebaikan, dan ahli Al-Qur’an. Jangan kau jadikan kami dan mereka 
sebagai ahli kejelekan, keburukan, aniaya, dan tercela.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar