Kamis, 30 April 2020

Doa Dalam Menyembelih Hewan Untuk Aqiqoh


Aqiqah adalah sunnah Rasul yang didefinisikan sebagai penyembelihan hewan dalam rangka penebusan seorang anak. Sebab, sebagaimana sabda Nabi saw dalam hadits riwayat Abu Dawud nomor 1522, tubuh seorang anak itu tergadaikan sampai ia diaqiqahi:

الْغُلاَمُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ اْلسَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسَهُ وَيُسَمَّى

"Seorang anak tergadaikan dengan (tebusan) aqiqah yang disembelih untuknya di hari yang ke tujuh, dicukur rambut kepalanya dan diberi nama.” 

Hewan yang disembelih dalam Aqiqoh ialah dua ekor kambing bagi anak lelaki dan satu ekor kambing bagi anak perempuan. Kriteria tentang kambing yang bagaimana yang layak dijadikan sebagai aqiqoh sama dengan kambing yang layak untuk berkurban. 

Alat yang dipakai untuk menyembelih binatang aqiqah dan binatang lainnya umumnya berupa pisau, golok, dan parang. Bahkan di industri memakai alat potong yang lebih canggih, namun bentuknya tetap mirip pisau. Supaya kepingan yang disembelih tidak alot alasannya yaitu tumpulnya alat potong, maka dianjurkan untuk mengasah alat potong sampai tajam. Dengan hal demikian, akan mengurangi tindak aniaya ketika pemotongan. Berikut yaitu hadist shahihyang diriwayatkan oleh Muslim (13/1955-Nawawi), Ibnu Majah (3670), Abdurrazzaq (8603-8604) dan Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa (899).

Dari Syaddad bin Aus RA ia berkata, “Dua hal yang saya hafal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ia berkata:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَ

“Sesungguhnya Allah memerintahkan biar berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah binatang yang akan disembelih”

Usahakan binatang akan disembelih tidak melihat ketika pengasahan alat potong
Menyembelih binatang aqiqah dan binatang lainnya harus dengan pisau yang tajam. Hal tersebut untuk mengurangi rasa sakit yang terlalu lama. Ada 2 hadist shahih yang menjelaskan perihal perihal tidak dibolehkannya memperlihatkan pengasahan pisau kepada binatang yang akan disembelih. Hadist yang pertama diriwayatkan oleh Al-Baihaqi (9/280), Al-Hakim (3/233), Abdurrazzaq (8609).
Hadist ini dishahihkan oleh Al-Hakim. Selanjutnya juga disepakati oleh Adz-Dzahabi bahwa hadits ini shahih. Pada isnad oleh Al-Baihaqi rijalnya tsiqat. Perawi yang berjulukan Abdullah bin Ja’far Al-Farisi yaitu tsiqah berdasarkan Adz-Dzahabi dalam As-Siyar : Imam Al-Alamah. Kemudian juga ditsiqahkan oleh Ibnu Mandah. Lafazh hadistnya yaitu sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu ia berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengamati seorang lelaki yang meletakkan kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah perangnya sedangkan kambing tersebut memandang kepadanya, maka ia mengatakan:
 
أَتُرِيْدُ أَنْ تَمِيْتَهَا مَوْتَات هَلاَ حَدَدْتَ شَفْرَتَكَ قَبْلَ أَنْ تَضْجَعَهَا
 
“Tidaklah diterima hal ini. Apakah engkau ingin benar-benar mematikannya. (dalam riwayat lain : Apakah engkau ingin mematikannya dengan beberapa kematian).”
Hadist yang kedua diriwayatkan oleh Abdurrazzaq (8606-8608). Sanad yang ada didalamnya ada kelemahan alasannya yaitu bercampurnya hafalan Shalih Maula At-Tauamah. Isinya yaitu jangan menajamkan alat potong di depan binatang yang disembelih. Berikut yaitu kutipan hadistnya:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata:
“Jika salah seorang dari kalian menajamkan parangnya maka janganlah ia menajamkannya dalam keadaan kambing yang akan disembelih melihatnya”
Menggiring binatang ke arah tempat pemotongan dengan baik
Sesudah berbuat baik terhadap binatang sembelihan dan mengasah pisau, selanjutnya binatang dibawa ke tempat penyembelihan dengan cara baik-baik. Mengenai hal ini ada dalil hadist yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi (9/281), Abdurrazzaq (8605) dan isnadnya munqathi (terputus), alasannya yaitu Ibnu Sirin tidak bertemu dengan Umar, maka isnadnya dlaif. Namun demikian ada hadits lain yang menjelaskan keharusan bersikap baik (rahmah) pada hewan. Oleh alasannya yaitu itu, hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi tersebut maknanya shahih. Berikut yaitu kutipannya
Ibnu Sirin menyampaikan bahwa Umar Radhiyallahu anhu melihat seseorang menyeret kambing untuk disembelih kemudian ia memukulnya dengan pecut, maka Umar berkata dengan mencelanya:
“Giring binatang ini kepada maut dengan baik”
Jadi akhlak menyembelih binatang aqiqah dan binatang lain itu diatur terperinci dalam Islam, bukan hanya do’a menyembelih binatang aqiqoh saja. Rasulullah Muhammad yaitu nabi yang penyayang terhadap sesama makhluk.
Membaringkan binatang yang akan di potong dan menghadapkannya ke arah kiblat
Mengenai dalil menyembelih binatang aqiqah dan binatang lainnya dalam posisi terbaring berasal dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Beliau mendapati Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kepada sahabatnya untuk dibawakan kibas (sejenis kambing). Kemudian Rasulullah mengambil kibas itu dan membaringkannya. Selanjutnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyembelihnya. 
 
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِى سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِى سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِى سَوَادٍ فَأُتِىَ بِهِ لِيُضَحِّىَ بِهِ فَقَالَ لَهَا « يَا عَائِشَةُ هَلُمِّى الْمُدْيَةَ ».ثُمَّ قَالَ « اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ ». فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ « بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ». ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.
 
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan seekor kambing kibasy. Beliau berjalan dan bangun serta melepas pandangannya di tengah orang banyak. Kemudian ia dibawakan seekor kambing kibasy untuk ia buat qurban. Beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, bawakan kepadaku pisau“. Beliau melanjutkan, “Asahlah pisau itu dengan batu“. ‘Aisyah pun mengasahnya. Lalu ia membaringkan kambing itu, kemudian ia bersiap menyembelihnya, kemudian mengucapkan, “Bismillah. Ya Allah, terimalah qurban ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad”. Kemudian ia menyembelihnya
Imam an Nawawi rahimahullah menyampaikan bahwa hadits tersebut di atas memperlihatkan keutamaan menyembelih binatang dalam posisi terbaring. Menyembelih binatang dalam posisi bangun atau berlutut yaitu tidak dianjurkan dan kurang tepat. Hal tersebut merupakan salah satu sikap ihsan terhadap binatang sembelihan.
Cara menyembelih binatang aqiqah dan lainnya dengan cara dibaringkan merupakan tawaran yang disepakati oleh jumhur ulama berdasarkan hadits-hadits yang ada. Oleh alasannya yaitu itu, sebaiknya setiap muslim yang menyembelih hewan, dianjurkan untuk mengikuti apa yang telah disepakati para ulama tersebut. Membaringkan binatang sembelihan binatang yang benar yaitu dengan posisi kiri binatang tersebut berada dibawah (menempel tanah atau lantai). Cara ini memudahkan orang yang akan menyembelih untuk mengambil pisau dengan asisten dan menahan kepala binatang dengan tangan kiri.
Setelah itu, penyembelih meletakkan kaki kirinya di leher sisi kanan binatang yang disembelih. Dalam hal ini ada dalil yang diriwayatkan Anas berikut:
 
ضَحَّى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ ، فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّى وَيُكَبِّرُ ، فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ .
 
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing kibasy putih. Aku melihat ia menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing itu. Lalu ia membaca basmalah dan takbir, kemudian ia menyembelih keduanya
Hewan yang disembelih miring dengan menghadap kiblat. Hal ini didasarkan pada sikap Umar bin Khattab yang diriwayatkan oleh Nafi’,
 
أَنَّ اِبْنَ عُمَرَ كَانَ يَكْرَهُ أَنْ يَأْكُلَ ذَبِيْحَةَ ذَبْحِهِ لِغَيْرِ القِبْلَةِ.
 
“Sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging binatang yang disembelih dengan tidak menghadap kiblat.”
Menurut Syaikh Abu Malik, menghadapkan binatang ke arah kiblat bukanlah syarat dalam penyembelihan hewan. Jika memang hal ini yaitu syarat, tentu Allah akan menjelaskannya. Mengarahkan binatang sembelihan ke arah kiblat hanyalah mustahab (dianjurkan).
Mengucapkan tasmiyah (basmalah) dan takbir
Ketika akan menyembelih disyari’atkan membaca “Bismillaahi wallaahu akbar”, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik. Untuk bacaan bismillah (tidak perlu ditambahi Ar Rahman dan Ar Rahiim) hukumnya wajib sebagaimana telah dijelaskan di muka. Adapun bacaan takbir – Allahu akbar – para ulama setuju jikalau aturan membaca takbir ketika menyembelih ini yaitu sunnah dan bukan wajib.
Memotong pada kepingan yang tepat
Maksud dari menyembelih yaitu memotong urat leher, kerongkongan, kanal pernafasan dan kanal darah sehingga binatang lebih cepat mati (meninggal). Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata : Penyembelihan dilakukan di sekitar kerongkongan dan labah. Labah yaitu lekuk yang ada di atas dada dan unta juga disembelih di tempat ini.
Disunnahkan saat menyembelih binatang untuk ‘aqiqoh dengan membaca:
 
بِسْمِ اللهِ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ ، هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلاَن
 
Bismillah Allahu Akbar Allaahumma minka wa laka, haadzihi ‘aqiiqotu fulaan (Dengan Nama Allah, Allah adalah Yang Terbesar, Ya Allah ini dariMu dan untukMu. Ini adalah aqiqoh fulaan)
Penyebutan ‘fulaan’ itu diganti dengan nama anak yang diaqiqohi tersebut.
Hal ini sesuai hadits yang diriwayatkan al-Baihaqy dalam as-Sunan al-Kubro dan Abu Ya’la dalam Musnadnya:
 
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : يُعَقُّ عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ ، قَالَتْ عَائِشَةُ : فَعَقَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ شَاتَيْنِ شَاتَيْنِ يَوْمَ السَّابِعِ ، وَأَمَرَ أَنْ يُمَاطَ عَنْ رَأْسِهِ الأَذَى وَقَالَ : اذْبَحُوا عَلَى اسْمِهِ وَقُولُوا بِسْمِ اللهِ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ ، هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلاَنٍ
 
Dari Aisyah –radhiyallahu anha- beliau berkata: Anak laki-laki diaqiqohi dengan dua kambing yang setara. Dan anak perempuan satu kambing. Aisyah berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mengaqiqohi al-Hasan dan al-Husain masing-masing dua kambing pada hari ketujuh (kelahiran). Beliau memerintahkan agar pada kepala anak itu dihilangkan kotoran. Dan beliau bersabda: Sembelihlah dengan (juga) menyebut nama (anak yang akan diaqiqahi). Ucapkan: Bismillah Allahu Akbar Allaahumma minka wa laka, haadzihi ‘aqiiqotu fulaan (Dengan Nama Allah, Allah adalah Yang Terbesar, Ya Allah ini dariMu dan untukMu. Ini adalah aqiqoh fulaan).
Hadits ini dishahihkan oleh Ibnus Sakan dan dinyatakan sanadnya hasan oleh anNawawiy dalam al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab. Diriwayatkan juga oleh Ibnul Mundzir dan dinyatakan hasan.
Hal ini juga ditunjang oleh pendapat seorang Tabi’i Qotadah, yang menyatakan:
 
يُسَمِّى عَلَى الْعَقِيقَةِ كَمَا يُسَمِّى عَلَى الأُضْحِيَّةِ : بِسْمِ اللهِ ، عَقِيقَةُ فُلاَنٍ
 
Mengucapkan bismillah saat (akan menyembelih) aqiqoh sebagaimana mengucapkan bismillah pada binatang kurban, dengan mengucapkan: Bismillah, aqiqoh fulaan (riwayat Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih, para perawinya adalah rijal al-Bukhari dan Muslim)
Al-Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah juga menyebutkan pendapat ini adalah pendapat al-Imam Ahmad dalam Tuhfatul Mauduud fii Ahkaamil Mauluud:
 
ولهذا يستحب أن يقال عليها ما يقال على الأضحية قال أبو طالب سألت أبا عبد الله إذا أراد الرجل أن يعق كيف يقول قال يقول باسم الله ويذبح على النية كما يضحي بنيته يقول هذه عقيقة فلان بن فلان ولهذا يقول فيها اللهم منك ولك ويستحب فيها ما يستحب في الأضحية
 
Karena itu, disunnahkan untuk mengucapkan seperti yang diucapkan pada saat penyembelihan kurban. Abu Tholib berkata: Aku bertanya Abu Abdillah (Ahmad bin Hanbal): Jika seorang ingin (menyembelih) aqiqoh, apa yang dibacanya? Beliau menjawab: Ia mengucapkan Bismillah dan menyembelih dengan (menyebut niat). Ia berkata: Ini adalah aqiqoh fulaan bin fulaan. Karena itu saat menyembelih itu ia mengucapkan: Allaahumma minka wa laka ( Ya Allah ini adalah dariMu dan untukMu). Disukai melakukan padanya (aqiqoh) sebagaimana disukai melakukannya pada penyembelihan binatang kurban (Tuhfatul Mauduud fii Ahkaamil Mauluud (1/70)).
Namun kalaupun seseorang hanya mengucapkan Bismillah saat menyembelih aqiqoh dan tidak melafadzkan niat bahwa aqiqoh ini dari anak tertentu, maka yang demikian tidak mengapa. Ibnul Mundzir menyatakan:
 
وإن نوى العقيقة ولم يتكلم به أجزأه إن شاء الله
 
Jika dia berniat aqiqoh dan tidak mengucapkannya maka yang demikian sudah cukup baginya InsyaAllah (Tuhfatul Mauduud fii Ahkaamil Mauluud (1/93)).
Catatan : hadits Aisyah di atas memiliki ‘illat karena mayoritas jalur periwayatan mengandung ‘an-anah dari Ibnu Juraij, hanya periwayatan dari Ibnu Hibban dalam Shahihnya yang tidak. Ibnu Juraij, meski beliau adalah rijaal al-Bukhari dan Muslim namun beliau dikenal sebagai mudallis. Namun, riwayat ini insyaAllah bisa dikuatkan dengan riwayat yang shahih maqthu’ dari Qotadah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan 2 jalur periwayatan dari Qotadah, yang salah satu sanadnya shahih. Syaikh al-Albany dalam kitab Qishshotul Masiihid Dajjaal (1/99) mengisyaratkan bahwa riwayat shahih maqthu’ dari Tabi’i hukumnya adalah marfu’ mursal.
Doa menyembelih binatang aqiqah sesuai sunnah sebaiknya diketahui oleh orang yang ditugaskan untuk memotong binatang tersebut, baik kambing ataupun domba. Dengan mempelajari ilmu sebelum beramal, maka seseorang mampu melaksanakan amal tersebut dengan benar tak terkecuali dengan tata cara menyembelih kambing aqiqah. Berikut ini aadalah teks bacaan doa ketika menyembelih kambing aqiqah atau domba aqiqah. Ini yaitu kumpulan doa untuk aqiqah anak dalam bahasa Arab dan latin beserta terjemahan dalam bahasa Indonesia.
 
بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ، اَللَّهُمَّ عَقِيْقَةٌ عَنْ فُلاَنِ بْنِ فُلاَن لَحْمُهَا بِلَحْمِهِ وَعَظْمُهَا بِعَظْمِهِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا وِقَآءً لآلِ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ وَآلِهِ السَّلاَمُ
 
Bismillâhi wa billâhi, Allâhumma `aqîqatun `an fulan bin fulan, lahmuhâ bilahmihi wa `azhmuhâ bi`azhmihi. Allâhummaj`alhâ wiqâan liâli Muhammadin `alayhi wa âlihis salâm.
Artinya:
Dengan nama Allah dan dengan Allah, aqiqah ini dari fulan bin fulan, dagingnya dengan dagingnya, tulangnya dengan tulangnya. Ya Allah, jadikan aqiqah ini sebagai tanda kesetiaan kepada keluarga Muhammad SAW
Doa aqiqah diatas yaitu bacaan doa aqiqah untuk anak pria atau bayi laki-laki. Untuk teks bacaan doa aqiqah anak wanita atau bayi perempuan, maka nama fulan bin fulan diganti dengan fulanah binti fulanah (nama anak tersebut).
Alternatif doanya adalah
 
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَللّهُم‍َّ رَبِّىْ, هَذِهِ عَقِيْقَةُ … بِنْ…. دَمُهَا بِدَمِهِ وَلَحْمُهَا بِلَحْمِهِ وَعَظْمُهَا بِعَظْمِهِ وَجِلْدُهَا بِجِلْدِهِ وَشَعْرُهَا بِشَعْرِهِ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا فِدَاءً لِ…بن….مِنَ النَّارِ
 
Bismillahirrokhmanirrokhiym. Allahumma Robbi Hadzihi ‘Aqyqotu…….bin….damuhaa bidamihi walakhmuhaa bilakhmihi wa-adhmuhaa biadhmihi wajilduhaa bijildihi wa-ssya’ruhaa bi-ssya’rihi Allahumma aj’alhaa fidaa an li………bin………..minannaar
Artinya: Ya Allah, wahai Tuhanku, binatang ini yaitu aqiqah untuk….bin… (sebutkan namanya), dimana darahnya (hewan) yaitu menebus darahnya (anak), dagingnya (hewan) untuk menebus dagingnya (anak), tulangnya (hewan) yaitu untuk menbus tulangnya (anak), kulitnya (hewan) yaitu untuk menebus kulitnya (anak) dan bulunya (hewan) untuk menebus rambutnya (anak). Ya Allah, hendaklah Engkau menyebabkan aqiqah ini sebagai tebusan untuk….bin…. (sebutkan namanya) dari neraka.
Dasar dari pelaksanaan tersebut yaitu hadist yang diriwayatkan Al-Baihaqi dan jago hadist lainnya:
 
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم: عق عن الحسن والحسين شاتين يوم السابع وأمر أن يماط عن رأسه الأذى وقال اذبحوا على اسمه وقولوا بسم الله والله أكبر اللهم لك وإليك هذه عقيقة فلان
 
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain dengan dua ekor kambing pada hari ketujuh, dan diperintahkan biar rambut kepalanya dicukur. Lalu ia berkata, sembelihlah atas namanya, ucapkanlah, “Bismillah wallahu akbar. Allahumma laka wa ilaik. Hadzihi aqiqah fulan.” (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, ini milik-Mu dan untuk-Mu. Ini yaitu aqiqah untuk si fulan.”
Fulan disini bermakna anak biasanya laki-laki, untuk wanita disebut fulanah. Namun hadist di atas mampu diterapkan baik untuk bayi pria maupun perempuan.
Doa walimah al-‘Aqiqah
 
اللهم احْفَظْهُ مِنْ شَرِّالْجِنِّ وَالْإِنْسِ وَأُمِّ الصِّبْيَانِ وَمِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَالْعِصْيَانِ وَاحْرِسْهُ بِحَضَانَتِكَ وَكَفَالَتِكَ الْمَحْمُوْدَةِ وَبِدَوَامِ عِنَايَتِكَ وَرِعَايَتِكَ أَلنَّافِذَةِ نُقَدِّمُ بِهَا عَلَى الْقِيَامِ بِمَا كَلَّفْتَنَا مِنْ حُقُوْقِ رُبُوْبِيَّتِكَ الْكَرِيْمَةِ نَدَبْتَنَا إِلَيْهِ فِيْمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَلْقِكَ مِنْ مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ وَأَطْيَبُ مَا فَضَّلْتَنَا مِنَ الْأَرْزَاقِ اللهم اجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ وَأَهْلِ الْخَيْرِ وَأَهْلِ الْقُرْآنِ وَلَا تَجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ مِنْ أَهْلِ الشَّرِ وَالضَّيْرِ وَ الظُّلْمِ وَالطُّغْيَانِ
 
“Allâhummahfadzhu min syarril jinni wal insi wa ummish shibyâni wa min jamî’is sayyiâti wal ‘ishyâni wahrishu bihadlânatika wa kafâlatika al-mahmûdati wa bidawâmi ‘inâyatika wa ri’âyatika an-nafîdzati nuqaddimu bihâ ‘alal qiyâmi bimâ kalaftanâ min huqûqi rububiyyâtika al-karîmati nadabtanâ ilaihi fîmâ bainanâ wa baina khalqika min makârimil akhlâqi wa athyabu mâ fadldlaltanâ minal arzâqi. Allâhummaj’alnâ wa iyyâhum min ahlil ‘ilmi wa ahlil khairi wa ahlil qur`âni wa lâ taj’alnâ wa iyyâhum min ahlisy syarri wadl dloiri wadz dzolami wath thughyâni.”
“Ya Allah, jagalah dia (bayi) dari kejelekan jin, manusia ummi shibyan, serta segala kejelekan dan maksiat. Jagalah dia dengan penjagaan dan tanggungan-Mu yang terpuji, dengan perawatan dan perlindunganmu yang lestari. Dengan hal tersebut aku mampu melaksanakan apa yang Kau bebankan padaku, dari hak-hak ketuhanan yang mulia. Hiasi dia dengan apa yang ada diantara kami dan makhluk-Mu, yakni akhlak mulia dan anugerah yang paling indah. Ya Allah, jadikan kami dan mereka sebagai ahli ilmu, ahli kebaikan, dan ahli Al-Qur’an. Jangan kau jadikan kami dan mereka sebagai ahli kejelekan, keburukan, aniaya, dan tercela.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar